Menggugat Kantor Cabang suatu Perusahaan secara Perdata

LEGAL OPINION
Question: Apakah kantor cabang dapat digugat? Domisili kami sangat jauh dari kantor pusat suatu perusahaan yang hendak kami gugat secara perdata. Adakah dimungkinkan bila kami menggugat kantor cabang perusahaan tersebut sebagai alternatif menggugat perusahaan tersebut? Bagaimana pula dengan kantor perwakilan? Sebaliknya, apakah kantor perwakilan maupun kantor cabang dapat menggugat?
Answer: Kantor cabang maupun kantor perwakilan bukanlah badan hukum tersendiri yang terpisah dari perusahaan pusatnya. Meski demikian, demi asas manfaat, tampaknya pendirian hakim di pengadilan membuka kemungkinan serta peluang bagi masyarakat yang merasa dirugikan untuk menggugat kantor cabang dari suatu perusahaan. Adalah menyesatkan bila terdapat sarjana hukum yang menyatakan bahwa kantor perwakilan ataupun kantor cabang dapat menggugat, karena yang berstatus legal mandatory berdasarkan UU PT, hanyalah direksi semata, kecuali kepala kantor cabang memiliki surat kuasa khusus untuk menggugat oleh direksi. Sekalipun yang digugat adalah kantor cabang, wakil dari kantor cabang tersebut tetap wajib memiliki surat kausa dari direksi perseroan, sebab kepala cabang bukanlah direksi.
EXPLANATION:
Kantor perwakilan pada hakikatnya memiliki perbedaan karakteristik dengan kantor cabang. Kantor perwakilan tidak dapat melakukan hubungan hukum substansial layaknya kantor cabang dan sama-sama wajib memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan bagi kantor perwakilan perusahaan asing wajib pula memiliki Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing, namun kesamaannya terletak pada sifatnya yang bukan merupakan entitas hukum yang berdiri sendiri terpisah dari kantor pusatnya.
NAMUN, paragraf diatas benar dalam konteksnya sebagai PMA (penanam modal asing) yang tunduk pada undang-undang tentang Penanaman Modal. Bagi yang tidak berstatus sebagai PMA maupun PMDN, akan tetapi perusahaan berstatus perusahaan swasta nasional (lokal murni dan tidak tunduk pada UU Penanaman Modal oleh karena tidak mendapat fasilitas penanaman modal dan tidak memiliki wajib lapor kepada BKPM), maka untuk bidang usaha tertentu, seperti balai lelang swasta, perusahaan lokal tersebut tidak dimungkinkan untuk mendirikan kantor cabang, namun dapat berupa kantor perwakilan. Jadi untuk konteks paragraf kedua ini, kantor perwakilan hanya sebutannya saja, sementara susbtansi kewenangan dan ruang lingkup kegiatannya sebetulnya identik dengan kantor cabang.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam pertimbangan hukumnya sebagaimana dikuatkan oleh Mahkamah Agung dalam kasasi serta peninjauan kembali, menyatakan bahwa: Suatu Kantor Perwakilan Asing dapat bertindak tanpa kuasa dari kantor pusat di luar negeri dan suatu Kantor Perwakilan Asing sama dengan Kantor Cabang. (lihat Putusan Mahkamah Agung No. 89 PK/Pdt/2010 tanggal 19 November 2010). Putusan yang memang janggal dan mengejutkan.
Memang dahulu kala pernah hidup Yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang menyatakan bahwa Cabang Perseroan dapat bertindak di depan Pengadilan untuk dan atas nama Perseroan, tanpa memerlukan kuasa khusus dari Direksi Perseroan, sehingga dengan sendirinya Pimpinan Cabang sah mewakili Perseroan yang bersangkutan, tanpa harus ada kuasa khusus dari Direksi Kantor Pusat. (Vide Putusan Mahkamah Agung No.558 K/Pdt/1984, tanggal 26 September 1985, Putusan Mahkamah Agung No.3562 K/Pdt/1984, tanggal 18 Desember 1985, Putusan Mahkamah Agung No.779 K/Pdt/1992 dan Putusan Mahkamah Agung No.2678 K/Pdt/1992, tanggal 27 Oktober 1994). NAMUN, keseluruh yurisprudensi usang tersebut kini tidak lagi berlaku setelah dibentuknya undang-undang tentang perseroan terbatas.
Logika hukumnya sederhana. Jika kantor cabang dari suatu badan hukum PT MENG-gugat, maka siapa yang menggugat? Apakah kepala kantor cabang diberikan kekuasaan oleh UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) untuk melakukan tindakan hukum tanpa surat kuasa dari RUPS? Tidak, karena kepala cabang bukan seorang direksi! Kepala cabang bukan organ perseroan layaknya Direksi yang memiliki kewenangan prerogatif menggugat.
Jika kantor cabang suatu badan hukum PT di-gugat, maka yang bertanggung jawab tetaplah kantor pusat, karena regulasi secara tak langsung telah me-refer atau me-revoke beban kewajiban setiap kantor cabang PT sebagai tanggung jawab kantor pusat. Ambil contoh, regulasi menetapkan, kantor cabang suatu perbankan, bila hendak tutup, maka wajib membuat pertanyataan bahwa atas segala tanggung jawab kantor cabang tersebut menjadi tanggung jawab kantor pusat. Hal ini logis dan konsisten dengan konsep badan hukum serta legal mandatory berdasarkan UU PT.
Pada dasarnya, keuntungan yang bersumber dari aktivitas kantor cabang maupun kantor pusat menjadi pemasukan bagi kantor pusat, begitupula beban pengeluaran. Payungnya tetaplah kantor pusat, mereka tidak memiliki kekayaan sendiri yang terpisah, oleh karena itu tetap berinduk pada kantor pusat. Menggugat kantor cabang sama artinya dengan menggugat kantor pusat. 
Sebagai contoh, karyawan kantor cabang di-PHK secara tidak patut, maka sekalipun kantor cabang ditutup, mantan karyawan tetap dapat menggugat pesangon hak normatif mereka kepada kantor pusat.
Namun kantor cabang hanya dapat menggugat, selama terdapat surat kuasa dari direksi perusahaan—tanpa surat kuasa khusus tersebut, maka kepala kantor cabang tidak memiliki hak untuk menggugat, karena ia bukan direksi juga tidak punya kuasa (tidak punya legal standing) berdasarkan surat kuasa ataupun undang-undang.
Begitupula Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 2678.K/Pdt/1992 tertanggal 27 Oktober 1994 yang menyebutkan bahwa Kantor Cabang adalah merupakan perpanjangan tangan dari kantor pusat, oleh karena itu kantor cabang atau kantor pusat dapat digugat dan menggugat, setelah terbit UU PT tahun 2007, harus dibaca sebagai “alamat Kantor Cabang dapat dijadikan sebagai alamt pihak Tergugat namun Kantor Cabang tidak dapat menggugat tanpa surat kuasa khusus dari direksi”.
SHIETRA & PARTNERS menilai, menggugat kantor perwakilan perusahaan asing untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan asing yang terletak di luar negeri sebenarnya patut dibenarkan. Bagaimana pun, ketika perusahaan asing mengajukan permohonan izin pembukaan kantor perwakilan di Indonesia, mereka mengajukan diri atas nama perusahaan asing, sehingga izin diterbitkan dengan menimbang serta mengingat keberadaan perusahaan asing di luar negeri tersebut. Biasanya pula ketentuan mengenai Tanda Daftar Perseroan, mewajibkan diri membuat akta penunjukkan penanggung jawab atas kantor cabang maupun kantor perwakilan yang didirikannya.
Bercermin dari berbagai kasus hukum perdata internasional dimana banyak aset dari perusahaan stategis Indonesia disita di luar negeri, maka sudah sepatutnya hukum Indonesia lebih berpihak kepada bangsa Indonesia sendiri dengan memberlakukan ketentuan yang lebih lunak dengan membolehkan menggugat perusahaan asing tersebut lewat kantor perwakilannya, bukan hanya membuta pada ketentuan Rv yang sudah patut dinyatakan kadaluarsa.
Ibarat menunjuk seseorang, entah menunjuk hidungnya, menunjuk ibu jarinya, menunjuk rambutnya, menunjuk mata kakinya, semua itu sama-sama tertuju pada satu subjek yang sama. Jadi mengapa hukum acara perlu ditetapkan sedemikian kaku?
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.