Gugatan Tidak dapat Didasarkan pada suatu Kondisi Penyalahgunaan Keadaan oleh Penggugat

LEGAL OPINION
Question: Baru-baru ini saya mengadakan perjanjian kerja dengan sebuah perusahaan. Memang, dahulu pada saat interview kerja disepakati bahwa gaji saya adalah sebesar 300.000 USD per tahun. Tiba-tiba kini perusahaan mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap perjanjian kerja tersebut, yang mencantumkan nominal gaji saya dalam dollar tersebut, dengan alasan telah terjadi perbuatan melawan hukum sehingga mereka meminta agar perjanjian tersebut dibatalkan. Saya menilai ini semacam modus, dimana mereka dengan itikad buruk mencoba memerdaya dan mempermainkan saya selaku tenaga kerja. Apakah memang sedemikian fatalnya? Apakah memang benar kini terdapat peraturan bahwa segala jenis pembayaran, termasuk gaji pegawai, harus berbentuk mata uang lokal?
Answer: Pembatalan oleh pengadilan dengan alasan kontrak kerja melanggar ketentuan larangan nilai pembayaran non-rupiah, adalah suatu kekeliruan penerapan hukum. Jika ini dibiarkan, maka suatu pihak dapat memerdaya pihak lain dengan sengaja menyusun suatu draf perjanjian kerja-sama, baik kontrak kerja maupun kontrak kerja-sama lainnya, dalam bentuk nominal valuta mata uang asing (valas).
Ketika dirasakan kerja-sama tersebut kurang prosprektif bagi salah satu pihak, maka diajukanlah gugatan pembatalan kontrak ke hadapan pengadilan dengan alasan terjadi perbuatan melawan hukum. Hal demikian merupakan suatu penyalahgunaan keadaan yang patut diwaspadai. Namun, satu prinsip utama dalam hukum perdata: bila ia sendiri wanprestasi atau melakukan perbuatan melawan hukum, tidaklah dapat ia menggugat pihak lain dengan gugatan wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum.
Jika pihak perusahaan sendiri berbuat melawan hukum dengan menandatangani terlebih menyusun draf dalam nominal USD, maka pihaknya sendiri memiliki andil terhadap perbuatan melawan hukum tersebut, sehingga tidaklah dapat ia mengajukan gugatan pembatalan kontrak. Prinsip ini juga berlaku bagi kasus lain, seperti kontrak proyek yang menggunakan mata uang asing, hanya dapat ditafsirkan berdasarkan kurs rupiah saat kontrak tersebut ditanda-tangani para pihak, namun tidak dapat diajukan pembatalan oleh para pihak.
Namun satu celah hukum yang masih dapat dipakai guna mengelabui regulasi dibidang ini: salah satu pihak membuka account rekening di negara lain, dan pembayaran dilakukan dalam bentuk valuta asing dan dikirimkan kepada rekening oleh pihak satu kepada pihak kedua lewat rekening di luar negeri tersebut. Penyelundupan hukum ini terjadi diakibatkan masih terdapatnya celah yang tidak mungkin dapat ditutup oleh sebuah regulasi berdasarkan logika yang ada tentang hak setiap warga-negara untuk membuka rekening di negara manapun. Objek dana dalam rekening bank yang berkedudukan di luar negeri, sehingga sejatinya rezim hukum negara asing itulah yang berlaku terhadap objek benda berupa uang dalam rekening.
EXPLANATION:
Memang benar terdapat regulasi terkait penggunaan mata uang rupiah di dalam negeri, yakni Surat Edaran Bank Indonesia No.17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi peraturan teknis Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik (NKRI) Indonesia menganut asas teritorial—setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.
Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi, dikecualian bagi beberapa jenis transaksi, diantaranya:
-       transaksi perdagangan internasional yang meliputi:
a. kegiatan ekspor dan/atau impor barang ke atau dari luar wilayah pabean Republik Indonesia; dan/atau
b. kegiatan perdagangan jasa yang melampaui batas wilayah negara yang dilakukan dengan cara pasokan lintas batas (cross border supply), misalnya pembelian secara online (dalam jaringan) atau melalui call center. Termasuk pengertian pasokan lintas batas adalah tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu yang ditugaskan oleh kantor induknya di luar negeri untuk bekerja di Indonesia;
-       transaksi pembiayaan internasional yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri seperti pemberian kredit oleh Bank di luar negeri kepada nasabah di Indonesia.
Kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku untuk transfer dana dalam valuta asing dari individu di dalam negeri kepada pihak di luar negeri yang tidak dimaksudkan sebagai pembayaran atau penyelesaian kewajiban yang timbul dari transaksi di wilayah NKRI.
Pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi diwajibkan mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah dan dilarang mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation), baik dalam label harga, biaya jasa (fee), biaya sewa, tarif, kontrak menyangkut klausul harga/biaya di dalam perjanjian, dokumen penawaran/pemesanan/tagihan, maupun bukti pembayaran.
Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak Rupiah untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Dalam pandangan Bank Indonesia (BI), konsekuensi dari kontrak yang tidak mencantumkan nonimal rupiah, adalah sanksi denda disamping sanksi berupa larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran, bukan pembatalan kontrak, sebagaimana termuat dalam Surat Edaran BI, bahwa:
-       Sanksi kewajiban membayar dikenakan setelah Bank Indonesia memberikan sanksi teguran tertulis paling kurang 2 (dua) kali.
-       Sanksi kewajiban membayar ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
-       Nilai transaksi dihitung dari seluruh nilai transaksi yang melanggar ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah. Pengenaan sanksi administratif dilakukan terhadap pelanggaran transaksi non tunai yang terjadi sejak tanggal 1 Juli 2015.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2015, dan terhadap perjanjian tertulis mengenai pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015 berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Perjanjian tertulis meliputi perjanjian induk, perjanjian turunan atau dokumen lainnya yang memuat mengenai transaksi yang akan dilakukan para pihak seperti purchasing order dan delivery order.
2. Perjanjian tertulis yang merupakan turunan atau pelaksanaan dari perjanjian induk yang dibuat sejak tanggal 1 Juli 2015 yang diperlakukan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI.
3. Perpanjangan jangka waktu dan/atau perubahan atas perjanjian tertulis yang dilakukan sejak tanggal 1 Juli 2015 wajib tunduk pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Perubahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 antara lain perubahan mengenai pihak dalam perjanjian, harga barang dan/atau jasa, dan/atau obyek perjanjian.
KESIMPULAN DAN PENUTUP:  
Prinsip utama dalam hukum perdata, pihak yang juga turut andil dalam suatu perbuatan melawan hukum ataupun wanprestasi, tidak dapat mengajukan klaim ataupun gugatan terhadap pihak lain, sekalipun gugatan menekankan tidak terpenuhinya aspek "causa yang sahih" karena digunakannya valas dalam perikatan jasa tersebut. 
Negara dan pengadilan tidak dapat membenarkan praktik-praktik yang mencoba menyalahgunakan keadaan.
Menurut peraturan BI diatas, setiap pihak dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah NKRI, dengan pengecualian:
-       terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima untuk transaksi tunai; atau
-       pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing telah diperjanjikan secara tertulis sebelum peraturan BI mengenai pembatasan valas tersebut diterbitkan.
Dengan demikian, kontrak tetap sah berlaku, hanya saja Anda berhak untuk menagih hak Anda dalam bentuk mata uang Rupiah.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.