Hak Tanggungan Turut Mengikat Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah

Question: Bila atas agunan yang dilelang parate eksekusi terdapat pengontrak di dalamnya yang bersedia mengosongkan diri, akan tetapi di dalamnya masih terdapat AC dan furniture dan lemari milik debitor, apa yang bila dilakukan pemenang lelang terhadap benda-benda tersebut?
 Brief Answer: Pada dasarnya tidak mungkin debitor menyerahkan benda personal seperti keris sakti warisan yang bernilai personal bagi debitor pada penyewa. Bila pada saat lelang, debitor tidak mengambil benda yang melekat pada bangunan tersebut, dapat diartikan debitor telah menelantarkan benda tersebut. Terlebih bila dalam APHT dinyatakan dengan tegas bahwa hak tanggungan beserta pula dengan bangunan dan segala sesuatu yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengannya. Karena lelang eksekusi hak tanggungan adalah eksekusi terhadap: 1.) tanah; 2.) bangunan; 3.) dan segala sesuatu yang menjadi satu kesatuan dengan gedung—maka bila hingga saat lelang eksekusi dilangsungkan sementara debitor belum juga mengosongkan objek agunan sebagaimana disepakati dalam Akta Kredit dan Akta Pemberian Hak Tanggungan, maka dapat digunakan sendiri oleh penghuni baru/pemenang lelang. Lelang eksekusi merupakan konsekuensi logis wanprestasinya debitor, sehingga adalah kelalaian debitor sendiri yang tidak segera mengosongkan objek agunan ketika dirinya wanprestasi melunasi piutang kreditor.
Explanation:
Pada dasarnya asas hukum perdata terhadap benda bergerak adalah bezitter, artinya siapa yang menguasai fisik benda bergerak, maka ia adalah pemilik dari benda bergerak tersebut, kecuali dapat dipertunjukkan bukti kepemilikan dari benda bergerak tersebut.
Pasal 1977 KUHPerdata: “Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya. Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari barang itu hilang atau dicuri, dapatlah menuntut supaya barang yang hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan barang itu kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan pasal 582.”
Pasal 529 KUHPerdata: “Yang dimaksudkan dengan besit adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantaraan orang lain, seakan-akan barang itu miliknya sendiri.”
Pasal 533 KUHPerdata: “Pemegang besit harus selalu dianggap beritikad baik; barangsiapa menuduhnya beritikad buruk, harus membuktikannya.”
Pasal 538 KUHPerdata: “Besit atas suatu barang diperoleh dengan menarik suatu barang ke dalam kekuasaannya dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri.”
Pasal 584 KUHPerdata: “Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan kedaluwarsa, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu.” ß pada dasarnya mebel, furniture, AC, melekat pada objek bangunan.
Singkatnya, bezitter adalah pihak yang secara nyata/lahiriah menguasai benda bergerak tersebut, dan oleh hukum perdata ia diberikan perlindungan hukum sebagai penguasa tanpa wajib membuktikan haknya.
Pasal 506 KUHPerdata: “Barang tak bergerak adalah: ß berarti ini dapat menjadi satu kesatuan pula dengan rumah yang merupakan benda tak bergerak.
1. tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya;
2. penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam pasal 510;
3. pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap dalam tanah, buah pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti: batu bara, sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu belum dipisahkan dan digali dari tanah;
4. kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama belum ditebang;
5. pipa dan saluran yang digunakan untuk mengalirkan air dari rumah atau pekarangan; dan pada umumnya segala sesuatu yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku pada bangunan.”
Pasal 507 KUHPerdata: “Yang termasuk barang tak bergerak karena tujuan adalah:
1. pada pabrik: barang hasil pabrik, penggilingan, penempaan besi dan barang tak bergerak semacam itu, apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong dan perkakas-perkakas sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak tertancap atau terpaku;
2. pada perumahan: cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku;  ß berarti mebel dan perabot ataupun meja, lemari, AC, juga termasuk bagian dari rumah.
3. dalam pertanahan: lungkang atau timbunan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk tanah; kawanan burung merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama belum dikumpulkan; ikan yang ada di dalam kolam;
4. runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila pergunakan untuk pembangunan kembali; dan pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang tak bergerak guna dipakai selamanya. Pemilik dianggap telah menghubungkan barang-barang itu dengan barang tak bergerak guna dipakai untuk selamanya, bila barang-barang itu dilekatkan padanya dengan penggalian, pekerjaan perkayuan atau pemasangan batu semen, atau bila barang-barang itu tidak dapat dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau bagian dari barang tidak bergerak di mana barang-barang itu dilekatkan.
Pasal 512 KUHPerdata: “Bila dalam undang-undang atau dalam suatu perbuatan perdata digunakan istilah 'barang bergerak', `perkakas rumah', 'mebel' atau 'perabot rumah tangga', 'perhiasan rumah' atau 'rumah dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya', semuanya tanpa kata-kata tambahan, perluasan atau pembatasan, maka istilah-istilah itu harus dianggap meliputi barang-barang yang ditunjuk dalam pasal-pasal berikut.”
Pasal 516 KUHPerdata: “Istilah 'rumah dan segala sesuatu yang ada di dalamnya' meliputi semua yang menurut pasal 513 bersifat bergerak dan ditemukan dalam rumah itu, kecuali uang tunai, piutang dan hak-hak lain yang surat-suratnya diketemukan dalam rumah itu.” ß ketentuan ini lebih menegaskan kembali, bahwa semua benda bergerak seperti mebel, mesin, perabot, dan AC sekalipun dipandang sebagai satu kesatuan asas dengan rumah, selama debitor tereksekusi tidak mengosongkannya, berarti dianggap telah melepaskan haknya dan menjadi satu kesatuan dengan objek hak tanggungan yang dilelang, selama APHT juga dengan tegas menyatakan demikian. Dengan kata lain, secara tidak langsung Hak Tanggungan juga dapat mengikat serta benda bergerak yang merupakan satu asas dengan rumah dan/atau pabrik.
Pasal 517 KUHPerdata: “Istilah 'perhiasan rumah' meliputi segala mebel yang dipakai dan digunakan untuk perhiasan ruangan, seperti tirai dan permadani, tempat tidur, kursi, cermin, lonceng, meja, porselen, dan barang lain semacam itu. Lukisan dan patung, yang merupakan bagian dari mebel dalam suatu ruangan, termasuk juga di dalamnya, tetapi tidak termasuk di dalamnya koleksi lukisan, gambar dan patung yang dipasang di serambi atau ruangan khusus. Demikianlah pula barang dari porselen; semua barang yang merupakan bagian dari perhiasan suatu ruangan, termasuk dalam pengertian 'perhiasan rumah'.” 
Pasal 518 KUHPerdata: “Istilah 'rumah yang bermebel' atau 'rumah beserta mebelnya' hanya meliputi perhiasan rumah.”
Sementara, secara lebih spesifik diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UU HT):
Pasal 1 Ayat (1) UU HT: “Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
Pasal 4 UU HT:
(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.
Penjelasan Pasal 4 Ayat (4) UU HT: “Sebagaimana sudah dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 6, Hak Tanggungan dapat pula meliputi bangunan, tanaman, dan hasil karya misalnya candi, patung, gapura, relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan bersamaan dengan tanahnya tersebut meliputi bangunan yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah misalnya basement, yang ada hubungannya dengan hak atas tanah yang bersangkutan.”
Penjelasan Pasal 4 Ayat (5) UU HT: “Sebagai konsekuensi dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan di dalam satu Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang ditandatangani bersama oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa mereka, keduanya sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan. Yang dimaksud dengan akta otentik dalam ayat ini adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atas benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk dibebani Hak Tanggungan bersama-sama tanah yang bersangkutan.” ß Format baku APHT yang ada selama ini tampaknya perlu disempurnakan dengan pernyataan bahwa segala benda bergerak yang merupakan satu kesatuan asas dengan rumah adalah benar milik debitor, sehingga menjadi bagian pula dari ikatan hak tanggungan.
Penjelasan Pasal 11 Ayat (1) Butir (a) UU HT: “Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan. Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subyek, obyek, maupun utang yang dijamin. Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas tanah bersama-sama pemilik benda tersebut.”
Penjelasan UMUM resmi butir ke-7 dari UU HT menjelaskan:
Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal, benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.
Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut, dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa pembebanan Hak Tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula meliputi benda-benda sebagaimana dimaksud di atas.
Hal tersebut telah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek, sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikut-sertaannya dijadikan jaminan, dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungannya.
Bangunan, tanaman, dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain. Sedangkan bangunan yang menggunakan ruang bawah tanah, yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan bangunan yang ada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dalam pengaturan ketentuan mengenai Hak Tanggungan menurut Undang-undang ini.
Oleh sebab itu Undang-undang ini diberi judul: Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.