Question:
Apa sajakah hak dan kewajiban pasien serta hak dan kewajiban dokter? Apakah rekam
medis merupakan hak pasien yang tidak boleh ditolak rumah sakit ketika pasien
meminta? Apa dasar hukumnya? Bagaimana bila dokter tidak membuat rekam medis?
Brief Answer:
Rekam medis merupakan salah satu hak pasien yang tidak boleh ditolak dan/atau
tidak dibuat oleh dokter. Pelanggaran terhadap ketentuan demikian, ialah
ancaman baik secara perdata (gugatan) maupun pidana (laporan kepada pihak
kepolisian yang berujung pada pemidanaan).
Explanation:
Pasal 47 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN (UU Praktik Kedokteran):
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien.
(2)
Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya
oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 50 UU Praktik Kedokteran: “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51 UU Praktik Kedokteran: “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan
medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 52 UU Praktik Kedokteran: “Pasien, dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter
gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak
tindakan medis; dan
e. mendapatkan
isi rekam medis.
Pasal 53 UU Praktik Kedokteran: “Pasien, dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Pasal 66 UU Praktik Kedokteran:
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan
atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia.
(2) Pengaduan
sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan
waktu tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana
kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Pasal 67 UU Praktik Kedokteran: “Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan
dengan disiplin dokter dan dokter gigi.”
Pasal 68 UU Praktik Kedokteran: “Apabila dalam pemeriksaan ditemukan
pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan
pengaduan pada organisasi profesi.“
Pasal
69 UU Praktik Kedokteran:
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian
sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat
izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 73 UU Praktik Kedokteran:
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dan/atau surat izin praktik
(2) Setiap orang dilarang
menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter
gigi yang telah memiliki suat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 77 UU Praktik Kedokteran: “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).“
Pasal 78 UU Praktik Kedokteran: “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi
yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi
dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). “
Pasal 79 UU Praktik Kedokteran: “Dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak
membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Pasal 80 UU Praktik Kedokteran:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau
dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana
yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah
sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak
Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.