Sita Jaminan terhadap Badan Hukum Berbeda dengan Sita Jaminan terhadap Aset Kekayaan Pihak Pengurus

LEGAL OPINION
Question: Apakah dimungkinkan untuk diletakkan sita jaminan terhadap harta kekayaan dari pengurus suatu badan hukum seperti direksi atau komisaris Perseroan Terbatas (PT)? Katakanlah, Mr.X yang merasa dirugikan oleh PT. ABC, lantas mengajukan gugatan ke hadapan pengadilan, dan meminta pengadilan untuk meletakkan sita jaminan terhadap aset kekayaan dari pengurus PT. ABC. Jika pengadilan benar-benar mengabulkan permohonan sita jaminan tersebut, apa langkah hukum yang dapat ditempuh oleh pengurus PT. ABC ?
Answer: Dapat diajukan gugat perlawanan (deden verzet) terhadap putusan sita jaminan tersebut, karena sita jaminan hanya dapat diletakkan terhadap harta kekayaan milik badan hukum PT. ABC, mengingat pihak tergugat dalam hal ini adalah Badan Hukum (in casu PT. ABC). Perseroan Terbatas bersumber dari terminologi Limited Liability Company, alias tanggung jawab terbatas sebatas harta kekayaan perseroan itu sendiri selaku subjek hukum berupa badan hukum.
Kecuali, bila pengurus PT. ABC mengikatkan dirinya sebagai personal guarantee (jaminan perorangan) terhadap pelunasan hutang-piutang antara penggugat dan tergugat, sita jaminan dapat diletakkan terhadap seluruh harta kekayaan pribadi dari pejabat pengurus badan hukum tersebut, sekalipun dikemudian hari pengurus tersebut telah mengundurkan diri dari jabatannya.
Konsepsi pemisahan badan hukum (rechtspersoon) dan subjek hukum orang naturiah (natuurlijk persoon), membawa konsekuensi adanya dua subjek hukum yang harta kekayaannya terpisah satu sama lainnya. Namun perlu dipastikan, apakah pihak tergugat adalah benar badan hukum atau badan usaha (badan usaha seperti Firma dan CV bukan suatu subjek hukum yang berdiri sendiri, sehingga sifat tanggung jawab pengurusnya adalah tanggung renteng).
Jika penggugat dapat membuktikan bahwa legalitas badan hukum dari PT. ABC adalah tidak sah (semisal akta pendirian belum disahkan Kementerian Hukum), maka para pengurusnya memiliki tanggung jawab yang bersifat renteng, alias tidak terjadi pemisahan antara harta kekayaan PT. ABC dan para pengurusnya. Atau, sebagai contoh, bila ternyata Anggaran Dasar PT. ABC menyatakan bahwa direksi dan komisaris hanya menjabat selama 5 tahun, sementara ditahun keenam direksi dan komisaris tersebut tidak diangkat kembali sebagai direksi atau komisaris, artinya tindakan mereka yang mengatasnamakan PT. ABC adalah tidak valid, sehingga sifat tanggung jawab mereka adalah tanggung renteng secara harta pribadi bersama PT. ABC.
EXPLANATION:
Ciri-ciri badan hukum (rechtspersoon):[1]
a)    memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan pengurusnya;
b)    memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban para pengurusnya secara pribadi;
c)    hak dan kewajiban badan hukum tetap melekat walaupun pengurusnya silih berganti;
d)   dapat melakukan hubungan/perbuatan hukum/lalu lintas keperdataan dengan mengatasnamakan badan hukum;
e)    dapat menggugat dan digugat di hadapan pengadilan, dimana yang menggugat / digugat adalah subjek hukum badan hukum yang diwakili sang pengurus, bukan pribadi pengurus yang bersangkutan.
Pengurus PT, Yayasan, maupun Koperasi, dapat silih-berganti. Namun, kekayaan dan tanggungjawab serta hak/kewajiban “badan hukum” tersebut tetap menjadi kekayaan, tanggung jawab, serta hak dan kewajiban badan hukum tersebut, siapapun pengurus yang kini menjabat didalamnya.
Berbeda dengan “badan usaha” (antara lain CV, Firma, persekutuan perdata/maatschap). Badan usaha, bukanlah subjek hukum, sehingga yang ada adalah kekayaan dan tanggung jawab pengurusnya, sehingga dikenal dengan istilah tanggung-jawab renteng persero aktif dalam CV dan seluruh sekutu dalam Firma. Tanggung jawab renteng artinya, beban tanggung jawab melebur bersama seluruh sekutu lainnya, dan sifatnya hingga ke harta kekayaan pribadi. Itulah sebabnya kini firma dan CV mulai jarang digunakan dalam berusaha akibat potensi resiko yang ditanggung para pengurusnya.
Ada berbagai jenis sita jaminan, dua diantaranya ialah sita jaminan terhadap barang milik tergugat (conservatoir beslag) dan sita jaminan terhadap barang milik penggugat (revindicatoir beslag) (Pasal 227, 226 HIR. Pasal 261, 260 RBg.). Disamping itu juga dikenal “sita persamaan”, sita atas harta perkawinan (Pasal 190 KUHPerdata), dan “sita pidana”.
 Tujuan utama sita jaminan, ialah agar tidak terjadi peralihan terhadap objek sengketa secara tidak bertanggung jawab oleh tergugat kepada pihak lain, disamping agar harta kekayaan tergugat dapat menjadi jaminan tunduk dan dilaksanakannya hukuman / putusan pengadilan perdata atas dirinya, sehingga penggugat dapat mengajukan eksekusi lelang terhadap objek sita jika tergugat lalai/abai melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Sita jaminan ini bisa terhadap benda bergerak maupun benda tidak bergerak, berwujud maupun benda tidak berwujud. Sejak tanggal pendaftaran sita, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan atau menjaminkan barang yang disita. Semua tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut, adalah batal demi hukum.
Sita jaminan dilakukan lewat putusan sela (berupa penetapan sita), sementara sita eksekusi dilakukan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan dinyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam amar putusannya, dan apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus diperintahkan untuk diangkat.
Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang-barang milik negara dilarang, sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbendaharaan negara. Ada pula yang menyatakan bahwa hakim dilarang melakukan sita jaminan atas saham—meski menurut pandangan penulis, ketentuan larangan sita jaminan terhadap saham adalah terlampau berlebihan, mengingat saham termasuk benda tak berwujud, sama seperti benda tak berwujud lain yang secara logis merupakan suatu benda bernilai (yang memiliki nilai) sama seperti hak cipta, paten, merek, resi gudang, surat berharga lainnya yang dapat djual-belikan, yang mana kesemua benda yang memiliki nilai komersil pada dasarnya dapat diletakkan sita jaminan sebagai suatu jaminan pemenuhan prestasi dari pihak tergugat. Baik saham perseroan terbatas tertutup maupun PT terbuka dengan “scripless trading paper”-nya, tetap dapat diajukan sita jaminan, meski untuk saham PT terbuka butuh persyaratan tertentu sesuai undang-undang mengenai pasar modal.
Apabila barang yang akan disita telah diletakkan sita oleh Pengadilan lain, maka Jurusita tidak dapat melakukan penyitaan lagi, namun Jurusita dapat melakukan sita persamaan (Pasal 463 Rv). Secara logis yuridis, benda yang telah dibebankan sebagai jaminan kebendaan (dimana sertifikat fidusia maupun Hak tanggungan mengandung irah-irah), pihak ketiga tidak diperkenankan meletakkan sita jaminan diatas agunan tersebut, dimana yang dapat dikabulkan hanyalah sita persamaan, karena berdasarkan asas droit de preference, pihak kreditor pemegang hak tanggungan yang telah terlebih dahulu memiliki hak pelunasan terhadap pemberi agunan, sehingga hak pelunasan pihak lain hanya sebatas sita persamaan. Hal tersebut dikarenakan, Fidusia maupun Hak Tanggungan memiliki karakter yang sama dengan sita jaminan, yakni sama-sama sebagai jaminan pelunasan.
Jika hakim dihadapkan oleh permohonan sita jaminan oleh pihak ketiga terhadap agunan, maka hakim hanya boleh memutuskan: menyatakan tidak dapat menerima, mengabulkan namun hanya sebatas sita persamaan terhadap objek, atau menjadikan pemohon sita jaminan sebagai kreditor pemegang hak tanggungan peringkat dibawah setelah peringkat pemegang jaminan kebendaan (misal dibawah peringkat pemegang hak tanggungan peringkat pertama)—meski dengan sangat disayangkan, teori penulis guna tertib hukum ini belum dipraktikkan oleh pengadilan yang masih cenderung bersifat konservatif yang acapkali membawa dampak buruk dikemudian hari karena sita jaminan pihak ketiga terhadap agunan dapat mengamputasi hak dari kreditor pemegang jaminan kebendaan.
Apabila sita jaminan (sita jaminan utama) telah menjadi sita eksekusi kemudian objeknya akan dilelang, maka sita persamaan dengan sendirinya menjadi hapus demi hukum. Apabila sita jaminan (sita jaminan utama) dicabut atau dinyatakan tidak berkekuatan hukum, maka sita persamaan sesuai dengan urutannya menjadi sita jaminan (sita jaminan utama).
Panitera Muda Gugatan meneliti kelengkapan berkas dan menghitung panjar biaya (SKUM) setelah menerima salinan Penetapan Sita dari Majelis Hakim atas dikabulkannya permohonan sita dari pihak penggugat. Panitera/Wakil Panitera melakukan penunjukan Jurusita pada hari itu juga setelah Pemohon Sita membayar SKUM.
Sita jaminan, pada gilirannya secara otomatis akan menjadi sita eksekusi saat putusan telah inkracht. Namun, penulis berpendapat, jika objek sengketa berupa benda tak bergerak seperti tanah/bangunan adalah milik penggugat, sebetulnya tidak dibutuhkan sita jaminan ataupun sita eksekusi, sepanjang data yuridis dalam sertifikat tanah adalah atas nama penggugat. Kegunaan sita jaminan adalah hanya agar tidak terjadi penggelapan atau peralihan hak alias sebagai jaminan pelaksanaan hukuman / perintah putusan pengadilan. Yang dibutuhkan dalam kontes ini ialah putusan provisionil yang memerintahkan agar pihak lawan tidak mengalihkan objek sengketa atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu terkait objek sengketa.
Konsekuensi pelanggaran larangan untuk mengalihkan penguasaan fisik ataupun penguasaan yuridis objek dari tergugat yang terkena sita, dapat dituntut baik secara pidana maupun secara perdata atas pelanggaran / kelalaian yang dilakukannya, sebagai melawan perintah pengadilan (alias melawan penetapan sita jaminan sebagaimana dituangkan dalam sebuah berita acara sita jaminan).

KESIMPULAN: Sita jaminan tidak dapat diletakkan terhadap pihak ketiga. orang yang menjabat sebagai pengurus PT merupakan subjek hukum tersendiri yang terpisah dari entitas hukum PT yang diurusnya, oleh sebab itu meski dalam sertifikat tanah, sebagai contoh, tercantum nama direksi PT yang digugat, selama direksi tersebut tidak mengajukan dirinya sebagai pemberi jaminan kebendaan maupun pemberi jaminan perseorangan, meski dirinya mengikat diri dalam kontrak dengan pihak penggugat sebagai wakil dari badan hukum PT yang diurusnya, sertifikat tanah tersebut tidak dapat dibebankan sita jaminan. Sekalipun kemudian putusan pengadilan menjadi inkracht, subjek hukum yang namanya tercantum dalam sertifikat dapat tampil di hadapan pengadilan dengan mengatasnamakan dirinya sendiri, bukan mengatasnamakan PT yang diurusnya, untuk mengajukan perlawanan/bantahan (derden verzet) terhadap putusan inkracht yang dimenangkan sang penggugat. Inilah strategi untuk melawan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, jika putusan tersebut memang pada dasariahnya menyimpang dan tidak dapat dibenarkan secara hukum.
REKOMENDASI: Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas tetap dapat dipailitkan jika PT yang mereka asuh dinyatakan pailit. Hal ini diatur dalam undang-undang tentang kepailitan. Ini dapat menjadi salah satu strategi menarik seluruh harta kekayaan pribadi pengurus badan hukum yang menjadi debitor, dimana badan hukum tersebut tidak memiliki harta kekayaan yang cukup untuk melunasi piutang para kreditornya. Dengan turut dinyatakan pailitnya direksi dan komisaris perseroan terbatas, maka seluruh harta kekayaan pengurus tersebut pun dapat diletakkan sita jaminan pada penghujungnya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.


[1] Diadaptasi dengan beberapa perbaikan dan penyempurnaan oleh SHIETRA & PARTNERS dari Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum: Sebuah Sketsa”, Refika Aditama, bandung, 2003, hlm. 36.