Kriteria Cakap Hukum Seseorang dalam Membuat Surat Wasiat

LEGAL OPINION
Question: Saat ini kakek saya dalam keadaan sakit-sakitan dan tampak lemah kesadarannya. Pernyataan saya, apakah beliau perlu ditempatkan dibawah keadaan terampu, mengingat para calon ahli waris Beliau saling tidak akur berhubung harta peninggalan Kakek saya memiliki jumlah yang sangat banyak. Guna menghindari suatu siasat buruk salah satu calon ahli waris, perlukah Beliau dinyatakan terampu?
Answer:  Hukum perdata di Indonesia telah memberi suatu rambu pengaman terhadap suatu subjek hukum (calon pewaris) untuk membentuk suatu surat wasiat—saya mengasumsikan kekhawatiran Saudara adalah terkait surat wasiat yang berpotensi menimbulkan konflik dikemudian hari. Jika memang terdapat kondisi lemah kesadaran, sakit-sakitan, adanya tekanan psikologis, maka itu menjadi bukti yang cukup untuk membatalkan surat wasiat yang melanggar hak mutlak ahli waris berdasarkan hukum.

EXPLANATION:
Kecakapan hukum seorang pemberi warisan, diatur dalam:
-       Pasal 897 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):Anak-anak di bawah umur yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak diperkenankan membuat surat wasiat.”
-       Pasal 895 KUHPerdata: “Untuk dapat membuat atau menarik kembali suatu surat wasiat, orang harus mempunyai kemampuan bernalar.”
-       Pasal 898 KUHPerdata: “Kecakapan pewaris dinilai menurut keadaannya pada saat surat wasiat dibuat.”

Sementara mengenai pengampuan (curatele), diatur dalam:
-       Pasal 433 KUHPerdata: “Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.”
-       Pasal 434 KUHPerdata: “Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat. Dalam satu dan lain hal, suami atau istri dapat minta pengampuan bagi istrinya atau suaminya. Barangsiapa, karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri sendiri.”

Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam putusannya No.58/Pdt.G/2011/PN.Yk tanggal 08 Desember 2011, membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 895 KUHPerdata, dilihat dari subjeknya untuk dapat membuat atau mencabut surat wasiat seseorang harus mempunyai budi-akalnya, yang maksudnya tidak dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap yang menyebabkan seseorang ditaruh dibawah pengampuan, kecuali Pasal 446 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa seseorang yang ditaruh di bawah pengampuan karena keborosan tetap berhak membuat surat wasiat.”
“Menimbang, bahwa Hermanto pada tanggal 23 April 2010 di hadapan Tergugat II yang merupakan Notaris di Yogyakarta, telah membuat surat wasiat / testament yang isinya mehibah wasiatkan kepada Tergugat I atas dua bidang tanah yang berada di Suryatmajan Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta yaitu masing-masing seluas 52M² dan 109M² yang kesemuanya terletak di Jalan Mataram No. 76 Yogyakarta. Meskipun kondisi Hermanto dalam kesehariannya dari mulai sekitar tahun 2009 mengalami sakit sulit berjalan, yang mana jalannya pelan-pelan dengan langkah pendek karena kondisinya yang sudah tua namun berdasarkan dari keterangan saksi Poniman, saksi Kosasih Setiadi, dan saksi Yohanes Purnomo bahwa waktu itu Alm. Hermanto masih bisa berkomunikasi dengan suara jelas, ketika berbicara pun tetap menjawab dan nyambung.”
“Menimbang bahwa dari peristiwa tersebut menunjukkan bahwa Alm. Hermanto termasuk cakap melakukan perbuatan hukum dimana akalnya masih sehat untuk dapat membuat surat wasiat;”
“Menimbang, bahwa Berdasarkan Pasal 1328 ayat (2) bahwa penipuan tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Dalil Para Penggugat yang menyatakan surat wasiat No.02 Tanggal 23 April 2010 mengandung unsur penipuan atau akal licik, hanyalah persangkaan saja, tidak secara jelas fakta mana yang menunjukkan jika Hermanto terdorong membuat surat wasiat atas dasar tipu muslihat dan dari keterangan para saksi, tidak ada satu keadaan pun sebagai bukti bahwa adanya unsur penipuan dalam wasiat tersebut.”

REKOMENDASI:  
Meskipun seorang calon pewaris telah lemah dalam kesadarannya, adalah tidak sesuai dengan budaya masyarakat timur untuk menempatkan seorang calon pewaris dalam keadaan terampu. Pengampuan dapat diajukan ke pengadilan setempat berdasarkan permohonan keluarganya, namun tidaklah urgen untuk menempatkan calon pewaris dalam keadaan terampu.
Hal tersebut mengingat calon pewaris, meski kesadarannya telah lemah, tetap secara hukum dibatasi haknya dalam membuat akta hibat wasiat, dimana kewenangannya dibatasi oleh hak mutlak (legitime portie) para ahli warisnya.
Sementara itu yang dimaksud dengan legitime portie ialah sebagaimana diatur dalam Pasal 913 KUHPerdata:
“Legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah suatu bagian dari harta-benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat.”
Sehingga, jika suatu ketika Pewaris membuat akta wasiat yang melanggar hak hukum ahli warisnya yang sah, maka dapat diberlakukan ketentuan Pasal 834 KUHPerdata:
“Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila dia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturanperaturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik.”
Pasal 834 KUHPerdata tersebut diataslah  yang perlu diketahui, dipahami, dan diingat oleh para ahli waris dari Pewaris, jika merasa bahwa akta wasiat almarhum tidak dibentuk berdasarkan akal sehat almarhum pewaris semasa hidup. Meskipun, beberapa putusan Mahkamah Agung RI memandang bahwa akta wasiat yang melanggar Legitime Portie ahli waris tetap dinyatakan sah, sepanjang tidak digugat oleh ahli warisnya yang sah, sehingga sifatnya ialah “dapat dibatalkan”.
Namun, bila tujuan utama untuk meletakkan “ampu” terhadap Kakek Saudara bertujuan untuk tidak boros, tidak diperdaya, dari segi hubungan hukum, maka pengampuan dapat ditempuh, sekaligus guna mengamankan calon pewaris tersebut dari potensi menerbitkan surat wasiat yang tidak objektif karena tekanan maupun pengaruh luar.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.