LEGAL OPINION
Permasalahan: Banyak kita temui putusan bebas atas seorang terdakwa dari tuntutan jaksa di tingkat Pengadilan Negeri (PN). Putusan bebas tersebut dalam kasus tertentu bisa jadi merupakan putusan yang melenceng dari kaidah hukum. Apakah Mahkamah Agung akan menolak kasasi yang dimohonkan oleh jaksa penuntut umum?
Isu Hukum: Kini Mahkamah Konstitusi RI telah membuat putusan, setiap putusan bebas dalam pemidanaan, baik itu putusan bebas murni maupun tidak murni, dapat diajukan permohonan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanpa resiko diputus: “Menyatakan Tidak Dapat Menerima (N-O)…”.
EXPLANATION:
STUDI KASUS PERKARA PIDANA No. 687 K/Pid.Sus/2007 tanggal 13 Maret 2008.
RESUME:
Terdakwa didakwa dengan tuduhan telah melanggar hak cipta dengan memperdagangkan produk yang telah didaftarkan ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual oleh pemegang merek multinasional.
Terdakwa menjual produk secara ilegal, sehingga distributor resmi pemegang merek menderita kerugian.
Namun, putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 2012/Pid.B./2006/PN.Sby tanggal 19 Desember 2006 memutuskan sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa LAUW RANDY tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam ke satu maupun ke dua;
2. Membebaskan terdakwa tersebut oleh karenanya dari segala Dakwaan;
3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
Untuk itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi atas putusan bebas demikian.
Disayangkan, Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukum putusan kasasinya, menimbang bahwa sesuai yurisprudensi yang sudah ada apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu merupakan pembebasan yang murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) tersebut, permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Lebih jauh Mahkamah Agung menimbang:
“Menimbang, bahwa sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas kewenangannya ( eskipun hal ini tidak diajukan sebagai alasan kasasi), Mahkamah Agung atas dasar pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut.”
Hingga kini penulis secara pribadi menilai betapa tidak jelasnya kriteria / parameter pembebasan "murni" dan pembebasan "tidak murni", sehingga membuka peluang / celah hukum untuk melakukan keganjilan demi keganjilan.
Sehingga Mahkamah Agung kemudian menyatakan:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat bahwa ternyata Pemohon Kasasi tidak dapat membuktikan bahwa putusan tersebut adalah merupakan pembebasan yang tidak murni, karena Pemohon Kasasi tidak dapat mengajukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan mengenai dimana letak sifat tidak murni dari putusan bebas tersebut.”
“Menimbang, bahwa karena permohonan kasasi Jaksa/Penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima dan Terdakwa tetap dibebaskan, maka biaya perkara dibebankan kepada Negara ;”
Sementara Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) yang didalam butir ke-19 TPP KUHAP menerangkan, “Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; tetapi bersadarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi.”
Atas kericuhan hukum ini, dan konstruksi hukum diseputarnya, atas, maka atas Pasal 244 KUHAP yang berbunyi: “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”—oleh Mahkamah Konstitusi kemudian dilakukan diuji-materiel.
Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya dalam register perkara Nomor 114/PUU-X/2012 di tahun 2013, menyatakan:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
1.1 Menyatakan frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2 Menyatakan frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
Sekalipun telah diputuskan demikian oleh Mahkamah Konstitusi, tetaplah Hakim Agung yang akan memutus kasasi yang dimohonkan.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.