Penjual Tanah ataupun Debitor Pemberi Agunan yang Tidak Mengosongkan Objek Jual Beli atau Objek Hak Tanggungan ketika Terjadi Jual Beli atau ketika Dilelang Eksekusi, Sama dengan Tindak Pidana Penipuan

LEGAL OPINION
Question: Apakah jika seorang penjual rumah yang tidak mau dengan baik-baik mengosongkan objek jual-beli meski jual-beli telah terjadi secara sah, bisa ditindak secara pidana? Bisakah juga seorang pemberi hak tanggungan yang tidak mau mengosongkan objek agunan ketika di lelang eksekusi dapat dipidanakan, dengan memakai analogi yang sama dengan peristiwa pertama, mengingat dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan serta Sertifikat Hak Tanggungan biasanya mengandung janji bahwa debitor pemberi agunan akan seketika mengosongkan agunan ketika akan dilelang eksekusi?
Answer: Terhadap kedua kasus tersebut, baik jual-beli rumah biasa maupun lelang eksekusi hak tanggungan, penjual ataupun pemberi hak tanggungan dapat dipidanakan, karena terdapat unsur sikap mental / faktor batin (mens rea) yang hendak mendapat suatu dana secara berbohong dengan menyatakan hendak memberi agunan sebagai jaminan ataupun menjual rumah, namun senyatanya tetap dikuasai secara ilegal.
EXPLANATION:
Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Adapun unsur-unsur dari kualifikasi rumusan Pasal Penipuan dalam delik pidana tersebut, ialah:
1.    Barang siapa ß Artinya seluruh subjek hukum, baik subjek hukum manusia maupun badan hukum, baik itu WNA maupun WNI, badan hukum swasta maupun milik pemerintah.
2.    dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain ß Jadi tindak pidana ini tidak harus mutlak untuk menguntungkan diri sendiri, namun bisa juga untuk menguntungkan orang lain.
3.     secara melawan hukum ß Melanggar kesepakatan yang berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, jelas suatu perbuatan melawan hukum.
4.    dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan ß Berjanji mengosongkan objek jual-beli ataupun agunan, namun faktanya tidak meski telah mendapat teguran / somasi, membuktikan adanya rangkaian kebohongan ketika mengingatkan diri dalam perjanjian jual-beli ataupun akad kredit. Contoh: penjual atau pemberi jaminan akan menyatakan ia bersedia mengosongkan secara sukarela saat tanggal tertentu atau saat terjadi kredit macet, namun senyatanya tidak, terlebih ketika debitor macet justru menggugat kreditornya sendiri, maka itu adalah bentuk vulgar itikad buruk untuk menipu sejak saat membuat perjanjian kredit maupun jual-beli.
5.    menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang ß Dengan janji untuk menyerahkan/mengosongkan objek jual-beli ataupun objek agunan, maka pembeli ataupun kreditor bersedia memberikan sejumlah dana sesuai kesepakatan. Dana pembelian maupun dana kredit telah diberikan, namun penjual ataupun debitor ingkar janji dengan tidak juga mengosongkan dan justru menguasai fisik objek secara ilegal. “Menyerahkan barang” disini ialah penyerahkan dana, dimana uang kertas termasuk benda berwujud sementara uang elektronik termasuk dalam kategori benda tak berwujud.
… diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Ditinjau dari aspek hukum pidana disamping hak untuk mengajukan gugatan secara perdata untuk mengosongkan ataupun meminta uang paksa (dwangsom), perlindungan hukun terhadap pembeli ataupun pemenang lelang yang beritikad baik adalah dapat melaporkan adanya bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana penipuan sebagaimana dirumuskan Pasal 378 KUHP, dengan alternatif dakwaan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, di mana dasar dan alasan pengajuan laporan tersebut adalah bahwa penjual bermaksud menguntungkan dirinya sendiri dengan cara menipu pembeli agar mau membeli tanah dan menyerahkan uang seharga pembayaran harga pembelian tanah tersebut, ataupun agar kreditor memberikan hutang padanya sementara ia tetap menguasai fisik agunan tanpa mau mengembalikan dana kredit yang dipinjamnya.

KESIMPULAN: Terhadap kasus penjual yang tidak segera mengosongkan objek jual-beli sesuai kesepakatan, maupun terhadap debitor / pemberi jaminan yang tidak segera mengosongkan objek saat terjadi kredit macet, maka terhadap mereka dapat dijerat dengan pasal pidana penipuan. Memang, antara pidana dan perdata sangat tipis perbedaannya. Kuncinya, saat perjanjian dibuat, apakah memang ada niat menipu dari si penjual ataupun debitor/pemberi jaminan. Bila sedari awal memang tidak pernah memiliki niat untuk menyerahkan objek, namun sekadar janji-janji untuk mendapat dana tunai dari pembeli ataupun kreditornya, maka itu bukti sempurna adanya unsur penipuan. Untuk itu, lebih disarankan dalam akta jual-beli maupun akad kredit, hal demikian dipertegas dalam suatu klausul tertentu, semisal pasal dengan diberikan judul “pemberlakuan sanksi pidana”—sehingga dengan demikian menjadi terang dan jelas motif dari sikap mental / batin (mens rea) dari perilaku fisik (actus reus) sang penjual ataupun sang debitor / pemberi jaminan yang tetap menguasai objek tanah/rumah.
REKOMENDASI: Perlu dipertegas dalam akta jual-beli dalam jual-beli biasa, maupun akad kredit bagi kreditor pemegang hak tanggungan, bahwa jika penjual atau pemberi agunan tidak segera mengosongkan objek jual-beli ataupun objek agunan saat di-parate eksekusi, maka hal itu menjadi bukti absolut adanya itikad buruk penjual atau pemberi agunan untuk melakukan penipuan. Dengan dipertegasnya klausul demikian dalam akta kredit maupun akta jual-beli, maka seketika itu juga hukum pidana dapat menjerat penjual yang tidak mau mengosongkan objek jual-beli ataupun pemberi agunan yang tidak segera mengosongkan objek agunan ketika terjadi kredit macet.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.