Question: Bila ahli waris mendapat warisan atau hibah wasiat berupa sebidang tanah dari almarhum pewaris, akankah ahli waris dibebani pajak atas perolehan hak atas tanah dari pewaris, meski tiap hak dan kewajiban menurut hukum perdata beralih pada ahli waris ketika pewaris meninggal dunia? Adakah cara lain yang dapat ditempuh ahli waris bila merasa berkeberatan atas BPHTB tersebut setelah perekonomian keluarga praktis menjadi lumpuh setelah ditinggal almarhum?
Brief Answer: Ahli waris atas perolehan hak atas tanah warisan dari pewaris, terkena pajak yang bernama Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB), meski secara keperdataan memang tiap hak atau kekayaan/aktiva dari pewaris diturunkan kepada para ahli warisnya, namun Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat (PP No.111/2000) telah mengatur secara (gegabah) bahwa ahli waris dibebani BPHTB demikian atas warisan yang diterimanya. Namun, karena hukum perdata menyatakan hak maupun kewajiban pewaris diturunkan pada ahli warisnya, maka para ahli waris tersebut secara kolektif masih memiliki kewenangan untuk menjual hak atas tanah tersebut meski dalam sertifikat hak atas tanah masih tercantum nama almarhum pewaris yang belum dibalik-namakan pada para ahli warisnya. Namun, bila kantor wilayah Dirjen Pajak setempat mewajibkan ahli waris untuk terlebih dahulu membalik nama keatas nama ahli waris sebelum ahli waris yang sah atas objek tanah tersebut menjualnya kepada pihak ketiga, dengan menetapkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak melebihi nilai pasar / NJOP Objek Pajak tersebut (tergantung mana yang lebih tinggi), semisal di Kanwil Dirjen Pajak setempat menetapkan sebesar tiga ratus juga rupiah, sementara NJOP / nilai pasar tanah yang diwariskan pewaris nilainya kurang dari itu, maka ahli waris dibebankan BPHTB sebesar Rp.0.00 (nol rupiah) untuk proses balik nama kepada para ahli warisnya, Solusi lainnya, ahli waris dapat mengajukan pemberian pengurangan BPHTB sesuai PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91/PMK.03/2006.
Explanation:
Meski demikian SHIETRA & PARTNERS menilai regulasi terkait BPHTB terhadap ahli waris adalah absurb, karena melanggar konsep hukum waris perdata yang menyatakan segala aktiva dan pasiva Pewaris beralih demi hukum kepada ahli waris. Artinya, ahli waris menggantikan kekedukan serta hak dan kewajiban Pewaris.
Bila negara mewajibkan ahli waris untuk membayar BPHTB meski segala hak dan harta kekayaan Pewaris secara demi hukum menjadi hak keperdataan ahli waris, sama artinya negara telah memasung hak konstitusional warga negaranya atas hak kebendaan. Adalah pelanggaran hukum ketika ahli waris tidak mampu membalik-nama hak atas tanah hanya karena tidak sanggup membayar beban BPHTB.
SHIETRA & PARTNERS mampu dan dapat mengajukan uji materiil guna membatalkan regulasi terkait BPHTB yang dibebankan kepada ahli waris baik karena hibah maupun wasiat.
Pasal 1 PP No. 111/2000: “Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1. Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris, yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
2. Perolehan hak karena hibah wasiat adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan dari pemberi hibah wasiat, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
Pasal 2 PP No. 111/2000: “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang.”
Note SHIETRA & PARTNERS: menurut ketentuan hukum perpajakan dibidang BPHTB, nilai BPHTB ialah sebesar 2,5% (dua koma lima persen), sehingga beban pajak BPHTB yang diberlaku bagi ahli waris atas perolehan hak atas tanah, ialah sebesar nilai pasar atau NJOP (tergantung mana yang lebih tinggi) dari objek hak atas tanah yang diwariskan sebagai nilai perolehan objek pajak, dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat (setiap provinsi dapat menetapkan Rp.300.000.000,- namun dapat juga kurang dari itu), maka didapatkan nilai perolehan objek pajak kena pajak. Nilai perolehan kena pajak tersebut kemudian dikalikan 2,5%, kemudian hasil perhitungan tersebut dikalikan lagi dengan 50%, dan hasil akhir perhitungan inilah BPHTB bagi ahli waris yang harus dibayarkan kepada kas negara sebagai pelunasan pajak BPHTB.
Pasal 3 PP No.111/2000: “Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris dan hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota.”
Pasal 4 PP No. 111/2000:
(1) Nilai Perolehan Objek Pajak karena waris dan hibah wasiat adalah nilai pasar pada saat didaftarkannya perolehan hak tersebut ke Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota.
(2) Dalam hal nilai pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Nilai Perolehan Objek Pajak yang digunakan sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan.
Pasal 5 PP No .111/2000:
(1) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota hanya dapat melakukan pendaftaran perolehan hak karena waris dan hibah wasiat pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan.
Lebih lanjut dapat dirujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.03/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB, dimana peraturan ini berisikan ketentuan sebagai berikut: untuk perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak (artinya Kanwil Pajak setempat dapat menetapkan lebih rendah dari itu) yakni sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2006 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 561/KMK.03/2004 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (Permenkeu No.91):
Pasal 1 huruf (a) butir (4) Permenkeu No.91: “Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal : a. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak yaitu : 4. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dan orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.”
Pasal 2 butir (b) Permenkeu No.91: “Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut : sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 dan angka 4, …”
Bila melihat ketentuan diatas, maka pajak terutang BPHTB ahli waris atas perolehan hak atas tanah dari pewaris demikian, dapat disimpulkan, PP No. 111/2000 mengatur bahwa BPHTB terutang ialah 50% dari pajak yang seharusnya terutang, kemudian Permenkeu No.91 juga memberikan potongan / keringanan / pengurangan sebesar 50% dari BPHTB terutang, maka dapat simpulkan, bila permohonan pengurangan BPHTB oleh ahli waris dikabulkan, maka BPHBT akhir yang harus dibayarkan oleh ahli waris ialah dengan skema contoh sebagai berikut:
- Nilai Perolehan Objek Pajak (sesuai NJOP atau Harga Pasar, tergantung mana yang lebih tinggi) : Rp. 600.000.000,-- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (maksimum, tergantung peraturan kanwil pajak setempat): Rp.300.000.000,-- Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak : Rp.300.000.000,-- BPHTB yang seharusnya terhutang = 2,5% x Rp.300.000.000,- = Rp. 7.500.000,-- BPHTB terhutang = 50% x Rp.7.500.000,- = Rp.3.750.000,-- Pengurangan BPHTB = Rp.3.750.000,- x 50% = Rp.1.875.000,-
Maka Pajak BPHTB yang dibebankan kepada ahli waris yang permohonan pengurangannya terkabulkan tersebut adalah sebesar Rp. 1.875.000,-
Untuk mekanisme serta tata cara pengajuan pengurangan BPHTB demikian, dapat merujuk langsung pada Permenkeu No. 91.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.