Perjanjian dengan Syarat Batal, Pasal 1266 adalah Ketentuan Tertutup yang Tidak dapat Disimpangi secara Mutlak, Namun Limitatif

LEGAL OPINION
PERJANJIAN DENGAN SYARAT BATAL, ANTARA KETENTUAN YURIDIS DAN PRAKTIK YANG SALAH KAPRAH
Question: Kami adalah perusahaan rental dan leasing kendaraan serta mesin. Dalam menghadapi tender maupun para calon pengguna jasa / barang, seringkali posisi hukum kami lemah ketika harus menandatangani klausul-klausul di dalam kontrak perjanjian. Salah satu hal yang cukup menakutkan pihak kami, adalah ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata yang dinyatakan disimpangi oleh para pihak. Dalam beberapa kasus, hal itu sangat merugikan kami, karena dengan adanya pembatalan tanpa suatu putusan pengadilan, barang yang kami sewa-beli atau rentalkan kemudian dikembalikan dan dalam kondisi yang tidak lagi dapat dikatakan sebagai barang baru untuk dapat kami jual kembali. Hal tersebut dengan nyata-nyata merugikan kami. Namun, dikarenakan pihak kami telah menandatangani kesepakatan bahwa Pasal 1266 KUHPerdata maupun Pasal 1267 KUHPerdata disimpangi oleh para pihak, sehingga keberlakuan kedua pasal tersebut tidak mengikat, apakah posisi hukum kami memang demikian lemah dan tidak berdaya? Adakah langkah hukum yang tersedia guna menghadapi hal tersebut?
Answer: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bersifat open system, artinya dapat disimpangi sesuai kesepakatan para pihak, merujuk pada asas pacta sunt servanda Pasal 1338 KUHPerdata. Akan tetapi, pada faktanya KUHPerdata tidak murni bersifat open system, terdapat hal-hal tertentu yang tidak dapat disimpangi sekalipun tertuang dalam perjanjian sebagai kesepakatan para pihak. Kesepakatan untuk menyimpangi suatu ketentuan hukum, dibatasi oleh keberlakuan Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa kesepakatan tidak dapat bertentangan dengan kepatutan maupun undang-undang. Biasanya, sebuah kontrak baku perjanjian kerja-sama mencantumkan klausul yang berbunyi bahwa jika terdapat ketentuan dalam perjanjian tersebut yang bertentangan dengan hukum positif, maka hal tersebut tidak mengurangi keberlakuan mengikat ketentuan lainnya. Karena Pasal 1266 KUHPerdata tidak dapat disimpangi, artinya kontrak tersebut tetap berlaku, hanya saja kausul kontrak yang mengatur tentang penyimpangan Pasal 1266 KUHPerdata dianggap gugur dan tak pernah disepakati. Singkat kata, Anda boleh mengajukan gugatan wanprestasi pada pihak rekanan Anda, dengan menyatakan bahwa pihak rekanan Anda telah wanprestasi, karena pembatalan suatu perjanjian tidak akan pernah bisa dilakukan tanpa suatu putusan pengadilan. Suatu benda produktif ataupun konsumtif, memiliki tingkat amortasi, tingkat amortasi inilah yang tidak dapat diputuskan secara sepihak oleh salah satu pihak, itulah sebabnya Pasal 1266 KUHPerdata mensyaratkan peran hakim untuk memutuskan, berapakah nilai amortasi yang akan dibebani pada salah satu pihak sehingga tidak merugikan pihak lainnya.
EXPLANATION:
Pasal 1265 KUHPerdata: “Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.”
Pasal 1266 KUHPerdata: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal-balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka-waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dari satu bulan.” ß Perhatikan klausa yang digarisbawahi, frasa “harus” bersifat imperatif, bukan fakultatif.
Pasal 1267 KUHPerdata: “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih: memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.” ß Artinya, ada dua hal yang dapat Anda mintakan pada hakim dalam gugatan Anda terhadap pihak rekanan yang membatalkan secara sepihak, untuk melanjutkan perjanjian atau untuk membatalkannya namun dengan memberikan sejumlah nilai ganti-rugi bagi pihak Anda.
KESIMPULAN: Pasal 1266 KUHPerdata maupun Pasal 1267 KUHPerdata hanya dapat disimpangi dalam perjanjian, sepanjang belum pernah ada tindakan apapun yang dilakukan oleh para pihak. Perikatan dalam hukum perdata di bagi menjadi 3 kategori: untuk melakukan sesuatu, untuk menyerahkan sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu. Jika para pihak belum pernah melakukan ataupun menyerahkan sesuatu, maka salah satu atau para pihak dapat membatalkan perjanjian secara sepihak dengan membuat surat penyataan batal sepanjang memang telah disepakati dalam perjanjian. Dengan kata lain, sekalipun dalam perjanjian telah disepakati para pihak untuk menyimpangi ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata maupun Pasal 1267 KUHPerdata, namun klausul penyimpangan tersebut gugur demi hukum secara sendirinya ketika salah satu pihak telah melakukan suatu aksi/tindakan nyata dalam rangka pelaksanaan kontrak. Meski demikian, SHIETRA & PARTNERS berpandangan bahwa yang berhak menyimpangi ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata dan membatalkan kontrak secara sepihak tanpa perantara peradilan ialah pihak yang secara nyata-nyata menderita kerugian akibat itikad buruk ataupun wanprestasi pihak lawan dalam kontrak. Sementara itu pihak yang beritikad tidak baik, dan yang hanya bermaksud untuk ingkar janji, tidak berhak membatalkan kontrak secara sepihak dengan dalil Pasal 1266 KUHPerdata telah sepakat untuk disimpangi dalam kontrak. Konstruksi hukum ini merujuk pada Pasal 1337 KUHPerdata bahwa perikatan dijalankan secara patut.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.