Tuntutan Pidana dan Gugatan Perdata, dapat Berjalan secara Paralel Bersamaan

LEGAL OPINION
Question: Apakah benar, bahwa jika seseorang karena menipu orang lain, maka jika orang tersebut dipidanakan karena menipu ataupun penggelapan, maka hutang-piutangnya atau tanggung-jawab atas kerugian korban yang ditipunya akan otomatis terhapus? Bisakah penipu tersebut dipidanakan sekaligus digugat untuk mengembalikan uang yang telah ditipunya kepada korban?
Answer: Hukuman pemidanaan yang dijatuhkan kepada seseorang, tidak mengakitbatkan hapusnya hubungan keperdataan antara si pelapor dan si terpidana. Oleh karena itu, sekalipun si pelaku telah dipidana penjara, kewajiban perdata terhadap sang korban tidak otomatis menjadi lenyap. Kedua ranah ini memang memiliki koneksitas, namun secara yuridis saling independen dan dapat berjalan mandiri secara paralel.
Sama halnya dengan pelaku korupsi, sebenarnya jika pelaku korupsi yang telah merugikan keuangan negara tersebut menyatakan tidak mampu membayar denda dan memilih kurangan penjara tambahan (subsidair), tetap saja ia dapat digugat oleh Jaksa selaku pengacara negara atas kerugian negara secara perdata yang tidak dikembalikannya.
Dasar hukumnya ialah: Pasal 1131 KUHPerdata: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”.
Adalah suatu salah kaprah yang berkembang di tengah masyarakat, bahwa upaya hukum pidana dan perdata merupakan suatu pilihan yang meniadakan upaya hukum lainnya—ini merupakan pandangan keliru.  Digugatnya seseorang, tidak menghapus hak Jaksa Penuntut Umum untuk mendakwa. Begitupula sebaliknya.
Perdata, adalah konsep tanggung-jawab peer to peer, person to person. Sementara dalam perkara pidana, para pihak yang berhadapan ialah negara yang direpresentatifkan oleh Jaksa Penuntut Umum melawan si tersangka. Sebagai ilustrasi, dalam perkara pidana non delik aduan, sekalipun antara pelaku dan sang korban telah saling mengadakan perdamaian, terhadap pelaku tetap saja dapat dijerat pasal pemidanaan, karena yang berhadapan di sini ialah negara terhadap warga negara yang menjadi pelaku. Sedikit pengecualian berlaku dalam konteks delik aduan, dimana perdamaian secara perdata dapat memutus perkara pidana yang dihadapi tersangka/terdakwa.
Dalam kasus Anda, dapat dilakukan proses tuntutan pemidanaan, dan sekaligus menggugatnya lewat mekanisme gugatan perdata. Keduanya dapat berjalan secara simultan. Saran SHIETRA & PARTNERS, mengingat kinerja Penyidik Kepolisian maupun Jaksa Penuntut tidak dapat dipantau oleh korban pelapor, lebih baik memajukan perkara perdata terlebih dahulu agar dapat dipastikan perkara perdata Anda menang terlebih dahulu, barulah putusan perkara perdata dijadikan sebagai alat bukti guna memuluskan laporan pidana Anda.
Yang menjadi elemen fital guna menentukan suatu hubungan keperdataan merupakan juga pelanggaran terhadap hukum pidana, ialah suatu sikap batin atau niat mental (mens rea) terhadap alam pikir tersangka saat melakukan perikatan perdata: apakah memang memiliki circumtial evidences berupa pengecohan, tipu muslihat, kebohongan, rangkaian kepalsuan, martabat palsu, itikad buruk, dsb. Jika memang pihak tersebut dapat dibuktikan memiliki sikap mental demikian, maka ia dapat diproses pula secara pidana disamping secara perdata.
Hanya saja, satu hal yang hendaknya patut dipertimbangkan, bila terdakwa tersebut tidak memiliki aset kekayaan guna dieksekusi secara perdata, maka gugatan Anda akan berakhir layaknya “menang diatas kertas”. Hal tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan apakah akan berfokus pada upaya pemidanaan atau gugatan perdata terhadap pihak yang telah merugikan Anda.
Namun, ketika dikemudian hari Anda baru mengetahui si penipu memiliki aset kekayaan, saat itulah terbuka peluang untuk mengajukan gugatan agar aset pihak tersebut dapat diajukan sita jaminan, agar gugatan Anda tidak menang diatas kertas—terlebih bila hakim dalam perkara pidana menyatakan bahwa pihak tersebut memang telah melakukan penipuan sehingga merugikan Anda, maka dapat dipastikan pengadilan dalam perkara perdata akan mengabulkan gugatan Anda. Tidak perlu terburu-buru mengajukan perkara perdata, oleh karena kadaluarsa menggugat secara perdata secara umumnya barulah dinyatakan gugur jika melampaui tenggang waktu 30 (tiga puluh) tahun sejak perbuatan melawan hukum ataupun wanprestasi terjadi.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.