Peninjauan Kembali Versi Jaksa Penuntut Umum, Versus Peninjauan Kembali Versi Terpidana

LEGAL OPINION
Question: Dalam suatu dakwaan yang kami terima, Mahkamah Agung dalam putusannya atas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa, memvonis hukuman penjara selama 3 tahun penjara. Padahal, MA dalam putusan sebelumnya (putusan kasasi) menjatuhkan vonis hanya 2 tahun penjara. Yang ingin kami pertanyakan, apakah putusan PK yang memberatkan bagi kami tersebut dapat dilakukan suatu keberatan? Apakah putusan PK tersebut menjadi “harga mati” bagi kami?
Answer: Meski Mahkamah Agung lewat SEMA Nomor 7 Tahun 2014 telah membantah putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa terhadap kasus pidana dapat diajukan PK terhadap PK, namun kemudian MA secara “malu-malu” mengakui kebenaran dari putusan MK tersebut—bahwa PK dapat diajukan lebih daripada satu kali. Terhadap putusan PK, hakim agung dilarang menjatuhkan vonis yang lebih berat daripada putusan kasasi. Untuk itu, Anda selaku terpidana dapat mengajukan PK terhadap putusan PK yang sebelumnya diajukan Jaksa Penuntut Umum, tanpa resiko dinyatakan “tidak dapat diterima karena nebis in idem”.
EXPLANATION:
Pasal 266 KItab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
(2) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut: … b. apabila Mahkarnah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
1. putusan bebas;
2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. ß Perhatikan, tertutup bagi Hakim Agung dalam putusan PK yang justru mengabulkan PK dengan amar putusan yang justru menerapkan ketentuan pidana yang lebih berat. Hanya saja, “ketentuan pidana yang lebih berat” sifatnya amat limitatif—sebagai contoh: tak dapat putusan PK menerapkan pasal pembunuhan terhadap perkara yang dalam tingkat kasasi hanya diputuskan sebagai tindak pidana penganiayaan.
(3) Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. ß Inilah pasal yang secara tegas menutup peluang bagi Hakim Agung untuk menjatuhkan sanksi hukuman yang lebih tinggi daripada sanksi hukuman dalam kasasi, banding, maupun putusan Pengadilan Negeri.

Kini, yang menjadi permasalahan utama ialah keberlakuan Pasal 268 Ayat (3) KUHAP: “Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.” ß Ini adalah ayat yang telah dibatalkan/dihapus keberlakuannya oleh Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan Uji Materiil yang diajukan oleh Antazari Azhar.

Bandingkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2014 jo. SEMA Nomor 5 Tahun 2014, yang mengatur sebagai berikut:
Permasalahan: Apakah Majelis Peninjauan Kembali (MA) dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat dari pada penjatuhan pidana oleh judex juris? (bandingkan dengan ketentuan Pasal 266 KUHAP).”
Jawab Pleno Mahkamah Agung: Majelis PK tidak dapat menjatuhkan pidana lebih berat daripada penjatuhan pidana oleh judex juris / judex facti (baik Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Kasasi).

Permasalahan: Apakah terhadap satu perkara diperbolehkan mengajukan Peninjauan Kembali dua kali? (bandingkan dengan ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP).”
“Jawab Pleno Mahkamah Agung: Sudah dijawab pada nomor (2) dengan tambahan bahwa Terpidana yang mengajukan Peninjauan Kembali terhadap Peninjauan Kembali Jaksa/Penuntut Umum diperbolehkan karena Peninjauan Kembali seperti ini bukan Peninjauan Kembali dua kali, demikian juga halnya apabila Terpidana dan JPU mengajukan Peninjauan Kembali secara bersamaan.”

REKOMENDASI: Ajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali terhadap putusan PK yang sebelumnya diajukan Jaksa, dengan alasan adanya kekeliruan penerapan hukum dengan bukti berupa SEMA Nomor 4 Tahun 2014 sebagaimana tersebut diatas.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.