Kreditor Pemegang Jaminan Berupa Tanah yang Berkedudukan sebagai Pihak Ketiga yang Beritikad Baik, Memiliki Hak Mutlak yang Tidak dapat Diganggu-Gugat oleh Gugatan Pihak Manapun Terkait Agunan

LEGAL OPINION
ADAGIUM HUKUM: PIHAK KETIGA YANG BERITIKAD BAIK DILINDUNGI OLEH HUKUM
Question: Apakah dapat dibenarkan putusan pengadilan yang membatalkan sertifikat tanah yang menjadi agunan pada pihak kami selaku pemegang hak tanggungan? Kronologinya, ada seseorang bernama “A” yang menggugat debitor kami yang memberikan agunan sertifikat tanah yang kemudian kami ikat dengan hak tanggungan. Gugatan A terhadap debitor kami, berujung pada putusan hakim berupa dibatalkannya sertifikat tanah kami tersebut. Lantas, apa yang menjadi kepastian hukum bagi pihak kami?
Answer: Dapat diajukan gugat perlawanan (derden verzet) terhadap putusan tersebut, karena yang dapat dimintakan “A” kepada hakim terhadap orang yang digugatnya, bukan pembatalan maupun pengembalian sertifikat, namun berupa gugatan ganti-rugi kepada pihak yang digugatnya, oleh sebab sertifikat tanah telah diikat sempurna dan menjadi hak preferen pemegang hak tanggungan selaku pihak ketiga yang beritikad baik. Pihak ketiga yang beritikad baik, wajib dilindungi oleh hukum, karena bisa jadi A adalah “komplotan” debitor Anda dalam menyusun skenario guna menghindari beban kewajiban melunasi hutangnya.
EXPLANATION:
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 jo. SEMA Nomor 5 Tahun 2014 telah secara tegas mengatur: “Pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik harus dilindungi sekalipun kemudian diketahui bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang yang tidak berhak.”
Disamping ketentuan dalam SEMA tersebut, sebenarnya undang-undang jaminan kebendaan di Indonesia telah melarang hakim maupun pihak kantor pertanahan untuk menderogasi hak dari kreditor pemegang jaminan kebendaan, sebagaimana diatur dalam:
-       Penjelasan Pasal 13 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UU HT): “Salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas publisitas. Oleh karena itu didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga.”
-       Penjelasan Pasal 13 Ayat (5) UU HT: “Dengan dibuatnya buku tanah Hak Tanggungan, asas publisitas terpenuhi dan Hak Tanggungan itu mengikat juga pihak ketiga.”
-       Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) butir (a) UU HT: “Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum angka 5, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah: hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebaninya,sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas).

Jika pengadilan dapat membuktikan bahwa si “A” adalah benar pihak yang telah dirugikan / ditipu oleh debitor yang memberikan sertifikat hasil penipuan tersebut pada pihak kreditor sebagai agunan, maka terdapat kemungkinan putusan pengadilan sebagai berikut:
1.    Jika petitum (pokok permintaan dalam gugatan) oleh “A” kepada sang debitor, adalah berupa perintah agar membatalkan sertifikat, atau hal lain yang senada dengan itu, maka hakim hanya dapat mengabulkan SEPARUH dari gugatan, yakni “pernyataan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum”—sementara permintaan lainnya semisal untuk membatalkan sertifikat, menyerahkan sertifikat, melarang peralihan hak atas tanah oleh kreditor yang memegangnya sebagai agunan, WAJIB TIDAK DIKABULKAN. Hanya dikabulkannya sebagian dari gugatan “A” adalah logis, sekalipun ia dinyatakan benar dan si debitor sebagai pihak yang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum ataupun wanprestasi, karena “A” telah keliru menyusun petitum yang hendak ia mintakan putusan hakim. Dengan kata lain, “A” telah salah strategi menyusun gugatan, dimana seharusnya ia menyusun gugatan berupa permintaan “ganti-rugi sejumlah nilai nominal” kepada Tergugat yang disokong oleh suatu laporan appraisal independen dari kantor jasa penilai publik (KJPP) atas nilai tanah sengketa, bukan justru meminta dibatalkannya agunan yang telah diberikan oleh Tergugat kepada kreditor pemegang jaminan kebendaan yang merupakan pihak ketiga dalam sengketa gugatan tersebut;
2.    Jika gugatan “A” memasukkan Petitum Sekundair berupa “Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.” (ex aequo et bono), maka dapat saja majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara gugatan perdata tersebut untuk menjatuhkan amar putusan berupa pembebanan ganti rugi sejumlah nominal uang sebagai pengganti permintaan pembatalan sertifikat hak atas tanah yang diagunkan Tergugat, tanpa resiko dinyatakan ultra-petitum, dengan syarat bila Penggugat saat proses pembuktian surat, telah menyerahkan bukti dokumen berupa laporan penilaian oleh aprraisal independen KJPP atas nominal objek sengketa. Tanpa dokumen laporan penilaian independen tersebut, pengadilan dilarang untuk memutuskan nilai nominal yang harus diganti-rugi oleh Tergugat.
Oleh sebab itu, penyusunan strategi sebelum merumuskan surat gugatan adalah vital. Bila Anda adalah kreditor pemegang hak tanggungan yang merasa kepentingannya terancam, maka Anda bisa melakukan upaya hukum yang bernama “gugat perlawanan” terhadap putusan pengadilan yang membatalkan sertifikat yang menjadi agunan Anda, dengan argumentasi sebagaimana terurai diatas.
Namun, bila perkara tersebut belum diperiksa maupun belum diputus, yakni baru sebatas memasuki tahap pembacaan gugatan atau mediasi, dan Anda tidak ditarik sebagai Turut Tergugat, Anda selaku kreditor pemegang jaminan kebendaan dapat menarik diri sebagai “Tergugat Intervensi” untuk membela dan mempertahankan hak Anda, dimana permohonan Anda akan diputus lewat “putusan sela” oleh majelis hakim, sehingga status Anda pun akan menjadi pihak Tergugat Intervensi yang dapat mempertahankan hak serta kepentingan Anda di hadapan Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus gugatan "A".

KESIMPULAN: Sekalipun “A” dimenangkan hakim dengan dinyatakan sebagai pihak yang benar, tetap ia tidak dapat memiliki kembali tanah yang telah diagunkan. Ia hanya dapat meminta ganti rugi berupa nominal sejumlah uang setara dengan nilai tanah tersebut, alih-alih membatalkan sertifikat yang telah tersangkut-paut hak kreditor pemegang hak tanggungan. Pemulihan hak tidak harus hanya berupa pembatalan sertifikat, terutama bila hak atas tanah telah bersinggungan dengan kepentingan pihak ketiga seperti kreditor pemegang Hak Tanggungan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.