ARTIKEL
Question: Apa yang menjadi pembeda antara dijadikan "kambing hitam" dengan dijadikan sebagai penanggung jawab? Sering saya merasa janggal dengan praktik yang selama ini terjadi di kantor saya, dimana saya diberi tanggung jawab untuk memeriksa suatu berkas, namun anehnya, saya tak punya kekuatan untuk melakukan perubahan terhadap substansi berkas tersebut, dimana saya sadari, jika saya hanya menjadi “tukang stempel” meloloskannya dalam pemeriksaan yang ditugaskan pada saya, maka saya akan menjadi kambing hitam. Sementara jika saya gunakan posisi tawar saya untuk tidak meloloskan karena staf dari divisi lain tidak segera mengubah sesuai apa yang saya kehendaki, maka saya akan mendapat caci-maki dari manajemen terutama divisi marketing. Sebenarnya dimana logika hukum posisi demikian dalam suatu tempat kerja?
Answer: Baik dalam tata administrasi pemerintahan maupun tata organisasi sipil/swasta yang sehat, pemberian tanggung-jawab selalu dibarengi oleh suatu kewenangan untuk memutuskan “lolos uji” atau tidaknya sesuatu yang menjadi objek/subjek tanggung-jawabnya.
Hendaknya kini masyarakat dapat berpendirian lebih cerdas, dengan bersikap tegas menolak pemberian suatu tanggung-jawab tanpa dibarengi dengan pemberian kewenangan untuk memutus.
Pemberian tanggung-jawab, tanpa diiringi kewenangan, maka si penerima tanggung-jawab pada esensinya hanya menjadi “tukang stempel” alias "kambing hitam" jika sesuatu hal yang tidak baik/menyimpang terjadi.
Yang pertama kali harus diingat dan dicamkan secara keras pada diri masing-masing dari pihak yang diberi tanggung-jawab, siapa yang akan memikul beban tanggung-jawab jika dikemudian hari terjadi sesuatu hal yang merugikan instansi? Dimana posisi kedudukan/status/peran/fungsi Anda pada saat itu? Apakah Anda memiliki kewenangan/kekuasaan/daya (power) untuk memutuskan seperti apa harus dibuat/direvisi/diperbaiki suatu objek/subjek tanggung jawab yang menjadi bahan tanggung-jawab Anda.
Sebagai ilustrasi, bila Anda diberikan tanggung-jawab sebagai petugas screening / pemindai dari suatu perjanjian kerja sama, maupun surat-surat lain sejenis itu yang menyangkut pihak ketiga, namun Anda tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan seperti apa surat tersebut harus memiliki substansi, namun staf lain dalam instansi Anda dapat membantah Anda dengan bersikukuh memakai metode atau caranya sendiri menyusun substansi, maka itu artinya Anda tidak mendapat pelimpahan kewenangan dari atasan Anda atau setidaknya dapat Anda tolak tanggung jawab demikian.
Pelimpahan tanggung-jawab, disaat bersamaan harus tercantum dengan eksplisit kewenangan yang diberikan pada Anda. Pelimpahan kewenangan itu dapat berbentuk tertulis jika pemberian tanggung jawab juga berbentuk tertulis. Namun pemberian tanggung jawab secara lisan, wajib disertai pelimpahan wewenang secara lisan kepada seluruh staf instansi secara keseluruhan, dengan tujuan terbentuk karakter otoritas yang jelas. Instansi yang tidak menerapkan tata kelola otoritas yang jelas, adalah instansi dengan manajemen yang buruk.
Kedua, pelimpahan wewenang harus detail sehingga tidak dapat dibantah oleh bawahan atau staf lain baik dari divisi Anda maupun dari divisi lain dari instansi Anda.
Berbeda halnya bila Anda seorang analis, bukan screener. Terdapat perbedaan esensial dan karakteristik seorang analis dengan seorang screener. Seorang analis hanya melakukan kegiatan analisa (mengamati belaka), sebaik atau seburuk apapun substansi objek, objek tersebut tetap lewat masuk ke dalam proses manajemen instansi. Dokumen / hasil analisis hanya menjadi input bagi manajemen.
Seorang screener, adalah orang/petugas yang melakukan screening (pemindaian) dan menentukan dalam skala kecil apakah sesuatu substansi tertentu dapat tetap ditindak-lanjuti atau diproses tidaknya oleh instansi. Jika seorang screener menilai bahwa substansi belum tepat, namun ia tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan boleh atau tidaknya objek tersebut diloloskan untuk diproses lebih lanjut, maka ia berpotensi menjadi "kambing hitam" jika dikemudian hari ternyata manajemen dari lini / divisi lain melakukan pelanggaran/kekeliruan.
KESIMPULAN DAN PENUTUP :
Anda harus berani untuk dengan tegas menolak suatu pelimpahan tanggung-jawab, jika hal tersebut bergantung pada itikad baik pihak lain—dalam arti Anda tidak memiliki daya / kewenangan untuk mengatur dan menentukan harus diperlakukan bagaimana dan seperti apa objek/subjek tanggung jawab yang menjadi beban tanggung-jawab Anda.
Jika telah terlanjur diberikan tanggung-jawab, tanpa kejelasan otoritatif yang juga Anda dapatkan, maka segera evaluasi kemunginan terburuk yang dapat terjadi pada diri Anda dikemudian hari—nasib Anda sangat bergantung pada itikad baik pihak lain yang tidak bisa Anda atur dan kelola.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.