Question:
Apakah masalah waktu memiliki peranan atau konsekuensi hukum dalam praktik hukum
di Indonesia?
Brief Answer:
Ya, masalah lewatnya waktu (daluarsa atau kadaluarsa), membawa konsekuensi
timbul ataupun gugurnya suatu hak dan/atau kewajiban tertentu, baik dalam ranah
hukum pidana maupun perdata. Namun hukum perdata bersifat multifacet, dalam arti perdata umum daluarsa ialah selama 30 tahun, namun untuk bidang
keperdataan spesifik tertentu, daluarsa hak menuntut dapat kurang dari 30 tahun
sesuai dengan ketentuan hukum spesifik yang mengaturnya. Dalam pidana,
daluarsa dapat terjadi sesuai konteks lamanya ancaman hukuman penjara serta bila terdakwa/terpidana meninggal dunia; sementara dalam
perdata kewajiban dan hak dapat beralih kepada ahli waris.
Explanation:
Pasal
1955 KUHPerdata: “Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu
dengan upaya lewat waktu, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuai itu
dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus-putus, secara
terbuka di hadapan umum dan secara tegas.”
Pasal
1961 KUHPerdata: “Mereka yang telah menerima suatu barang,
yang diserahkan dengan atas hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa,
penyimpan dan orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu
persetujuan dengan pemiliknya, dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan
lewat waktu.“
Pasal
1962 KUHPerdata: “Lewat waktu dihitung menurut hari, bukan
menurut jam. Lewat waktu itu diperoleh bila hari terakhir dari jangka waktu
yang diperlukan telah lewat.”
Pasal
1963 KUHPerdata: “Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh
suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak
harus dibayar atas tunjuk dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh
hak milik atasnya dengan jalan lewat waktu. Seseorang yang dengan itikad baik
menguasai sesuatu selama tiga puluh
tahun memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya.”
(acquisitieve verjaring, diperolehnya hak
milik atas dasar hukum lampaunya waktu)
Pasal
1964 KUHPerdata: “Suatu tanda alas hak yang batal karena suatu
cacat dalam bentuknya tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu lewat waktu
selama dua puluh tahun.”
Pasal
1965 KUHPerdata: “Itikad baik harus selalu dianggap ada, dan
barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya.”
Pasal
1967 KUHPerdata: “Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat
kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus
karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan
orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas
hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada
itikad buruk.”
Pasal
32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah: “Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah
diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang
memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya,
maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi
menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada
pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun
tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau
penerbitan sertifikat tersebut.” (rechtsverwerking,
lampaunya waktu sebagai dasar hukum hilangnya suatu hak atas tanah, semisal
bilamana seseorang setelah sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikelola, alias
membengkalaikan, lalu tanah tersebut diolah dan diberdayakan oleh pihak lain
yang menguasai tanah tersebut dengan itikad baik, misal menjaga kondisi tanah,
membayar PBB, maka orang yang membiarkan tanah tersebut tidak terawat
kehilangan haknya untuk menuntut kepemilikan atas tanah tersebut)
Pasal
96 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: “Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran
yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka
waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.”--Ketentuan dalam pasal UU Ketenagakerjaan tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga mengenai kadaluarsa hak normatif buruh/pekerja, kembali tunduk pada ketentuan dalam KUHPerdata.
Pasal
1959 KUHPerdata: “Orang yang menguasai suatu barang untuk
orang lain, begitu pula ahli warisnya, sekali-kali tidak dapat memperoleh
sesuatu dengan jalan lewat waktu, berapa lama pun waktu yang telah lewat. Demikian
pula seorang penyewa, seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua
orang lain yang memegang suatu barang berdasarkan suatu persetujuan dengan
pemiliknya, tak dapat memperoleh barang itu.” (Ini
merupakan penjelasan mengapa para pemegang SHGB maupun penyewa tidak
diperhitungkan sebagai bagian dari perolehan hak atas dasar daluarsa)
Pasal
77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP): “Kewenangan menuntut pidana
hapus, jika tertuduh meninggal dunia.”
Pasal
78 KUHP:
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan
dengan percetakan sesudah satu tahun;
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana
kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih
dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum
delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi
sepertiga.
Pasal
83 KUHP: “Kewenangan menjalankan pidana hapus jika
terpidana meninggal dunia.”
Pasal
84 KUHP:
(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.
(2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua
tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima
tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang
daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.
(3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dan
lamanya pidana yang dijatuhkan.
(4) Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak
Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.