Question:
Apakah kepada setiap perikatan untuk melakukan sesuatu, secara otomatis akan
beralih kepada ahli warisnya ketika pihak yang diwajibkan/menyepakati untuk
melakukan sesuatu hal tertentu tersebut meninggal dunia? Misal seorang penyewa
kontraktor yang ketika perjanjian telah disepakati, kemudian meninggal dunia,
apakah penyewa tersebut tetap terikat terhadap para ahli waris kontraktor
bersangkutan atau dianggap batal sehingga dapat menggunakan jasa kontraktor
lain?
Brief Answer:
Pada dasarnya perikatan dibuat untuk sekalian ahli waris para pihak dalam
perjanjian, yang akan tampil sebagai pihak pada perikatan menggantikan pemberi
waris yang telah almarhum di kemudian hari ketika jalannya isi perjanjian di
tengah jalan kemudian salah satu pihak meninggal dunia. Namun ada beberapa ciri
atau karakter isi perjanjian dengan perikatan “untuk melakukan sesuatu” yang
karena sifat karakteristiknya melekat pada satu individu semata, semisal seorang pelukis, penari, penyanyi, yang
karena keahlian atau keterampilannya, tidak dapat digantikan oleh orang lain
dengan kualitas 100% serupa. Termasuk didalamnya adalah keahlian seorang
kontraktor, tidak dapat digantikan oleh ahli warisnya. Namun adalah lebih kuat
secara hukum, bila penyewa kontraktor bersangkutan juga memberi surat
pernyataan kepada para ahli warisnya bahwa perjanjian dengan kontraktor
(almarhum) adalah batal.
Explanation:
Pasal
1318 KUHPerdata: “Orang dianggap memperoleh sesuatu dengan
perjanjian untuk diri sendiri dan untuk
ahli warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika
dengan tegas ditetapkan atau telah nyata dan sifat persetujuan itu bahwa bukan itu maksudnya.”
Kemudian dikaitkan dengan unsur subjektif syarat sah perjanjian vide Pasal 1320 KUHPerdata, yakni adanya kesepakatan, maka dapat ditafsirkan tiada kesepakatan antara penyewa kontraktor dengan ahli warisnya, maka perjanjian demikian “dapat dibatalkan”. Konsekusensi konsepsi “dapat dibatalkan” (bukan “batal demi hukum”), bila penyewa kontraktor tidak memberi pemberitahuan pembatalan, maka para ahli waris dapat berasumsi bahwa perjanjian dengan almarhum (pemberi waris) tetap berlaku, sehingga perjanjian dapat tetap dijalankan secara sah.
Contoh lain tidak terpenuhinya unsur subjektif Pasal 1320 KUHPerdata, ialah cakap hukumnya pihak dalam perikatan. Bila salah satu pihak dalam perjanjian masih dibawah umur, sementara tiada pihak yang mempermasalahkan hal tersebut, maka perjanjian tersebut dapat terus dijalankan secara sah, kecuali ia yang tidak cakap hukum tersebut membatalkannya.
Namun hal ini perlu dipersempit keberlakuannya untuk perikatan perdata yang bersifat perorangan. Dalam kasus perikatan jasa kontraktor yang bersifat perjanjian antara pemakai jasa dengan perusahaan penyedia jasa konstruksi, yang mana bisa jadi sang pemilik developer hanya memimpin secara manajemerial dari developer tersebut, maka ketika sang pemilik developer meninggal dunia maka perjanjian kontraktor tetap berlaku, oleh sebab konstruksi tetap dapat dilanjutkan oleh tenaga terampil dari perusahaan developer.
Berbeda bila sang kontraktor merupakan usaha perorangan, dimana sang kontraktor yang mengikatkan diri dalam kontrak konstruksi tersebut dikenal akan keterampilan khususnya karena senantiasa terlibat langsung di lapangan, sehingga pengguna jasa sengaja bertujuan menyewa tenaga beliau, maka ketika sang kontraktor perorangan tersebut meninggal dunia, pengguna jasa dapat menyatakan bahwa perjanjian putus karena sudah tidak ada lagi kesesuaian kehendak, oleh sebab sang ahli waris belum tentu menyamai keterampilan sang almarhum.
Dari kasus ini pula, kita dapat melihat, bahwa keberadaan suatu kontrak /perjanjian dalam pelaksanaannya sangat bergantung pada kondisi faktual saat kontrak tersebut akan dilaksanakan, bukan semata kondisi / keadaan saat kontrak tersebut dibentuk dan disepakati.
Ambil contoh lain, perikatan bisnis dibuat saat ekonomi makro sedang stabil. Ketika terjadi krisis ekonomi dan moneter yang akut disertai merosotnya nilai tukar kurs Rupiah terhadap mata uang asing, kondisi telah berubah, sehingga berpengaruh pula terhadap perikatan kontrak, dikarenakan besar kemungkinan salah satu pihak akan mengalami "cacat kehendak" karena kondisi yang melingkupi kontrak tersebut sudah berubah dan tidak lagi relevan untuk dilaksanakan yang mana jika dipaksakan pelaksanaannya besar kemungkinan akan sangat merugikan salah satu pihak dalam perjanjian tersebut.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak
Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.