Blangko Kosong dan Aspek Hukumnya, Eksekusi Agunan Jaminan Hutang secara Main Hakim Sendiri

LEGAL OPINION
Question: Bila kami selaku debitor, mengalami kesulitan dalam mengembalikan dana fasilitas kredit, sementara kreditor meminta kami untuk menandatangani blangko penjualan kosong atas kendaraan kredit, yang kemudian mereka pegang untuk sewaktu-waktu mereka alihkan kepada pihak ketiga, apakah tindakan kreditor yang kemudian mengisi blangko kosong itu sendiri kemudian dapat dibenarkan secara hukum?
Answer: Sepanjang tidak mendapat komplain/keberatan/gugatan/tuntutan pidana atas tindakan kreditor oleh debitor, maka kemungkinan besar pihak kepolisian akan meloloskan balik nama pada pembeli kendaraan atas dasar blangko kosong yang dikuasai oleh kreditor tersebut. Namun, bila debitor melakukan upaya hukum, maka blangko kosong demikian menjadi cacat hukum dan batal demi hukum.
EXPLANATION:
Hubungan hukum yang terjadi atas terbitnya blangko penjualan kosong demikian adalah merupakan hubungan keperdataan, dan dasar hukumnya ialah Pasal 1338 KUHPerdata. Namun, yang menjadi syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang terdiri dari empat syarat, yang masing-masing dua diantaranya diklasifikasikan dalam dua unsur.
Syarat pertama dan syarat kedua, yakni “kesepakatan” dan “cakap hukum” termasuk dalam kategori unsur subjektif syarat sah perjanjian. Bila salah satu dari syarat dalam unsur subjektif ini tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (voidable).
Sementara, yang menjadi syarat ketiga dan keempat, ialah “objek yang spesifik” dan “causa yang sahih”, termasuk dalam kategorisasi unsur objektif syarat sah perjanjian. Bila salah satu dari syarat dalam unsur objektif ini tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (null and void).
Konsep dasar hukum perdata ini penting dalam menelaah konsekuensi hukum atas perbuatan hukum dikuasainya blangko kosong penjualan kendaraan kredit oleh kreditor, yang meski sekalipun debitor mengalami kredit macet dalam arti wanprestasi/menunggak cicilan, namun pada dasarnya kredit berbeda dengan leasing, dimana atas objek kredit, kendaraan kredit secara yuridis telah atas nama debitor, sementara dalam leasing objek kendaraan masih atas nama leasor (pemberi leasing).
Maka, atas tindakan sepihak kreditor untuk menjual kepada siapa, dengan harga siapa, pada tanggal berapa, kesemua itu bukanlah kecakapan hukum kreditor, namun hanya debitor yang berhak karena debitorlah pemilik sah atas objek kendaraan kredit meski disisi lain memang benar kreditor juga selaku quasi penguasa secara yuridis.
Karena dalam kasus ini yang terjadi ialah konstruksi hukum kredit, bukan leasing, maka tidak heran bila atas objek kredit pastilah diikat jaminan kebendaan berupa benda bergerak lewat pengikatan fidusia. Sementara pada leasing sejatinya tidak perlu diikat fidusia dan sewaktu-waktu pihak leasor dapat mengambil alih objek leasing secara langsung ketika penyewa wanprestasi, tanpa resiko hukum (bila dilakukan secara patut dan wajar), karena objek leasing belum balik nama kepada nama peminjam/penyewa leasing.
Bila debitor kemudian melakukan upaya hukum berupa gugatan perdata maupun laporan penipuan kepada pihak kepolisian, maka posisi kreditor menjadi rentan. Salah satu jalan yang disediakan hukum ialah lelang eksekusi jaminan fidusia. Bila kreditor tetap melakukan pengalihan hak kendaraan kredit lewat blangko kosong yang sebelumnya telah ditanda-tangan debitor sekalipun, maka bila debitor melakukan upaya hukum, dapat dipastikan kreditor akan menjadi pesakitan.
Pertama, tiada kesepakatan antara pembeli objek agunan kredit dengan debitor, karena yang berperan disini justru hanyalah pihak kreditor dan pembeli objek kredit. Kedua, kreditor tidak memiliki cakap hukum untuk mengalihkan objek dimiliki sah oleh pihak debitor. Ketiga, tiada objek yang spesifik ketika blangko kosong ditanda-tangani debitor, mulai dari tiadanya tanggal penjualan, nama pihak pembeli, jumlah nominal, dsb. Keempat, tiadanya causa yang sahih, karena memang tidak dapat dibenarkan praktik jual-beli dengan blangko kosong yang mana dapat berpotensi disalahgunakan untuk merugikan keuangan negara semisal A menjual kepada B, dan B tidak melakukan proses balik nama, namun B kemudian menjual kendaraan yang dibelinya dari A dengan blangko kosong tersebut, sehingga seolah pembeli terakhir ialah pembeli pertama.
Kini, perkembangan hukum perdata dunia dan Indonesia telah sampai pada tataran diakuinya konsepsi doktrin pembatalan perjanjian atas dasar terjadinya kesesatan kondisi, cacat kehendak, penyalahgunaan keadaan, ketidakseimbangan para pihak, dan sebagainya.
Namun, cukup ditelaah dengan syarat sah perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata, maka praktik jual-beli kendaraan kredit lewat blangko kosong oleh kreditor, sekalipun benar debitor wanprestasi / gagal bayar, maka konsekuensi hukumnya ialah dapat dibatalkannya peralihan hak kepemilikan kendaraan tersebut oleh debitor, atau setidaknya dinyatakan batal demi hukum dan mungkin bahkan kreditor dapat diseret sebagai pesakitan dalam pidana.
 
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.