Gugatan dan Perlawanan, Dua Spesies dari Genus yang Sama, Upaya Hukum Perdata

LEGAL OPINION
Question: Apakah yang membedakan antara gugatan dan perlawanan? Kapan harus mengajukan "perlawanan" dan kapan harus mengajukan "gugatan"? Jika terjadi eksekusi terhadap barang milik saya yang melebihi luas tanah yang semestinya dieksekusi, atau dalam kasus seperti salah mengeksekusi barang milik pihak lain, maka upaya hukum apakah yang tepat? Atau dalam contoh kasus sebaliknya, saya selaku pemegang hak tanggungan perorangan, atas objek yang telah saya ikat hak tanggungan ternyata diajukan sita jaminan oleh pihak ketiga, maka apakah langkah upaya hukum yang dapat saya tempuh?
Answer: Antara “Gugatan” dan “Perlawanan” merupakan suatu upaya hukum perdata, hanya saja “Perlawanan” (verzet) hanya dapat digunakan untuk kasus yang spesifik dibanding sifat “Gugatan” yang umum dan general. Karakteristik “Perlawanan” lebih spesifik dan lebih terfokus untuk suatu hal tertentu. Dengan kata lain, “Perlawanan” bersifat lebih kasuistis sesuai karakteristik suatu perkara perdata. Contoh, untuk kasus seperti keliru dilakukan eksekusi perdata oleh pengadilan, atau eksekusi melebihi objek yang semestinya dieksekusi, maka upaya hukum yang dibenarkan ialah “perlawanan” (verzet). Sebaliknya, bila Anda adalah pemegang hak tanggungan, maka atas objek hak tanggungan tidak dapat dibebankan sita jaminan—sayangnya, dalam praktik hal ini kadangkala dilanggar oleh pengadilan yang tetap meletakkan sita jaminan diatas objek yang telah diikat sempurna hak tanggungan; sehingga dengan sangat terpaksa Anda harus mengajukan “Perlawanan” dengan berpijak pada sifat hak tanggungan yang mengandung asas publisitas sehingga mengikat pihak ketiga guna membatalkan sita jaminan tersebut. Hal terpenting dari "Perlawanan" ialah, bila Perlawanan tersebut dikabulkan pengadilan maka ia mampu mengamputasi kekuatan putusan pengadilan yang sekalipun telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Itulah keistimewaan utama "Perlawanan", yang acapkali juga disalah gunakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
EXPLANATION:
Sebagai perbandingan, dapat dirujuk Putusan PN Surakarta No. 204/Pdt.Plw./2010/PN.Ska, tanggal 11 Juli 2011, yang dalam putusannya menyebutkan bahwa pengajuan Perlawanan oleh pihak ketiga (derden verzet) harus dilakukan sebelum executorial (perjanjian lelang) dilaksanakan. Kalau Pelawan hendak mengajukan upaya hukum, setelah ececutorial verkoop dilaksanakan, maka upaya yang harus dilaksanakan adalah mengajukan gugat biasa dan bukan gugat perlawanan (vide Putusan MA RI tanggal 31-8-1977 No. 697/K/Sip/1974).
’Sesuai dengan tata tertib beracara, formalitas pengajuan darden verzet terhadap eksekusi harus diajukan sebelum excecutorial verkoop dilaksanakan.’
Hal ini selaras pula dengan Putusan MA RI tanggal 24 Januari 1980 No.393K/Sip/1975 jo. Putusan MA RI tanggal 15 April 1981 No.1282 K/Sip/1979: “Oleh karena saat ini objek eksekusi telah beralih hak kepemilikannya kepada Pemenang Lelang yang mana akan dilakukan pengosongan, maka berdasarkan uraian serta bukti-bukti diatas, Perlawanan dari Pelawan telah terlambat (tardif);”
Pasal 195 Ayat (6) HIR maupun Pasal 378 Rv telah menentukan secara limitatif upaya hukum perlawanan yang dapat dilakukan, yakni: perlawanan terhadap penyitaan, melawan ekskusi putusan pengadilan, melawan eksekusi grosse akta 224 HIR, melawan eksekusi perdamaian 130 HIR.
Pasal 195 Ayat (6) HIR: “Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu.” ß Inilah yang disebut sebagai perlawanan pihak ketiga (derden verzet).
Penyitaan juga boleh dilakukan terhadap barang-barang dan sebagainya itu milik pihak yang kalah, akan tetapi berada di tangan pihak ketiga. Dalam hal ini satu salinan "exploit" penyitaan diberikan kepada pihak ke tiga itu, dan pihak ketiga ini berhak untuk mengajukan perlawanan terhadap penyitaan itu. Perlawanan ini diperiksa dan diputus menurut cara yang lazim oleh Pengadilan Negeri.
Setelah penyitaan itu kemudian menyusul penjualan barang-barang yang disita dengan pertolongan kantor lelang atau oleh Panitera sendiri yang menyita. Terhadap penyitaan dan penjualan ini yang disita dapat memajukan perlawanan, kalau ada alasan-alasan tertentu, seperti misalnya ia ternyata telah membayar atau memenuhi keputusan hakim itu.
Perlawanan ini diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri menurut cara biasa, akan tetapi hal ini tidak menghalangi eksekusi putusan, kecuali kalau hakim memerintahkan untuk menundanya sambil menunggu keputusan tentang perlawanan itu (pasal 207 HIR, alias partij verzet).
Terdapat pula “Perlawanan” terhadap putusan verstek (suatu putusan pengadilan tanpa hadirnya salah satu pihak dalam proses pemeriksaan di persidangan meski telah dipanggil secara patut dan layak). Jika atas putusan verstek tidak diajukan perlawanan maupun upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi, maka otomatis putusan verstek menjadi inkracht.
Jika Anda memiliki tanah yang dieksekusi melebihi tanah Anda yang semestinya dieksekusi, maka upaya hukum yang dapat Anda lakukan adalah “Perlawanan” (partij verzet).
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 menyebutkan: “Bagi Pemegang Hak Tanggungan tidak perlu mengajukan derden verzet/perlawanan karena obyek Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan Sita Eksekusi kecuali Sita Persamaan, karena itu tidak mungkin dilakukan lelang eksekusi.”
Ciri-ciri hak tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (UU HT): “memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Penjelasan Pasal 13 Ayat (1) UU HT: “Salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas publisitas. Oleh karena itu didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga.”
Penjelasan Pasal 13 Ayat (5) UU HT: “Dengan dibuatnya buku tanah Hak Tanggungan, asas publisitas terpenuhi dan Hak Tanggungan itu mengikat juga pihak ketiga.”
Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) butir (a) UU HT: “Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum angka 5, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah: hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas).
NOTE: Satu hal penting yang hendak penulis sampaikan, hati-hati atas nasehat hukum menyesatkan dari beberapa sarjana hukum/lawyer/pengacara yang menyatakan bahwa atas perkara gugatan Anda yang telah diputus inkracht (berkekuatan hukum tetap) dapat di-“akali” dengan melakukan (gugat)-Perlawanan. Hal demikian adalah menyia-nyiakan waktu, energi, biaya, dan sumber daya pengadilan, karena meski antara “Gugatan” dan “Perlawanan” adalah dua spesies dari genus yang sama, namun “Gugatan” yang telah inkracht tidak dapat disidangkan ulang dengan melakukan “Perlawanan”, kecuali bila memang terdapat hak-hak Anda yang terlanggar sebagaimana contoh-contoh dalam uraian sebelumnya diatas.


KESIMPULAN: SEMA No. 4 Tahun 2014 telah mengatur dengan bunyi sebagai berikut:
“UPAYA HUKUM TERLELANG. Dalam hal pemilik barang yang dilelang tidak mau menyerahkan barangnya secara sukarela kepada pemenang lelang dan pemenang lelang mengajukan permohonan eksekusi (pengosongan) kepada Ketua Pengadilan.”
Dalam hal proses eksekusi pengosongan belum selesai, upaya hukum yang diajukan oleh pihak terlelang adalah perlawanan. Sedangkan dalam hal proses eksekusi pengosongan sudah selesai upaya hukumnya adalah dengan mengajukan gugatan.”

Dengan kata lain, gugatan tidak dapat dilakukan guna melawan eksekusi pengosongan, namun upaya hukum yang dapat dilakukan hanyalah Perlawanan (verzet).
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.