Kewenangan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari komisaris sebuah PT. Apa benar, ada yang pihak yang mengatakan bahwa seorang komisaris tidak memiliki resiko apapun mengemban jabatan tersebut, bahkan cukup datang untuk terima gaji tanpa perlu melakukan apapun?
Answer: Setiap tahun, sebuah badan hukum Perseroan Terbatas (PT) diwajibkan untuk mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham tahunan, yang substansi berita acaranya adalah membahas dan mengesahkan tindakan direksi dan komisaris. Komisaris, yang merupakan salah satu organ PT disamping RUPS dan Direksi, memiliki kewenangan dibidang pengawasan operasional dan kesehatan badan hukum disamping perannya dalam memberikan nasehat bahkan persetujuan bagi langkah / rencana ekspansi maupun aksi korporat yang akan dilakukan Direksi (tergantung masing-masing anggaran dasar perseroan).
EXPLANATION:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT) menjelaskan, yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Seperti halnya direktur tunggal yang menjadi direksi (kata jamak dari direktur-direktur), Dewan Komisaris terdiri dari para komisaris. Namun, hukum tidak mensyaratkan lebih dari satu orang komisaris dalam suatu PT, sehingga seorang komisaris pun pada dasarnya sudah memenuhi syarat formal. Sebaliknya, tanpa seorang pun mengemban jabatan komisaris maka PT tersebut menjadi PT yang tidak sempurna secara hukum. Suatu PT, mutlak terdiri dari ketiga organ tersebut.
Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulai tahun buku yang akan datang, dan rencana tersebut dapat disampaikan kepada RUPS maupun kepada Komisaris, untuk mendapat persetujuan. Jika Anggaran Dasar (AD) PT menentukan bahwa rencana kerja tersebut harus mendapat persetujuan RUPS, maka rencana kerja tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris / Komisaris. Artinya, bila AD tidak menentukan demikian, maka demi efisiensi perusahaan bila terdapat jumlah pemegang saham yang masif dan tersebar jauh, adalah lebih efesien bila rencana kerja cukup disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk mendapat persetujuan.
Dengan kata lain, kinerja perusahaan akan gesit bila memiliki Dewan Komisaris yang responsif, sementara langkah strategi perusahaan membutuhkan penanganan atau aplikasi rencana secara segera yang tidak mau dihambat langkah birokratis dibentuknya RUPS yang akan memakan sumber daya waktu.
Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir, yang mana salah satu isinya ialah laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau—artinya, rekam jejak Komisaris akan terlihat, apakah telah melaksanakan tugasnya atau melalaikan tugasnya. Laporan tahunan tersebut kemudian ditanda-tangani oleh semua anggota Direksi dan semua Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan.
Bila terdapat anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahun tersebut, yang Komisaris tersebut diwajibkan menyebutkan alasannya secara tertulis. Bila alasan tertulis tidak diberikan, Komisaris tersebut dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
Pasal 69 UU PT menyebutkan, persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS. Keputusan atas pengesahan laporan tugas pengawasan dan persetujuan laporan tahunan ditetapkan berdasarkan ketentuan UU PT dan/atau anggaran dasar. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud sebelumnya, apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. Kesalahan itu sendiri, terbagi menjadi dua kategori: kesalahan karena sengaja maupun kesalahan karena lalai mengemban fungsi pengawasan oleh Komisaris bersangkutan.
Disamping itu, pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris. Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian dimana dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.
Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
RUPS dapat diselenggarakan atas permintaan satu orang atau lebih pemegang saham dengan hak suara, atau oleh Dewan Komisaris—namun perlu dicatat, kecuali diatur sebaliknya dalam AD, permintaan ini tak dapat diajukan oleh sebagian anggota Komisaris, namun bersifat kolegial Dewan Komisaris bila terdapat lebih dari Komisaris PT. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat disertai dengan alasannya.
Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Bila Direksi tidak segera melakukan pemanggilan RUPS, maka Dewan Komisaris dapat melakukan pemanggilan sendiri RUPS. Begitu pula jika permintaan RUPS diajukan oleh Pemegang Sahan yang tidak juga kunjung direalisasi oleh Direksi, Dewan Komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Kewenangan RUPS tersebut dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris, sehingga besarnya gaji dan tunjangan Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
Disamping anggota Direksi lainnya, Anggota Dewan Komisaris juga berhak mengajukan gugatan atas nama Perseroan terhadap anggota Direksi yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian yang dialami Perseroan, baik secara sengaja ataupun lalai, yang telah melakukan pengurusan dengan itikad buruk dan tidak hati-hati, memiliki benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, ataupun tidak mengambil tindakan yang cukup untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Ketika seluruh anggota Direksi memiliki suatu benturan kepentingan dengan Perseroan, maka yang berhak mewakili Perseroan ialah Dewan Komisaris—hanya saja perlu diingat, sifatnya ialah Kolegial, dalam arti tidak dapat dilakukan oleh masing-masing Komisaris secara tunggal.
Pasal 106 UU PT menyebutkan, Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris (kolegial) dengan menyebutkan alasannya, dan diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan.Anggota Direksi yang diberhentikan sementara, mengakibatkan dirinya tidak berwenang melakukan tugas dan fungis pokoknya. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS.
Dalam RUPS, anggota Direksi yang diberhentikan untuk sementara diberi kesempatan untuk membela diri. RUPS dapat mencabut ataupun menguatkan keputusan pemberhentian sementara oleh Dewan Komisaris tersebut. Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya. Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat, RUPS tidak juga diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara tersebut menjadi batal. Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS tersebut berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 108 UU PT mengatur, Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih. Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris dalam arti kolegial. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.
Ketika PT pertama kali didirikan, Dewan Komisaris diangkat oleh pendiri dalam Akta Pendrian PT. Untuk berikutnya, pengangkatan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS.
Dalam Pasal 114 UU PT disebutkan, Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan, dan setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana disebutkan diatas, apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Pasal 114 Ayat (6) UU PT menyebutkan, atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Pasal 115 UU PT dengan tegas mengatur:
(1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Adapun yang menjadi kewajiban Dewan Komisaris:
a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan
c. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
Anggaran Dasar dapat mengatur mengenai pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu, semisal bila Direksi hendak melakukan transaksi yang membebani sebesar 30% harta kekayaan Perseroan, maka wajib mendapat persetujuan Dewan Komisaris. Meski demikian, tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum Direksi tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya (pihak ketiga) dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
Yang dimaksud dengan “memberikan persetujuan” adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan Komisaris. Sementara yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan—artinya, AD tak dapat menentukan kewenangan Dewan Komisaris yang bersifat overlaping dengan fungsi organ Direksi.
Penjelasan Resmi Pasal 117 UU PT menyebutkan: “Yang dimaksud dengan “perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan” adalah perbuatan hukum yang dilakukan tanpa persetujuan Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan anggaran dasar tetap mengikat Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad baik. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat mengakibatkan tanggung jawab pribadi anggota Direksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.”—penjelasan UU PT tersebut dapat membuat rancu konsep hukum perdata, dimana pada satu sisi banda hukum PT memiliki kekayaan sendiri, namun di sisi lain disebutkan bahwa Direksi menjadi tanggung rentang atas perbuatan demikian. Namun, dapat kita tafsirkan, bila Direksi telah melakukan suatu tindakan diluar kewenangan (dimana semestinya didampingi / diberikan persetujuan oleh Dewan Komisaris namun nyatanya tidak), maka tindakan Direksi demikian termasuk dalam kategori ultra vires, sehingga bila kekayaan Perseroan tidak cukup untuk melunasi perikatan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik, maka Direksi dibebani tanggung jawab renteng.
Pasal 118 UU PT mengatur:
(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu (dalam hal Direksi tidak ada).
(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu (NOTE: semisal Direksi memiliki benturan kepentingan dengan PT atau bila seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.) untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan. Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya (Komisaris dari pihak luar). Komisaris utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. Tugas dan wewenang komisaris utusan ditetapkan dalam AD Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.
Dalam menjalankan tugas pengawasan, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris, dimana Komite tersebut bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri maupun Perseroan yang akan menerima Penggabungan, menyusun rancangan Penggabungan, yang perlu mendapat persetujuan Dewan Komisaris sebelum diajukan kepada RUPS masing-masing Perseroan untuk mendapat persetujuan.
Begitupun ketika akan terjadi akuisisi perusahaan. Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih, perlu membuat rancangan Pengambilalihan yang perlu mendapat persetujuan Dewan Komisaris masing-masing Perseroan.
Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan, salah satunya ialah dugaan anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
Selain itu, Dewan Komisaris pun dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Dewan Komisaris dapat pula mengajukan permohonan pembubaran Perseroan kepada Pengadilan Negeri dengan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
Pasal 155 UU PT mengatur secara tegas:
Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Pidana.”

Secara singkat dapat disebutkan, menurut Undang-Undang PT, pendiri dapat menentukan kewenangan lain komisaris dalam akta pendirian atau anggaran dasar. Biasanya ada dua kewenangan komisaris yang ditetapkan para pendiri tersebut. Pertama, kewenangan meminta keterangan dari direksi mengenai hal-hal yang diperlukan berkenaan dengan kepentingan perseroan. Kedua, kewenangan memasuki ruang-ruang atau tempat-tempat penyimpanan barang-barang milik perseroan. (Sumber: http://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_badan_usaha.pdf , diakses pada tanggal 27 April 2015, pukul 14.55 WIB.)

Referensi Putusan Pengadilan:
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusannya Nomor 313/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel tanggal 27 Maret 2012, menyatakan badan hukum PT dan Direksinya dinyatakan bersalah dihukum tanggung jawab ganti-kerugian kepada Penggugat secara renteng. Pihak Komisaris, berhasil lolos karena membuktikan dirinya tidak tersangkut paut atas pelanggaran hukum yang dilakukan sang Direksi.
Dalam berbagai putusan pengadilan lain, dinyatakan bahwa anggota Dewan Komisaris yang lalai menjalankan tugasnya secara semestinya dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian, mengakibatkan sifat “terbatas” suatu “Perseroan Terbatas” yang berasal dari istilah “Limited Liability Company” (tanggung jawab korporasi yang bersifat sebatas harga kekayaan korporasi tersebut), menjadi runtuh akibat ultra vires ataupun teori piercing the corporate veil.
Ultra Vires, melampaui kewenangan dalam AD PT, terjadi pada anggota Direksi yang bertindak melampaui (perbuatan aktif) kewenangan yang dibatasi oleh Anggaran Dasar Perseroannya sendiri, sehingga sifat tanggung jawab menjadi renteng bagi Direksi tersebut. Namun, ultra vires dalam konteks Dewan Komisaris, justru ialah lalainya menjalankan tugas pengawasan dan monitoring sebagaimana mestinya yang telah diatur dan diamanatkan oleh Anggaran Dasar Perseroan itu sendiri (perbuatan pasif).

KESIMPULAN: Kelalaian menjalankan fungsi pengawasan dan pendampingan oleh Komisaris, membawa dampak hukum di kemudian hari, berupa ancaman tanggung jawab renteng karena kesalahan. Kesalahan, dalam konsep hukum perusahaan, termasuk di dalamnya adalah “kesengajaan” dan “kelalaian”. Oleh karena itu, dapat dikatakan, tugas dan tanggung jawab Komisaris PT sama berat/penting-nya dengan organ Direksi dalam sebuah PT.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.