Question: Bila debitor hanya berkehendak untuk menebus agunan tertentu saja yang hanya bernilai ekonomis bagi ia sementara agunan lainnya tidak marketable, dapatkah kreditor menolaknya?
Brief Answer: Pada prinsipnya, hukum perdata menetapkan asas “perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang mengikatkan dirinya” (vide Pasal 1338 KUHPerdata). Maka, untuk mengakhirinya, pun harus berdasarkan kesepakatan seluruh pihak, tidak dapat sepihak. Ketentuan dalam hukum perdata telah mengatur secara rinci segala skenario yang dapat terjadi dan konsekuensi hukum yang menyertainya.
Explanation:
Perlu merujuk pada Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) serta Sertifikat Hak Tanggungan (SHT), apakah terdapat urutan agunan yang dapat ditebus dan dikeluarkan dari SHT terlebih dahulu ataukah sama sekali tak diatur? Biasanya bila jaminan pelunasan hutang berupa lebih dari satu agunan tanah, maka masing-masing agunan disusun urutannya mana yang terlebih dahulu mendapat roya parsial.
Dengan kata lain, para pihak baik debitor maupun kreditor tunduk pada kesepakatan di awal saat pembentukan APHT dan SHT dimana pada saat awal itulah urutan agunan guna roya parsial dirumuskan dan disepakati.
Konstruksi dapat menjadi kompleks ketika terhadap seorang debitor diberikan berbagai fasilitas kredit, semisal kredit investasi dan kredit modal usaha, yang masing-masing dalam akta kredit tersendiri, agunan tersendiri, dan SHT tersendiri. Bila terdapat lebih dari fasilitas pengikatan kredit, hutang manakah yang diartikan dapat dilunasi terlebih dahulu bila debitor baru mampu melunasi separunya? Inilah permasalahan utamanya.
Pasal 1399 KUHPerdata: “Jika tanda pembayaran tidak menyebutkan untuk utang mana pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu harus dianggap sebagai pelunas utang yang pada waktu itu paling perlu dilunasi debitur di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih; tetapi jika tidak semua piutang dapat ditagih, maka pembayaran harus dianggap sebagai pelunasan utang yang dapat ditagih lebih dahulu daripada utang-utang lainnya, meskipun utang yang terdahulu tadi kurang penting sifatnya daripada utang-utang lainnya itu. Jika utang-utang itu sama sifatnya, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk utang yang paling lama; tetapi jika utang-utang itu dalam segala-galanya sama, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah masing-masing. Jika tidak ada satu pun yang sudah dapat ditagih, maka penentuan pelunasan harus dilakukan seperti dalam hal utang-utang yang sudah dapat ditagih.”
Dengan kata lain, para pihak baik debitor maupun kreditor tunduk pada kesepakatan di awal saat pembentukan APHT dan SHT dimana pada saat awal itulah urutan agunan guna roya parsial dirumuskan dan disepakati.
Konstruksi dapat menjadi kompleks ketika terhadap seorang debitor diberikan berbagai fasilitas kredit, semisal kredit investasi dan kredit modal usaha, yang masing-masing dalam akta kredit tersendiri, agunan tersendiri, dan SHT tersendiri. Bila terdapat lebih dari fasilitas pengikatan kredit, hutang manakah yang diartikan dapat dilunasi terlebih dahulu bila debitor baru mampu melunasi separunya? Inilah permasalahan utamanya.
Pasal 1399 KUHPerdata: “Jika tanda pembayaran tidak menyebutkan untuk utang mana pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu harus dianggap sebagai pelunas utang yang pada waktu itu paling perlu dilunasi debitur di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih; tetapi jika tidak semua piutang dapat ditagih, maka pembayaran harus dianggap sebagai pelunasan utang yang dapat ditagih lebih dahulu daripada utang-utang lainnya, meskipun utang yang terdahulu tadi kurang penting sifatnya daripada utang-utang lainnya itu. Jika utang-utang itu sama sifatnya, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk utang yang paling lama; tetapi jika utang-utang itu dalam segala-galanya sama, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah masing-masing. Jika tidak ada satu pun yang sudah dapat ditagih, maka penentuan pelunasan harus dilakukan seperti dalam hal utang-utang yang sudah dapat ditagih.”
Pasal 1404 KUHPerdata: “Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.”
Menjadi pertanyaan, pembayaran disini apakah dalam konteks pembayaran lunas atau termasuk juga pembayaran angsuran? Merujuk pada Pasal 1381 KUHPerdata: “Perikatan hapus: karena pembayaran;…” ß Artinya, kreditor tidak dapat menolak pembayaran lunas dari debitor, namun ia dapat menolak bila pembayaran tidak dilakukan penuh atau tidak sesuai perjanjian cicilan dalam akta kredit. Sehingga, dapat kita katakan bahwa Pasal 1404 KUHPerdata hanya berlaku dalam konteks debitor hendak melunasi seluruh hutangnya, bukan pemaksanaan pelunasan separuh ataupun kurang dari perjanjian angsuran. Untuk lebih jelasnya, Pasal 1404 KUHPerdata dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 1405 KUHPerdata di bawah ini.
Pasal 1405 KUHPerdata: "Agar penawaran yang demikian sah, perlu: 1.) bahwa penawaran itu dilakukan kepada seorang kreditur atau kepada seorang yang berkuasa menerimanya untuk dia; 2.) bahwa penawaran itu dilakukan oleh orang yang berkuasa untuk membayar; 3.) bahwa penawaran itu mengenai seluruh uang pokok yang dapat dituntut dan bunga yang dapat ditagih serta biaya yang telah ditetapkan, dan mengenai sejumlah uang untuk biaya yang belum ditetapkan, tanpa mengurangi penetapan kemudian; 4.) bahwa ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan kreditur; 5.) bahwa syarat yang menjadi beban utang telah terpenuhi; 6.) bahwa penawaran itu dilakukan di tempat yang menurut persetujuan pembayaran harus dilakukan, dan jika tiada suatu persetujuan khusus mengenai itu, kepada kreditur pribadi atau di tempat tinggal yang sebenarnya atau tempat tinggal yang telah dipilihnya; 7.) bahwa penawaran itu dilakukan oleh seorang notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi.”
Pasal 1406 KUHPerdata: “Agar suatu penyimpanan sah, tidak perlu adanya kuasa dari hakim; cukuplah: 1.) bahwa sebelum penyimpanan itu, kepada kreditur disampaikan suatu keterangan yang memuat penunjukan hari, jam dan tempat penyimpanan barang yang ditawarkan; 2.) bahwa debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan itu, dengan menitipkannya pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pada pengadilan yang akan mengadilinya jika ada perselisihan, beserta bunga sampai pada saat penitipan; 3.) bahwa oleh notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi, dibuat berita acara yang menerangkan jenis mata uang yang disampaikan, penolakan kreditur atau ketidakdatangannya untuk menerima uang itu, dan akhirnya pelaksanaan penyimpanan itu sendiri; 4.) bahwa, jika kreditur tidak datang untuk menerimanya, berita acara tentang penitipan diberitahukan kepadanya, dengan peringatan untuk mengambil apa yang dititipkan itu.”
Pasal 1407 KUHPerdata: “Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul oleh kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan undang-undang.”
Pasal 1408 KUHPerdata: “Selama apa yang dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur, debitur dapat mengambilnya kembali; dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan.”
Pasal 1409 KUHPerdata: “Bila debitur sendiri sudah memperoleh suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukannya telah dinyatakan sah, maka ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin kreditur.”
Pasal 1410 KUHPerdata: “Orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika kreditur, semenjak hari pemberitahuan penyimpanan, telah melewatkan waktu satu tahun, tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu.”
Pasal 1411 KUHPerdata: “Kreditur yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh debitur setelah penitipan itu dikuatkan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat lagi menggunakan hak-hak istimewanya atau hipotek yang melekat pada piutang tersebut untuk menuntut pembayaran piutangnya.”
Pasal 1412 KUHPerdata: “Jika apa yang harus dibayar berupa suatu barang yang harus diserahkan di tempat barang itu berada, maka debitur harus memperingatkan kreditur dengan perantaraan pengadilan supaya mengambilnya, dengan suatu akta yang harus diberitahukan kepada kreditur sendiri atau ke alamat tempat tinggalnya, atau ke alamat tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan ini telah dijalankan dan kreditur tidak mengambil barangnya, maka debitur dapat diizinkan oleh hakim untuk menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain.”
. . .
. . .
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.