KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Debitor yang Mengagunkan Jaminan Tanah, ketika Terjadi Kredit Macet justru Menggugat Kreditor yang Hendak Melelang Eksekusi, dapat Dipidanakan Penggelapan

LEGAL OPINION
Question: Akibat ulah debitor nakal yang terus menggugat kami, kreditor pemegang hak tanggungan, akibatnya kredit macet debitor semakin membengkak yang mengakibatkan NPL kami menjadi akut. Calon pembeli lelang pun enggan menawar ataupun membeli karena status tanah yang akan dilelang dalam status blokir oleh kantor pertanahan akibat adanya gugatan debitor atau si penjamin tersebut. Apakah terhadap penyalahgunaan hukum yang dilakukan debitor tersebut, dapat dilakukan upaya hukum perlawanan agar debitor nakal tersebut jera?
Answer: Tunggu hingga putusan pengadilan perdata terhadap gugatan debitor berkekuatan hukum tetap (inkracht), ketika sudah berkekuatan hukum tetap, jadikan sebagai alat bukti untuk mempidanakan debitor dengan dakwaan penggelapan, karena membuat APHT menyatakan bahwa debitor berjanji bila kredit macet, maka kreditor diberikan kekuasaan untuk menjual dengan kekuasaan sendiri di pelelangan umum serta janji bahwa debitor akan mengosongkan agunan, disamping keberlakuan Sertifikat Hak tanggungan yang memiliki irah-irah yang berfungsi sama seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Aspek kerugian tampak nyata dari Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dari kantor pertanahan yang dinyatakan bahwa atas tanah agunan terblokir karena adanya gugatan, sehingga minat calon peserta lelang menjadi minim, maka unsur-unsur delik penggelapan terpenuhi.
EXPLANATION: SHIETRA & PARTNERS telah mencoba berkoordinasi langsung dengan pihak Badan Pertanahan Nasional Pusat yang berlokasi di Jakarta Selatan, namun pihak terkait di BPN Pusat tetap berpendapat bahwa sekalipun itu gugatan berasal dari debitor / penjamin, meski atas agunan yang menjadi objek gugatan telah diikat sempurna oleh hak tanggungan, mereka tetap berpegang pada Pasal 126 PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH, yang menyatakan bahwa atas gugatan yang diajukan, siapapun itu (argumentasi pihak BPN), maka status tanah “terblokir”.
Penyimpangan yang terjadi di lapangan, yakni oleh Kantor Pertanahan setempat yang menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), yang mana pencatatan atas adanya perkara tersebut semestinya hanya berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari sesuai Peraturan diatas, namun pada faktanya, sekalipun tanpa putusan sela/provisionil maupun putusan inkracht dari pengadilan, status tanah tetap “terblokir” meski telah melewati 30 hari.
Tentunya hal demikian sangat merugikan kreditor, karena tiada pembeli yang berminat membeli objek lelang karena SKPT pasti akan dibacakan oleh Pejabat Lelang, yang tentunya tercatat : “terblokir” dan membuat sungkan peserta lelang untuk menawar objek lelang. Efek domino yang terjadi, minat masyarakat berpartisipasi dalam lelang eksekusi menjadi minim.
Padahal, yang melakukan gugatan adalah debitor/penjamin itu sendiri, dan atas agunan (alias objek sengketa dalam gugatan) telah diikat sempurna dengan hak tanggungan yang memiliki irah-irah yang berfungsi sama seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Maka menjadi ganjil bila debitor yang telah kredit macet, ketika agunan hendak dieksekusi menemui kendala “blokir” oleh debitor/penjamin, lewat gugatan yang tidak berdasar, dan ditindaklanjuti oleh kantor pertanahan dengan turut mendukung terjadinya kredit macet dengan pencatuman “blokir” demikian, yang diperparah dengan tiadanya pencabutan catatan “blokir” meski telah melewati tempo 30 hari dan tanpa putusan sela ataupun putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap yang dapat membenarkan gugatan debitor.
Hal demikian, yang menjadi unsur sentral adalah “kerugian” yang terjadi pada pihak kreditor, maka ketika putusan perdata telah berkekuatan hukum tetap dan mengalahkan debitor, putusan perdata demikian dapat menjadi alat bukti konkret adanya tindak pidana penggelapan yang menjadikan debitor sebagai terdakwa, karena telah menggagalkan lelang eksekusi secara melawan hukum.
Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Perhatikan, agunan semestinya telah terjual dalam lelang guna melunasi piutang kreditor yang macet di tangan debitor. Namun debitor/penjamin tetap menguasai agunan dengan menyalahgunakan hukum berupa praktik gugat-menggugat meski akta kredit APHT telah jelas menyatakan bahwa jika terjadi kredit macet, maka kreditor diberi kekuasaan menjual dengan kekuasaan sendiri di pelelangan umum dan atas agunan telah diikat dengan hak tanggungan yang memiliki irah-irah.
Kesimpulan: tindakan debitor yang menggugat kreditor yang hendak mengeksekusi hak tanggungan, adalah ranah tindak pidana penggelapan, menggelapkan hutang kredit yang tidak dikembalikan pada kreditornya, juga menggelapkan agunan jaminan pelunasan hutang yang telah ia berikan pada kreditor pemegang hak tanggungan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.