Menggugat Tetangga yang Berisik, Polusi Suara adalah Perbuatan Melawan Hukum, Merampas Hak Warga untuk Hidup secara Tenang

LEGAL OPINON
POLUSI SUARA TERMASUK PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DAPAT DIGUGAT
PERBUATAN MELAWAN HUKUM VS. PERBUATAN MELAWAN UNDANG-UNDANG
Question: Apakah untuk dapat mengajukan gugatan, hanya dapat dilakukan bila tergugat melanggar undang-undang? Bagaimana bila perbuatan buruk tergugat belum diatur dalam undang-undang? Bagaimana dengan seseorang tetangga yang suka melakukan polusi suara alias berisik dengan menjadikan rumah tinggal (daerah pemukiman) kami sebagai pabrik konveksi dengan mesin jahit yang berisik 24 jam atau pabrik furniture dengan bunyi mesin pemotong triplek yang sangat berisik?
Answer: Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum, memungkinkan seseorang untuk menggugat pelaku pelanggar hukum (lebih luas dari sekadar melanggar undang-undang, karena termasuk di dalamnya melanggar kepatutan, kesusilaan, kebiasaan, serta pelanggaran terhadap moralitas), meskipun belum ada ketentuan hukum yang mengatur perilaku tersebut, asalkan memang terdapat pelaku, kerugian pada korban, kesalahan pada pelaku, dan hubungan kausalitas antara perbuatan pelaku dan kerugian yang ditimbulkannya. Berbeda dalam ranah pidana, bila seseorang pelaku kejahatan, atas perbuatannya tersebut dinyatakan jahat secara moral, namun tidak secara undang-undang, tetaplah ia dibebaskan dari dakwaan. Bahkan, sebagai bentuk kolotnya hukum pidana Indonesia, sekalipun telah dilarang undang-undang, namun bila belum terdapat sanksi pidana atas jenis pelanggaran tersebut, tiada sanksi pidana seperti penjara ataupun denda yang dapat dijatuhkan pada dirinya. Kelemahan hukum pidana inilah yang banyak disalahgunakan, dengan berkelit pada celah hukum ini: “belum ada sanksi pidananya meskipun dilarang.” Pembuat polusi udara termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum yang dapat digugat secara perdata untuk membayar sejumlah ganti rugi yang diderita oleh korban—namun secara pidana, agar diragukan dapat ditindak mengingat pasal pidana mengenai “perbuatan tidak menyenangkan” telah diamputasi separuh isi pasalnya oleh Mahkamah Konstitusi.
EXPLANATION:
Sebelum tahun 1919, praktik pengadilan memandang “ perbuatan melawan hukum” (onrechtmatigedaad bila pelakunya subjek hukum sipil sementara onrechtmatige overheidsdaad bila pelakunya adalah subjek hukum aparatur negara, meskipun sayangnya Undang-undang terbaru PTUN kini telah menghapus terminologi tersebut) hanya sebagai pelanggaran dari pasal-pasal hukum tertulis semata-mata (pelanggaran terhadap ketentuan hukum tertulis).
Dalam Waterleiding Arrest, dikisahkan jauh di Belanda, seseorang pemilik toko sepatu yang tinggal dibagian dasar apartemen mengalami kerugian akibat penghuni lain di lantai atas tidak segera menutup katub pipa air yang bocor sehingga menggenangi dan merendam gudang penyimpanan sepatu penghuni di bawahnya. Pemilik sepatu yang mengalami kerugian menggugat penghuni lantai atas tersebut, namun oleh pengadilan dinyatakan bahwa gugatan tersebut ditolak, dengan alasan tidak / belum diatur oleh undang-undang yang menyatakan bahwa perbuatan semacam itu dilarang atau merupakan perbuatan melawan hukum.
Senyatanya, sebanyak apapun usaha untuk mengatur hubungan diantara masyarakat, seperti telah diupayakan oleh kaum romawi di zaman lampau, upaya untuk membuat hukum yang lengkap adalah mustahil, oleh sebab sebagaimana pepatah dalam ilmu hukum berbunyi: “het recht hinkt achter de feiten aan” yang artinya hukum selalu berjalan tertatih-tatih, ketinggalan dengan peristiwa yang diaturnya. Peristiwa atau kepentingan manusia sudah berkembang jauh, tetapi hukumnya masih itu juga, rigid serta kaku.
Namun, sejak tahun 1919 terdapat sebuah landmark decision oleh Mahkamah Agung di Negeri Belanda yang bernama Hoge Raad. Berbagai putusan Hoge Raad sering menjadi rujukan bagi hakim di Indonesia, oleh sebab kiblat KUHP dan KUHPerdata Indonesia memang masih memakai produk antik peninggalan Nederland (kolonial Belanda) yang di Negeri Kincir Angin itu sendiri sudah tidak dipakai.
Dalam Lindenbaum Cohen Arrest tahun 1919, salah seorang karyawan percetakan telah membocorkan rahasia perusahaan pada perusahaan saingan, sehingga menimbulkan kerugian menurunnya omzet perusahaan. Perusahaan kemudian menggugat ganti rugi pada karyawan dimaksud, sehingga kemudian diputuskan hakim pengadilan negeri di Belanda, bahwa gugatan ditolak karena perbuatan melawan hukum (PMH) semacam itu belum diatur di dalam ketentuan hukum tertulis, namun kemudian putusan tersebut dikoreksi oleh Hoge Raad, yang mengabulkan gugatan perusahaan, menghukum ganti rugi dan menyatakan bersalah karyawan yang digugat. Hakim agung di Belanda telah mengartikan pengertian “melawan hukum” bukan hanya pelanggaran perundang-undangan tertulis semata-mata, melainkan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau  kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat. Sehingga perbuatan melawan hukum kini diartikan lebih luas dari pelanggaran terhadap ketentuan tertulis, yaitu sebagaimana tafsiran progresif atas ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan barangsiapa membuat kerugian pada pihak lain, pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang telah dirugikannnya. Itulah sebabnya, mengapa pasal tersebut kini begitu penting dan krusial dalam hukum perdata.
Pengertian luas dari perbuatan melawan hukum (PMH), kini diartikan sebagai perbuatan yang: bertentangan dengan undang-undang, serta perbuatan yang bertentangan dengan hak subjektif pihak lain, bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik. Sehingga definisi PMH (dalam perdata) saat ini diartikan secara luas, yakni mencakup salah satu dari kriteria perbuatan tersebut diatas.
Dalam Arrest “cerobong asap”, Hoge Raad kembali membuat putusan fenomenal yang termasyur, dimana tindakan tetangga yang dengan sengaja tanpa alasan patut membangun cerobong asap yang ternyata tidak memiliki fungsi sebagai cerobong asap, namun dibangun dengan maksud hanya untuk menghalangi pemandangan dari jendela tetangga, adalah termasuk perbuatan melawan hukum yang dapat digugat ganti rugi maupun pembongkaran oleh tetangganya.
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain (inbreuk op eens anders recht) tidaklah terkecuali. Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang diakui oleh hukum, antara lain: Hak-hak pribadi (personalijkheidsrechten), Hak-hak kekayaan (vermogensrecht), Hak atas Kebebasan, Hak atas Kehormatan dan Nama Baik. Bahkan terdapat pengaturan dalam KUHPerdata, dimana fitnah yang tidak terbukti, dapat digugat secara perdata (terlebih bila dilampiri putusan pidana yang menyatakan perbuatan tergugat masuk dalam kategori fitnah).
Putusan Mahkamah Agung Belanda, Hoge Raad, tentang perbuatan melawan hukum yang menyangkut dengan perbuatan yang melanggar hak orang lain dalam putusannya tertanggal 10 Maret 1972 memberikan rambu-rambu: mempertimbangkan sifat dan tempat perbuatan tersebut, besarnya kerugian yang diderita, tidak ada alasan pemaaf. Hoge Raad memutus bahwa pihak tergugat telah melanggar hak milik orang lain, sehingga karenanya merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Putusan tersebut merupakan salah satu putusan dibidang tindakan gangguan atau merusak lingkungan, termasuk masalah suara bising yang umumnya menganggap tindakan gangguan atau merusak lingkungan seperti itu sebagai suatu perbuatan melawan hukum, karena tindakan tersebut menyebabkan pihak lain berkurang kenikmatan atas ketenteraman yang menjadi hak dasar / hak konstitusionalnya.
Singkat kata, dalam konteks hukum perdata, perbuatan melawan hukum saat ini dikenal dengan sebuat perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), bukan perbuatan melawan undang-undang (onwetmatige daad). Kuncinya, bagaimana cara penggugat membuktikan adanya kerugian pada dirinya, baik secara materiel maupun secara immateriel (seperti tergganggunya ketentraman akibat polusi suara), antara pelaku dan hubungan perbuatan pelaku dan kerugian yang Anda derita, dan unsur kesalahan pada pelaku, maka rumusan kualifikasi PMH dalam perdata terpenuhi, dan Anda dapat menggugat PMH terhadap pelaku, dengan berpegang cukup pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata serta merujuk pada berbagai arrest di Negeri Belanda, maka Anda dapat dimenangkan oleh pengadilan.
Sayangnya, acapkali hukum kalah oleh politik mereka yang memegang kekuasaan karena kedudukan atau karena status ekonomi. Indonesia belum semaju Negeri Belanda dalam hal moralitas dan intelektual, meski masyarakatnya mengaku sangat beriman dan rajin beribadah lengkap dengan atribut keagamaan mereka. Yakni, kurangnya kesadaran akan toleransi serta kebebasan beragama serta hak hidup tenang bagi umat beragama lain maupun tetangga penghuni lainnya.
Sejujurnya, secara pribadi penulis menilai peran utama dibalik rumah ibadah yang mengumandangkan doa dengan pengeras suara megafon / toa setiap kali beribadat telah mendegradasi standart moral, sehingga masyarakat kemudian menilai, bahwa polusi suara (berisik) bukanlah hal yang ditabukan, bahkan toleransi beragama menjelma tirani mayoritas tanpa menghormati hak umat beragama lain untuk beribadat dengan tata cara sesuai agamanya masing-masing. Alhasil, mencuat dan lahir bibit-bibit baru polusi suara seperti home industri dengan alat-alat yang berisik, knalpot kendaraan yang berisik, pedangan keliling yang berisik, dsb. Pada titik ini, terbukti bahwa hukum negara telah gagal menjalankan perannya menegakkan amanat konstitusi RI bahwa hak bebas dari segala gangguan dari pihak lain adalah tugas negara.
Mengingat kedudukan antara para pihak adalah bertetangga, maka masuk dalam satu wilayah yurisdiksi pengadilan negeri yang sama. Untuk itu, langkah paling tepat ialah mengajukan small claim court alias gugatan sederhana dengan memohon didaftarkan pada register perkara khusus "gugatan sederhana", yang mana wajib diputus oleh majelis hakim kurang dari 1 (satu) bulan, menimbang nilai ganti rugi materiil yang dituntut pastilah kurang dari Rp. 200.000.000;- serta tidak terkait sengketa tanah yang mana bila melebihi nilai tersebut atau tersangkut paut sengketa tanah maka gugatan hanya dapat diajukan dalam register reguler yang dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan hingga diputus. Jangan lupa hadirkan pula saksi berupa tetangga lainnya guna didengar keterangannya oleh Majelis Hakim di hadapan persidangan.
Dalam gugatan sederhana yang Anda ajukan, terkait sengketa tetangga yang berisik, pokok permohonan adalah agar tetangga yang Anda gugat menghentikan aktivitasnya yang menimbulkan kegaduhan yang mengganggu ketenteraman tetangga, disertai dengan Uang Paksa (dwangsom) untuk setiap harinya bila tergugat lalai melaksanakan putusan. Hal ini penting, agar setiap anggota masyarakat menyadari bahwa masing-masing berbagi ruang, berbagi udara, berbagi sumber daya alam, berbagi ketenangan. Sifat mau menang sendiri oleh sang pembuat gaduh hendaknya tidak lagi terjadi sebagaimana kerap kita jumpai pada berbagai tetangga kita yang kurangnya kesadaran hukum ini.
 
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.