Uji Materiel terhadap Peraturan Daerah, Prosedur, Tata Cara, dan Ketentuan Hukumnya

LEGAL OPINION
Question: Apakah sebuah peraturan daerah (Perda) dapat diajukan uji materiel oleh sipil/masyarakat agar tidak lagi memiliki daya ikat secara hukum? Bagaimanakah tata cara atau prasyaratnya? Masalah utamanya, jika UU yang menjadi payung hukum tidak secara leterlijk atau tidak secara tegas menyatakan bahwa suatu larangan sementara suatu Perda tersebut membolehkan, apakah mustahil berhasil dalam mengajukan uji materiel terhadap Perda tersebut?
Answer: Perda dapat diajukan uji-materiel (judicial review, Toetsingrecht) kepada Mahkamah Agung. Penjelasan Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung: “Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali, mengikuti, dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Hukum lebih luas ketimbang apa yang tertuang dalam ketentuan tertulis, terutama hukum yang hidup di tengah masyarakat sebagai suatu living law.
EXPLANATION:
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (UU MA):
(1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
(2) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
(3) Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung. ß (Note SHIETRA & PARTNERS: perhatikan ketentuan tersebut memungkinkan metode uji materiel yang disatukan dalam memori kasasi atau secara tunggal terpisah dalam permohonan uji materiel langsung kepada MA.)
(4) Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal 31 A UU MA:
(1) Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau
c. badan hukum publik atau badan hukum privat.
(3) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan alamat pemohon;
b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan menguraikan dengan jelas bahwa:
1. materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
2. pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; dan
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
(4) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
(5) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.
(6) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(7) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(8) Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus dimuat dalam Berita Negara atau Berita Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
(9) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
(10) Ketentuan mengenai tata cara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung."
Sementara susunan hierarki peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
a.     UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
b.    Peraturan Pemerintah;
c.     Peraturan Presiden;
d.    Peraturan Daerah Provinsi; dan
e.     Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Lebih jauh, hak uji materiel ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiel.
PERMA Nomor 1 Tahun 2011 telah meniadakan ketentuan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2004 yang mengatur bahwa permohonan uji materiel diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak ditetapkan peraturan perundang-undangan yang diajukan keberatan tersebut.
PERMA Nomor 1 Tahun 2011 menyebutkan, bahwa penentuan tenggat waktu pengajuan permohonan keberatan hak uji materiel adalah tidak tepat diterapkan bagi suatu aturan yang bersifat umum (regellend)—artinya pembatasan tersebut masih relevan untuk kasus beschicking, alias keputusan aparatur negara yang bersifat khusus dan spesifik.
PERMA Nomor 1 Tahun 2011 selain telah mencabut ketentuan limitatif tersebut, namun juga dengan hati-hati mengingatkan, secara kasuistis harus dipertimbangkan kasus demi kasus tentang hak yang telah diperoleh para pihak-pihak yang terkait sebagai bentuk perlindungan hukum bagi mereka.
Pencabutan / penghapusan tenggat waktu 180 hari tersebut telah diberlakukan dalam berbagai putusan MA, antara lain:
-        Putusan Hak Uji Materiil No.25 P/HUM/2006 tanggal 30 Agustus 2006;
-        Putusan Hak Uji Materiil No. 41 P/HUM/2006 tanggal 21 Nopember 2006;
-        Putusan Hak Uji Materiiel No. 37 P/HUM/2008 tanggal 18 Maret 2009;
-        Putusan Hak Uji Materiel No. 03 P/HUM/2011 tanggal 25 April 2011.
Sebagai hasilnya, PERMA No.1 Tahun 2011 telah mencabut PERMA No.1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiel.

Secara garis besar, PERMA No.1 Tahun 2011 mengatur sebagai berikut:
1.    Hak Uji Materiil adalah hak Mahkamah Agung (Note Penulis: sebetulnya hak seluruh warga negara RI, bukan hak MA, karena Uji Materiel ini adalah amanah UUD 1945, dimana kewenangannya membatalkan peraturan dibawah undang-unadng barulah di tangan Mahkamah Agung. Buktinya, MA RI tidak berhak membatalkan suatu peraturan tanpa adanya permohonan dari warga negara) untuk menilai materi muatan Peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang terhadap Peraturan Perundang-undangan tingkat lebih tinggi. ß Perhatikan, itu berarti PERDA Kabupaten/Kota dapat diuji materiil dengan alasan bertentangan dengan PERDA Provinsi. Uji materiel di MA tidak dibatasi uji materiel PERDA terhadap UU, bisa dibenturkan antara PERDA vs. Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden.
2.    Permohonan Keberatan adalah suatu permohonan yang berisi keberatan terhadap berlakunya suatu Peraturan Perundang-undangan yang diduga bertentangan dengan suatu Peraturan Perundang-undangan tingkat lebih tinggi yang diajukan ke MA untuk mendapat putusan.
3.    Pemohon Keberatan, adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada MA atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang.
4.    Termohon, ialah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan.
5.    Permohonan Keberatan (uji materiil), diajukan kepada Mahkamah Agung dengan cara:
a.     Langsung ke Mahkamah Agung dengan mendaftarkannya di Kepaniteraan Mahkamah Agung, atau
b.    Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan Pemohon, di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dimana Panitera PN akan mengirimkan permohonan keberatan kepada MA pada hari berikut setelah pendaftaran.
6.    Permohonan Keberatan diajukan terhadap suatu Peraturan perundang-undangan yang diduga bertentangan dengan suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.
7.    Permohonan Keberatan dibuat rangkap sesuai keperluan dengan menyebutkan secara jelas alasan-alasan sebagai dasar keberatan dan wajib ditanda-tangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah.
8.    Termohon wajib menyerahkan jawaban atas keberatan tersebut kepada Panitera Mahkamah Agung dalam waktu 14 hari sejak diterima salinan permohonan keberatan tersebut.
9.    Majelis MA memeriksa dan memutus permohonan keberatan tentang Hak Uji materiil tersebut dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku bagi perkara permohonan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
10. Bila MA berpendapat bahwa permohonan keberatan itu beralasan, karena peraturan perundang-undangan tersebut bertentangan dengan UU atau Peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi, MA mengabulkan permohonan keberatan tersebut.
11. MA dalam putusannya menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dimohonkan keberatan tersebut sebagai tidak sah atau tidak berlaku bagi umum, serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera pencabutannya.
12. Bila MA berpendapat bahwa permohonan keberatan itu tidak beralasan, MA menolak permohonan keberatan tersebut.
13. Pemberitahuan isi putusan MA terhadap permohonan keberatan disampaikan dengan menyerahkan atau mengirimkan salinan putusan MA dengan surat tercatat kepada para pihak dan dalam hal diajukan melalui PN setempat, penyerahan atau pengiriman salinan putusan MA disampaikan juga kepada PN yang mengirim.
14. Panitera MA mencantumkan petikan putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara.
15.Dalam hal 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan MA tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.
16.Terhadap putusan uji materiil ini, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali.
Uji Materiil terhadap Perda yang diajukan kepada MA telah pernah dilakukan terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor No. 12 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dalam nomor register 39 P/HUM/2011 tanggal 22 Desember 2011, dimana 5 orang WNI selaku pemohon uji materiil melawan Walikota Bogor, diputus oleh Majelis dengan susunan tiga orang Hakim Agung.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.