Hubungan antara Tanggung Jawab Direksi terhadap Harta Kekayaan suatu Perseroan Terbatas

LEGAL OPINION
Question: Bila seorang direksi atau direktur dinyatakan bersalah karena menyalahi jabatannya, maka tanggung jawab renteng yang menjadi bebannya apakah juga membebani harta kakayaan perseroan terbatas dalam arti akibat hukum dari tindakan direksi yang menyalahi aturan maka yang dapat dituntut adalah harta kekayaan pribadi si pelaku bukan perseroan terbatas tempatnya menjabat?
Answer: Bagaimana pun perseroan terbatas (PT) bertanggung jawab, dimana harta kekayaan PT yang terlebih dahulu dibebani tanggung jawab, dan ketika harta kekayaan PT tidak mencukupi, maka harta kekayaan pribadi Direksi yang melanggar hukum tersebut yang akan dibebani. Itulah sebabnya mengapa organ perseroan bernama Dewan Komisaris bukan hanya sekadar nama jabatan tanpa arti dan peran. Dalam hal ini perseroan telah lalai mengawasi aksi korporasi Direksinya sendiri. Ini merupakan definisi pertama dari istilah “tanggung jawab renteng”. RUPS telah memilih Direksi yang menjabat atas dasar kepercayaan (fiduciary duty) dan Dewan Komisaris merupakan salah satu organ PT lainnya yang dipercayakan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memang mesti menjalankan tugas dengan benar, bukan hanya menjabat tanpa melaksanakan fungsi utamanya selaku pengawas internal suatu PT. Oleh sebab itu, bila kekayaan perseroan tidak cukup menanggung seluruh beban pasiva, maka baik seluruh anggota Direksi maupun Dewan Komisaris, bertanggung jawab secara pribadi hingga harta kekayaan sang pejabat.
EXPLANATION:
Pasal 92 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas  (UU PT):
1)   Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
2)   Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Perhatikan Pasal 92 Ayat (2) diatas. Kewenangan direksi adalah tidak sebatas “perintah RUPS” dalam arti atas setiap tindakan yang hendak ditempuh oleh direksi, tidak harus selalu meminta izin / persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun Komisaris. Batasan kewenangan tersebut ialah undang-undang dan Anggaran Dasar (AD) PT bersangkutan.
Ketika direksi telah melampaui kewenangannya yang dibatasi oleh AD maupun UU, maka direksi tersebut disebut telah melakukan tindakan melampaui kewenangannya (ultra vires). Dengan demikian tanggung jawabnya menjadi tidak lagi terbatas, melainkan tanggung jawab renteng para direksi tersebut.
Ciri-ciri Perseroan Terbatas, sesuai namanya, tanggung jawabnya ialah TERBATAS sebatas harta kekayaan yang dimiliki PT. PT selaku salah satu badan hukum, memiliki ciri-ciri berupa dimilikinya harta kekayaan sendiri yang terpisah dari para pengurus maupun pemegang sahamnya, serta dapat menggugat dan digugat.
Hal tersebut tercermin dalam Pasal 98 Ayat (3) UU PT: “Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.”

Pasal 97 UU PT:
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
 (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). ß Cermati frasa yang dicetak tebal “atas kerugian Perseroan” tertulis demikian, bukan tertulis “atas kerugian pihak yang merasa dirugikan”. Artinya, harta kekayaan PT juga menjadi beban tanggung-jawab atas tindakan Direksi.
Lantas, dengan menarik analogi dari ketentuan Pasal 102 UU PT:
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
 (4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. ß Telah ditegaskan secara terang, sekalipun direksi ultra vires, tindakannya tidak bisa membuat PT cuci tangan dan melimpahkan segala tanggung jawab pada Direksi yang dapat terjadi hanya menjadi kambing hitam dari PT itu sendiri untuk melangsungkan modus upaya cuci tangan dan lepas tanggung jawab.
Hal ini dapat pula diambil secara analogi dari ketentuan dalam Pasal 104 Ayat (2) UU PT: “Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.” ß “Harta pailit” artinya adalah harta kekayaan PT.

KESIMPULAN: UU PT telah menyatakan secara tegas dan jelas, KECUALI bila UU PT menyatakan bahwa: “Apabila Direksi melakukan tindakan yang melanggar Anggaran Dasar (AD) Perseroan atau tindakan melebihi batas wewenang dalam AD atau dengan sengaja melanggar Undang-Undang maka segala resiko yang timbul atas tindakan-tindakan tersebut menjadi tanggung jawab Direksi secara pribadi dan tidak mengikat perseroan.” Sayangnya, UU PT tidak pernah menyebutkan bahwa tindakan melawan hukum Direksi “tidak mengikat perseroan.”

Oleh karenanya penting bagi RUPS mengadakan fit and proper test terhadap calon anggota Direksi serta Dewan Komisaris.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.