Question: Dapatkah seorang kreditor membuat perjanjian dengan sebuah perusahaan yang menjadi debitornya, bahwa atas hutang-piutang yang tidak tertagih tersebut, maka otomatis kreditor akan menjadi pemegang saham dari perusahaan yang berhutang padanya sebagai suatu kompensasi yang biasanya berupa perjanjian mandatory exchangeable bond (MEB) ataupun convertible bond? Apakah perusahaan afiliasi dapat memiliki saham pada perusahaan yang masih satu grup dengan perusahaan afiliasi tersebut.
Brief Answer: Pada prinsipnya MEB maupun convertible bond adalah legal dan tidak melanggar hukum sepanjang tunduk pada hukum kontrak perikatan perdata Indonesia, serta selama RUPS menyetujui dan Anggaran Dasar PT tidak melarang mekanisme demikian. Kemungkinan ini tidak hanya berlaku bagi kreditor, namun terhadap penjamin/penanggung debitor juga memiliki kemungkinan yang sama untuk mengadakan perjanjian MEB dengan perusahaan yang ditanggungnya, tidak terkecuali bila kreditor tersebut merangkap sebagai pemegang saham itu sendiri disaat yang bersamaan. Syarat kedua, MEB tersebut telah diperjanjikan, dan ketika MEB dieksekusi, wajib diumumkan pada dua buah surat kabar. Mengenai perusahaan afiliasi yang memiliki saham pada perusahaan lain yang masih satu group dengannya, semisal perusahaan induk yang mengeluarkan saham untuk dibeli oleh perusahaan anak, maka pada prinsipnya itu tidak dimungkinkan oleh hukum. Larangan lain ialah bila convertible bond maupun exchangeable bond belum dieksekusi menjadi saham, maka tidak boleh diperjanjikan bahwa sang kreditor mengambil alih hak suara dalam RUPS, karena hal demikian dapat menjadi pintu masuk praktik nominee yang dilarang oleh hukum perusahaan di Indonesia.
Explanation:
Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT):
(1) Pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS. (Diperlukannya persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk menegaskan bahwa hanya dengan persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasi karena dengan disetujuinya kompensasi, hak didahulukan pemegang saham lainnya untuk mengambil saham baru dengan sendirinya dilepaskan.)
(2) Hak tagih terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi dengan setoran saham adalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul karena: (Berdasarkan ketentuan pada ayat ini, bunga dan denda yang terutang sekalipun telah jatuh waktu dan harus dibayar karena secara nyata tidak diterima oleh Perseroan, tidak dapat dikompensasikan sebagai setoran saham.)
a. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang;
b. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin (Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sehingga mempunyai hak tagih terhadap Perseroan.); atau (note: dapat diartikan, bahwa penanggung/penjamin disini bukanlah pihak penanggung/penjamin selaku guarantor yang bersifat cuma-cuma oleh sebab sekalipun penjamin yang kemudian membayarkan / menanggung hutang perusahaan tersebut, penjamin/penanggung tersebut memiliki hak untuk memiliki saham perseroan tersebut. Namun hal ini perlu diperjanjikan di muka.)
c. Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan. (Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah kewajiban pembayaran utang oleh Perseroan dalam kedudukannya sebagai penanggung atau penjamin menjadi hapus hak tagih kreditor dikompensasi dengan setoran saham yang dikeluarkan oleh Perseroan.)
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Karena pada dasarnya sebuah Perseroan Terbatas non Tbk. hanya dapat menerbitkan saham jenis "atas nama", maka sifatnya bukanlah sebagai surat berharga atas tunjuk atau atas pembawa. Konsekuensinya, peralihan saham kepada pihak lain wajib mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pasal 36 UU PT:
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. (Pada prinsipnya, pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian, Pasal ini menentukan bahwa Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama. Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada Perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama.)
(2) Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat.
(3) Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam Perseroan.
(4) Dalam hal Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Dalam penjelasan umum PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG BENTUK-BENTUK TAGIHAN TERTENTU YANG DAPAT DIKOMPENSASIKAN SEBAGAI SETORAN SAHAM (PP No.15/1999), dijelaskan bahwa:
Adapun maksud pengaturan materi tersebut, untuk memberi landasan dan kepastian hukum terhadap bentuk-bentuk tagihan tertentu yang dapat dikompesasikan sebagai setoran saham.
Pada prinsipnya, semua bentuk tagihan tertentu perseroan itu dapat dikompesasikan sebagai setoran saham, sepanjang kompensasi tersebut dilakukan oleh atau disetujui perseroan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham perseroan yang bersangkutan.
Pasal 1 PP No.15/1999:
Bentuk tagihan tertentu adalah setiap bentuk tagihan terhadap perseroan yang timbul karena :
a. perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang;
b. perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari suatu pihak, dimana perseroan telah menerima manfaat yang dapat dinilai dengan uang; atau
c. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang dari perseroan telah melakukan kewajibannya membayar lunas utang perseroan.
Penjelasan Pasal 1 PP No.15/1999:
Dalam pengertian "bentuk tagihan tertentu" termasuk kewajiban membayar berdasarkan penanggungan dan pemberian jasa yang telah selesai dilakukan.
Yang dimaksud dengan perseroan telah menerima manfaat yang dapat dinilai dengan uang adalah kewajiban pembayaran utang oleh perseroan menjadi hapus dan perseroan mendapat hak tagih atas pihak yang ditanggung. Penanggung atau penjamin yang membayar lunas utang perseroan menjadi kreditor dari perseroan berdasarkan hak subrogasi.
Pasal 2 PP No.15/1999:
(1) Bentuk tagihan tertentu dapat dikompensasikan oleh perseroan dengan kewajiban penyetoran atas harga saham perseroan yang diambil oleh pihak yang mempunyai tagihan kepada perseroan. (Yang dimaksud dengan "pihak yang mempunyai tagihan" adalah pihak-pihak tertentu yang mempunyai tagihan kepada perseroan baik pemegang saham perseroan maupun bukan pemegang saham perseroan.) (note: salah satu cara agar pemegang sama biasa dapat didahulukan diantara pemegang saham biasa lainnya untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan ialah dengan mekanisme MEB ataupun convertible bond.)
(2) Kompensasi atas bentuk tagihan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilakukan berdasarkan kompensasi yang telah diperjanjikan sebelumnya dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau kompensasi tersebut dilaksanakan berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (note: artinya, MEB maupun convertible bond demikian harus telah diperjanjian lebih dahulu, tidak dapat ditafsirkan sebaliknya)
Pasal 4 PP No.15/1999: “Dalam hal perseroan berbentuk Perseroan Terbuka, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.”
Pasal 5 PP No.15/1999: “Dalam Anggaran Dasar dapat ditentukan bahwa pengeluaran saham yang dilakukan oleh perseroan sebagai akibat kompensasi bentuk tagihan tertentu, tidak harus ditawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham perseroan.”
Pasal 6 PP No.15/1999: “Penyetoran atas saham yang dilakukan sebagai akibat dari kompensasi bentuk tagihan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian. (Yang dimaksud dengan "surat kabar harian" adalah surat kabar harian yang terbit dan beredar di tempat kedudukan perseroan dan surat kabar harian dengan peredaran nasional.)”
Dalam praktik, banyak perjanjian MEB maupun convertible bond yang dibuat tanpa adanya persetujuan RUPS, sehingga secara hukum tidak dapat dieksekusi konversi atau pengalihan penguasaah saham atas piutang yang tidak tertagih.
Dikarenakan hukum perseroan memungkinkan bagi pemegang saham mayoritas incumbent untuk memberikan hutang atau aset bagi perseroan, dengan kompensasi berupa hak atas saham baru yang akan diterbitkan perseroan, maka dengan mekanisme sahih inilah pemegang saham mayoritas dapat menekan pemegang saham minoritas yang kerap kali merongrong kebijakan operasional perseroan karena pastilah RUPS yang dikuasai pemegang saham mayoritas akan menyetujui proposal pemegang saham mayoritas tersebut yang hendak melakukan konvensi piutang atas saham baru yang akan diterbitkan perseroan.
Dalam kasus Audit Investigasi yang diajukan oleh PT. Metro Pacific (pemegang saham 10% dari total saham PT. Jobs DB Indoensia) terhadap PT. Jobs DB Indonesia, dimana tujuan permohonan Audit Investigasi yang dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya untuk merusak nama baik PT. Jobs DB Indonesia karena diliput dari berbagai pemberitaan media tanpa kejelasan hasil Audit yang dilakukan oleh Pemohon, maka guna menghindari kejadian serupa, pemegang saham mayoritas PT. Jobs DB Indonesia dapat melakukan langkah-langkah legal sebagai berikut:
Adakan RUPS, sahkan proposal pemegang saham mayoritas untuk memberikan aset atau piutang kepada perseroan, yang mana pemberian itu dikonversikan dengan hak atas saham baru yang akan diterbitkan perseroan sejumlah nilai dari hutang atau aset yang diberikan pemegang saham mayoritas.
Dengan demikian, ketika konversi saham terlaksana, jumlah total saham yang dimiliki pemegang saham minoritas bukan lagi 10%, namun kurang dari itu, dimana Audit Investasi berdasarkan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas hanya dimungkinkan untuk dimohonkan oleh pemegang saham yang minimum memiliki 10% dari total saham yang diterbtikan perseroan. Kurang dari 10%, maka pemegang saham minoritas tidak akan lagi dapat melakukan langkah-langkah akrobatik guna merusak citra dan reputasi perseroan.
…
Dalam praktik, banyak perjanjian MEB maupun convertible bond yang dibuat tanpa adanya persetujuan RUPS, sehingga secara hukum tidak dapat dieksekusi konversi atau pengalihan penguasaah saham atas piutang yang tidak tertagih.
Dikarenakan hukum perseroan memungkinkan bagi pemegang saham mayoritas incumbent untuk memberikan hutang atau aset bagi perseroan, dengan kompensasi berupa hak atas saham baru yang akan diterbitkan perseroan, maka dengan mekanisme sahih inilah pemegang saham mayoritas dapat menekan pemegang saham minoritas yang kerap kali merongrong kebijakan operasional perseroan karena pastilah RUPS yang dikuasai pemegang saham mayoritas akan menyetujui proposal pemegang saham mayoritas tersebut yang hendak melakukan konvensi piutang atas saham baru yang akan diterbitkan perseroan.
Dalam kasus Audit Investigasi yang diajukan oleh PT. Metro Pacific (pemegang saham 10% dari total saham PT. Jobs DB Indoensia) terhadap PT. Jobs DB Indonesia, dimana tujuan permohonan Audit Investigasi yang dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya untuk merusak nama baik PT. Jobs DB Indonesia karena diliput dari berbagai pemberitaan media tanpa kejelasan hasil Audit yang dilakukan oleh Pemohon, maka guna menghindari kejadian serupa, pemegang saham mayoritas PT. Jobs DB Indonesia dapat melakukan langkah-langkah legal sebagai berikut:
Adakan RUPS, sahkan proposal pemegang saham mayoritas untuk memberikan aset atau piutang kepada perseroan, yang mana pemberian itu dikonversikan dengan hak atas saham baru yang akan diterbitkan perseroan sejumlah nilai dari hutang atau aset yang diberikan pemegang saham mayoritas.
Dengan demikian, ketika konversi saham terlaksana, jumlah total saham yang dimiliki pemegang saham minoritas bukan lagi 10%, namun kurang dari itu, dimana Audit Investasi berdasarkan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas hanya dimungkinkan untuk dimohonkan oleh pemegang saham yang minimum memiliki 10% dari total saham yang diterbtikan perseroan. Kurang dari 10%, maka pemegang saham minoritas tidak akan lagi dapat melakukan langkah-langkah akrobatik guna merusak citra dan reputasi perseroan.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.