Pembebasan Lahan oleh Pemerintah, antara Nilai NJOP dan Nilai Harga Pasar Tanah Milik Warga

LEGAL OPINION
Question: Saat ini, apakah yang menjadi patokan harga pembebasan tanah oleh pemerintah yang mengatasnamakan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum? Apakah dasar patokannya ialah nilai NJOP (nilai jual objek pajak) tanah atau harga pasar atas tanah?
Answer: Tren terdahulu, sebelum tahun 2015, patokan yang dianut pemerintah ialah NJOP. Kini, pemerintah mulai menggunakan pendekatan baru, yakni harga diatas NJOP yang lebih mendekati harga nilai riel. Meskipun langkah pemerintah dapat membuat spekulan/mafia tanah mengambil keuntungan terhadap program pembebasan lahan pemerintah, namun patokan klasik (NJOP) dalam praktiknya kini sudah mulai ditinggalkan, sebagimana langkah Pemda DKI Jakarta.
Permasalahan utama dalam undang-undang terkait pengadaan tanah/pembebasan lahan atas program pemerintah, ialah polemik antara penafsiran atas definisi “Tim penilai”—apakah yang dimaksud “penilai” ialah penilai appraisal independen dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) ataukah appraisal berlisensi namun appraisal tersebut adalah pegawai negeri sipil dan berlisensi dari pihak pemerintah itu sendiri.
Mahkamah Konstitusi tampak mengambil sikap “cari aman” dengan menolak memberikan penafsiran konstitusional perihal frasa “penilai” ketika dihadapkan pada permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana dalam putusannya yang terdaftar dalam register No. 42/PUU-XII/2014.
Salah satu langkah alternatif yang cukup jitu, ialah dengan mengajukan appraisal independen KJPP tandingan ketika menghadapi hasil penilaian dari appraisal pihak pemerintah. Ketika terdapat kesempatan untuk mengajukan gugatan, baik ke pengadilan negeri maupun pengadilan tata usaha negara terhadap nilai ganti-rugi pembebasan lahan oleh pemerintah, laporan appraisal KJPP independen pemegang hak atas tanah dapat menjadi bukti kuat atas nilai yang patut dan wajar.
PEMBAHASAN :
Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi Ganti Kerugian yang layak dan adil kepada Pihak yang Berhak.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menjelaskan bahwa:
-        Instansi yang memerlukan tanah adalah lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah atau Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum.
-        Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah.
-        Penilai Pertanahan adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari BPN untuk menghitung nilai/harga Objek Pengadaan Tanah.
-        Penilai Publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa penilaian.
-        Penetapan Lokasi adalah penetapan atas lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang ditetapkan dengan keputusan gubernur, yang dipergunakan sebagai izin untuk pengadaan tanah, perubahan penggunaan tanah, dan peralihan hak atas tanah dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Sementara itu dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, diatur bahwa:
-        Perkiraan nilai tanah, menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian obyek Pengadaan Tanah, meliputi : tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
-        Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik. Jasa Penilai atau Penilai Publik sebagaimana diadakan dan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Pengadaan jasa Penilai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
-        Dalam hal pemilihan Penilai tidak dapat dilaksanakan, Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menunjuk Penilai Publik.
-        Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang tanah, meliputi : a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c. bangunan; d. tanaman; e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau f. kerugian lain yang dapat dinilai.
-        Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan untuk Kepentingan umum, dan merupakan nilai tunggal untuk bidang per bidang tanah.
-        Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah ditandatangani Berita Acara hasil musyawarah.
-        Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung wajib memberikan keputusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.
Kesimpang-siuran masih tetap terjadi, sebagaimana nampak dalam perkara sengketa pembebasan lahan dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 717/PDT/2014/PT.DKI Tahun 2014 antara Pemerintah selaku Pembanding yang dimenangkan, atas gugatan warga yang sebelumnya berpihak pada warga pemilik tanah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara secara spektakuler menghukum pemerintah memberikan ganti-rugi pembebasan lahan sebesar Rp.35.000.000,- per m2, meski NJOP hanya sebesar Rp.6.000.000,- per m2 (lihat putusan Putusan PN JAKARTA UTARA Nomor 475/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Ut antara ROHAYAH, dkk melawan PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA qq Menteri Pekerjaan Umum qq Dirjen Bina Marga qq Ketua Satuan Kerja Pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok).
Sementara itu bila merujuk pada ketentuan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012, upaya hukum terhadap putusan pengadilan negeri terkait sengketa ganti-rugi nilai pembebasan tanah bagi kepentingan umum ialah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun dalam perkara diatas, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menyatakan dirinya berwenang mengadili—suatu kekeliruan kompetensi absolut yang dapat dimintakan pembatalan oleh pihak penggugat ke hadapan Mahkamah Agung.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.