Pernikahan secara Agama, Belum Sah secara Hukum Negara, adalah Nikah Siri

LEGAL OPINION
Question: Saya dan pasangan saya telah menikah secara agama, alias di depan pemuka agama. Kini, setelah beberapa tahun setelah pernikahan secara agama tersebut, bila kami hendak membuat buku nikah di depan catatan sipil, apakah tanggal resmi pernikahan terhitung sejak kami menikah secara agama?
Answer: Tidak berlaku surut. Sebelum Anda menikah secara agama dan kemudian mencatatkannya di catatan sipil, maka itu disebut sebagai nikah siri.
EXPLANATION:
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (PP 1 Tahun 1974)
Pasal 3 PP 1 Tahun 1974:
(1)  Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan dilangsungkan.
(2)  Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.

Pasal 4 PP 1 Tahun 1974:Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya.”

Pasal 10 PP 1 Tahun 1974:
(1)  Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini.
(2)  Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(3)  Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 11 PP 1 Tahun 1974:
(1)  Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
(2)  Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
(3)  Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi.

REKOMENDASI: Diulangi kembali prosesi pernikahan menurut agama dan menurut hukum negara, agar dapat tercatat dalam catatan sipil dan memiliki buku nikah sebagai bukti legalitas perkawinan, sehingga Anda resmi memilki hak mewaris serta hak gono-gini atas harta bersama pasangan Anda, terkecuali dalam akta perkawinan disebutkan secara tegas bahwa Anda memiliki perjanjian perkawinan dengan pasangan Anda sehingga tidak terlibat hubungan harta gono-gini dalam perkawinan Anda dengan pasangan Anda.

MITIGASI: Bila Anda memang tidak dapat/berhalangan untuk hadir saat resepsi pernikahan secara hukum dan secara agama, maka Anda dapat memberikan surat kuasa khusus untuk mewakili Anda secara formil. Pasal 12 butir (j) PP 1 Tahun 1974: “Akta Perkawinan memuat: Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.” ß Memang, terdengar ganjil dan unik, namun hukum selalu memberi solusi atas suatu keadaan kahar, sehingga sehingga Anda tak perlu sungkan melangsungkan pernikahan secara hukum dan mengaktakannya, dengan cukup menunjuk seorang penerima kuasa sebagai pengganti sementara Anda dalam resepsi dan pencatatan, untuk sekadar formilnya saja tentunya bila Anda berhalangan secara serius.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.