LEGAL OPINION
Question: Apa yang menjadi dasar pembenar bahwa suatu kreditor separatis pemegang jaminan kebendaan seperti hak tanggungan maupun fidusia lebih diutamakan atau lebih didahulukan pembayarannya ketika terjadi kepailitan?
Answer: Dasar filosofinya sangatlah sederhana: karena pemegang hak tanggungan adalah pihak yang telah memiliki “penguasaan atas tanah secara yuridis” jauh sebelum debitornya dinyatakan pailit. Terdapat adagium hukum yang berbunyi: Prior tempore, potior jure. Yang artinya: Earlier in time, stronger in right. Siapa yang terlebih dahulu mengikat, ia yang lebih diutamakan.
EXPLANATION:
Dalam hukum agraria, konsep penguasaan atas tanah terbagi menjadi dua: penguasaan tanah secara fisik dan penguasaan tanah secara yuridis. Pemegang hak tanggungan maupun fidusia, ketika mengucurkan dana kredit dan jaminan kebendaan telah diikat sempurna, maka saat itu juga ia berkedudukan sebagai penguasaan tanah secara secara pseudo/quasi yuridis, bukan pada saat kepailitan terjadi. Inilah hal mendasar yang kurang dipahami oleh para sarjana hukum lainnya dalam praktik.
Perhatikan, “didahulukan pembayarannya” berarti masuk dalam kategori kreditor “preferen” Pasal 1132 KUHPerdata. Sementara itu, kreditor separatis seperti kreditor pemegang hak tanggungan maupun jaminan kebendaan lain seperti jaminan fidusia, bukan termasuk dalam ranah pasal 1132 KUHPerdata, namun ranah Pasal 1134 KUHPerdata sampai Pasal 1135 KUHPerdata—dengan catatan bila kita berbicara dalam konteks hukum kepailitan, maka dikenal tiga jenis konsepsi kreditor: konkuren, preferen, dan separatis.
Karena “separatis” berasal dari asal kata “separated” yang artinya “terpisah”, maka ia tidak masuk dalam budel pailit, namun terpisah, artinya secured creditor. Maka hak buruh sebenarnya secara yuridis dan filosofis hanya masuk dalam ranah hak dalam budel pailit bersama para kreditor konkuren lainnya. Kreditor separatis, karena terpisah dari budel pailit, ia semestinya memiliki hak 100 % atas jaminan kebendaan tersebut.
Mengapa? Ambil konstruksi hukum berikut:
- Jual Beli rumah tahun 2010 à terima uang tunai à objek rumah berpindah tangan.
- Kredit tahun 2010 à terima uang tunai à kredit macet à lelang eksekusi tahun 2015 à objek rumah berpindah tangan.
... Perhatikan, keduanya memiliki konsekuensi akhir yang sama. Namun, dalam kasus kredit macet, sebenarnya berpindahnya penguasaan tanah secara quasi yuridis sudah terjadi sejak tahun 2015 meskipun penguasaan tanah secara fisik kepada pememang lelang eksekusi baru terjadi pada saat kini. Artinya, parate eksekusi membuat penguasaan hak atas tanah menjadi berlaku surut.
Dengan dasar / rasio berpikir demikian, maka sudah sewajarnya bila pemegang jaminan kebendaan masuk dalam kategori “terpisah” dan “teramankan” karena memang sudah jauh sebelum debitor / perusahaan tersebut dinyatakan pailit, sebenarnya dipersepsikan / dianalogikan sama seperti jual-beli rumah biasa yang terjadi pada tahun penandatanganan akad kredit.
…
Perhatikan ketentuan Pasal 1133 KUHPerdata: “Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber (antara lain) pada hak istimewa, pada gadai, dan pada hipotek.” Artinya, Hak Istimewa adalah salah satu jenis hak untuk didahulukan, yang juga dijuluki sebagai “preferen”.
Sementara itu Pasal 1134 KUHPerdata menjelaskan lebih lanjut: “Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya.”
Kini, kita kaitkan ketentuan Pasal 1134 KUHPerdata dan Pasal 1133 KUHPerdata tersebut diatas: benang merahnya, gadai dan hipotik (sejak terbit UU Hak tanggungan dan Fidusia maka termasuk juga didalamnya hak tanggungan dan fidusia) maka dengan penafsiran sistematis, kedua ketentuan tersebut harus dibaca dan diartikan sebagai: “Hak Istimewa memberi hak untuk didahulukan, namun jaminan kebendaan lebih tinggi daripada semua Hak Istimewa.”
Pasal 1135 KUHPerdata: “Antara pihak-pihak kreditur yang mempunyai hak didahulukan, tingkatannya diatur menurut sifat hak didahulukan mereka.
Apa yang dimaksud dengan “sifat hak” didahulukan? Secara filosofis, kreditor pemegang jaminan kebendaan telah melakukan perikatan perdata dengan pemberi jaminan, yakni saat dana kredit diberikan. Jika kredit tidak dapat dipulihkan debitornya, maka sebenarnya proses lelang eksekusi dapat dikatakan berlaku surut terjadi ketika dana kredit dikucurkan, dianalogikan seperti jual-beli rumah/tanah biasa, jauh sebelum kepailitan terjadi.
KESIMPULAN: Jika kreditor pemegang hak tanggungan maupun fidusia menggunakan dasar filosofis ini, maka dapat dipastikan kreditor pemegang jaminan kebendaan benar-benar menjadi kreditor separatis, tanpa dapat diintervensi oleh kurator ataupun oleh kreditor preferen sekalipun. Jika kurator menahan agunan, maka terhadap kurator tersebut dapat diajukan tindak pidana penggelapan oleh kreditor separatis.
PENUTUP: Bahkan, kantor pajak sekalipun tidak dapat mengintervensi hak pemegang jaminan kebendaan. Mengapa? Ambil contoh Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) yang berisi suatu hak separatis yang secara pasti diamankan pelunasan untuk pemegangnya dengan bunyi di dalam SHT sebagai berikut: “…sebagai jaminan bagi perlunasan sebesar …” Dan, yang terpenting, SHT diterbitkan oleh Negara RI cq. BPN/Kementerian Agraria. Maka, tidaklah dapat dibenarkan secara moral dan etika bila negara tidak mengakui SHT yang diterbitkan oleh negara itu sendiri.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.