Kepailitan, Tidak Selamanya Ketentuan Minimum Dua Kreditor menjadi Prasyarat Mutlak bila Terdapat Itikad Tidak Baik Termohon Pailit

LEGAL OPINION
Question: Perusahaan kami mengajukan permohonan pailit kepada debitor kami, karena memang terdapat dua kreditor atas debitor yang sama. Di tengah proses persidangan, debitor tersebut kemudian melunasi seluruh hutang kreditor lainnya sehingga hanya tersisa perusahaan kami semata yang menjadi kreditor atas debitor yang bersangkutan. Pertanyaan kami, apakah tertutup kemungkinan bagi Pengadilan Niaga untuk tetap menetapkan “pailit” terhadap debitor tersebut mengingat berkas permohonan telah dimasukkan kepada panitera Pengadilan? Sekedar gambaran, piutang kami telah jatuh tempo sebelum permohonan pailit terhadap debitor tersebut kami ajukan.
Answer: Menurut Mahkamah Agung dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pedoman Hakim, disebutkan atas permasalahan demikian, maka putusannya ialah: “Tidak memenuhi syarat Pasal 2 Ayat (1) UU No.37 Tahun 2004.” Akan tetapi jawaban MA demikian cukup gegabah untuk melihat sifat kasuistis suatu perkara seperti permasalahan dengan duduk perkara yang disebutkan diatas. Penulis secara pribadi berpendirian dan memiliki Opini Hukum tegas dan jelas: jika debitor melunasi sehingga hanya tersisa satu kreditor, maka permohonan pailit akan ditolak oleh Pengadilan Niaga selama kreditor yang dilunasi debitor tersebut adalah kreditor pemohon pailit. Contoh: Kreditor A dan Kreditor B memiliki piutang yang sama besar, namun hanya Kreditor A yang mengajukan permohonan pailit terhadap debitornya, namun kemudian debitor justru hanya melunasi hutang pada Kreditor B, maka dengan itikad “yang dipertanyakan” demikian, hakim Pengadilan Niaga wajib untuk tetap memutus “pailit” atas termohon pailit meski secara aktual saat dibacakan penetapan pailit, status debitor tidak lagi memenuhi kriteria pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan—dengan catatan pihak Pemohon Pailit dipanggil untuk didengar keterangannya apakah piutangnya telah dilunasi ataukah belum, dan pembuktian bahwa pada saat diajukannya permohonan memang terdapat dua kreditor atas debitor yang sama dan kreditor Pemohon Pailit memang memiliki piutang yang telah jatuh tempo terhadap Termohon Pailit.
EXPLANATION:
Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan): “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Penjelasan Resmi Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan: “Yang dimaksud dengan "Kreditor" dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi kreditor maka masing-masing Kreditor adalah Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2. Yang dimaksud dengan "utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih" adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.”
Jika pandangan hukum MA diikuti secara imperatif, maka akan sangat memakan sumber daya Pemohon Pailit, karena sewaktu-waktu pihak debitor (alias Termohon Pailit) dapat saja menggunakan itikad buruk untuk mempermainkan Pemohon Pailit dengan cara melunasi beberapa hutang hingga tersisa satu kreditor—yang kebetulan dalam kasus ini ialah kreditor Pemohon Pailit.
Bagaimanapun, ketika permohonan pailit diajukan ke hadapan pengadilan niaga, fakta aktual cukup sampai pada saat hari dimasukkannya berkas permohonan pailit, bukan setelah itu, demi asas kepastian umum. Logika hukumnya sederhana, bila pemohon pailit selaku kreditor yang dilunasi hutangnya saat itu pula, maka untuk apa ia tetap mengajukan pailit? Alih-alih pemohon pailit tidak telah dilunasi seluruh piutangnya oleh debitor, justru debitor tersebut melunasi hutang kreditor lain. Itikad tidak baik demikian patut dan sewajarnya mendapat ganjaran sanksi oleh pengadilan niaga.

Sebenarnya isu utama yang patut diangkat oleh Mahkamah Agung RI, ialah permasalahan dalam realita dimana bisa jadi kedua kreditor bernaung pada satu grub usaha, maka apakah termasuk dalam kategori "dua kreditor" ataukah dihitung sebagai "satu kreditor" oleh sebab pengendalian grub usaha hanya dipegang oleh satu pihak?
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.