Penggabungan Dua Gugatan menjadi Satu Gugatan Tunggal yang Sah dalam Hukum Acara Perdata

LEGAL OPINION
Question: Apakah boleh, bila dua pihak yang hendak kami gugat karena berhutang pada kami, dijadikan satu gugatan tunggal dimana kedua debitor tersebut akan diposisikan sebagai Tergugat Pertama dan Tergugat Kedua?
Answer: Praktik demikian dikenal dalam hukum acara perdata Indonesia sebagai penggabungan gugatan, guna efesiensi, dengan beberapa syarat.
PEMBAHASAN :
Sebagai contoh perbandingan kasus, dalam perkara gugatan perdata di Pengadilan Negeri Surabaya dalam Register Perkara No. 274/Pdt.G/2012/PN.Sby tanggal 13 Mei 2013, Mauritius Radjadinata selaku Penggugat telah menggugat 2 (dua) pihak sekaligus dalam satu nomor register gugatan tunggal, yakni:
-        PT. Golden Grobaly Indonesia yang diwakili Johanes Neno selaku Direktur Utama, selaku Tergugat I, dengan nilai hutang-piutang sebesar Rp.783.544.160,-
-        Johanes Neno, selaku pribadi, sebagai Tergugat II terkait hutang-piutang sebesar Rp.1.009.225.500,-
Meskipun Johanes Neno tampak merupakan orang yang sama, namun secara hukum yang menjadi Tergugat I bukanlah Johanes Neno selaku pribadi, namun sebagai wakil dari badan hukum Perseroan Terbatas, dimana suatu badan hukum menurut sifatnya, tanggung jawab tetap melekat pada badan hukum sekalipun pengurusnya silih berganti.
Dalam perkara tersebut di atas, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
Menimbang, bahwa di dalam hukum acara perdata dapat saja terjadi penggabungan beberapa gugatan atau kumulasi gugatan yaitu penggabungan lebih dari satu tuntutan hukum ke dalam satu gugatan. Terjadinya penggabungan karena adanya koneksitas antara satu sama lain. Penggabungan dua, tiga, atau beberapa gugatan dapat dilakukan jika ada hubungan erat dan untuk memudahkan proses. Penggabungan gugatan dapat mewujudkan peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan dengan menghindari terjadinya kemungkinan putusan yang saling bertentangan;
“Menimbang, bahwa dalam hal penggabungan gugatan, ada 2 syarat pokok terjadinya penggabungan gugatan, yaitu:
1.    Terdapat hubungan erat;
2.    Terdapat hubungan hukum.
Menimbang, bahwa dalam penggabungan gugatan ada 2 macam, yaitu:
1.    Kumulasi subjektif yaitu para pihak lebih dari satu orang Pasal 127 HiR adalah Penggugat atau beberapa Penggugat melawan beberapa Tergugat, dalam hal demikian syaratnya bahwa tuntutan tersebut harus ada hubungan yang erat satu sama lain (koneksitas). Menurut Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 20 Juni 1979 Nomor 415 K/Sip/1975, jika tidak ada hubungannya harus digugat secara tersendiri;
2.    Kumulasi objektif, yaitu penggabungan beberapa tuntutan dalam satu perkara sekaligus (penggabungan objek tuntutan), misalnya A menggugat B selain minta dibayar hutang yang belum dibayar juga menuntut pengembalian barang yang tadinya telah dipinjam.
“Menimbang, bahwa penggabungan objektif tidak boleh dilakukan dalam hal:
1.    Satu tuntutan tertentu diperlukan satu gugatan khusus sedangkan tuntutan lainnya diperiksa menurut acara biasa;
2.    Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan.
“Menimbang, bahwa setelah Majelis meneliti dan mencermati gugatan Penggugat telah ditemukan hal-hal sebagai berikut: Didalam gugatan No. 274/Pdt.G/2012/PN.Sby telah digugat Johanes Neno dalam 2 kapasitas, yakni selaku Direktur Utama PT. Golden Grobaly Indonesia dalam kerjasama usaha batu mangan sebagai Tergugat I, dan selaku pribadi sebagai Tergugat II dalam hal utang-piutang dengan Penggugat.”
Namun Majelis Hakim membuat suatu penambahan ketentuan larangan penggabungan gugatan, berikut kutipan pertimbangan hukumnya:
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, oleh karena ternyata didalam suatu gugatan perkara perdata dimana objek gugatan dan tergugatnya berbeda maka gugatan tersebut harus diajukan terpisah terhadap masing-masing objek sengketa dan tergugatnya. Oleh karena itu, bila dalam sengketa Penggugat mengajukan gugatan yang objek sengketa dan tergugatnya berbeda, (kemudian) digabungkan menjadi satu terhadap gugatan tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;”
“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan yang diajukan terhadap 2 kualitas Tergugat berbeda dengan objek yang berbeda pula, Majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.