ASPEK HUKUM PENGAKUAN DAN PENGESAHAN ANAK

Question: Apakah yang menjadi perbedaan antara pengakuan dan pengesahan anak menurut hukum? Apa juga yang menjadi syarat dari pengakuan dan/atau pengesahan anak demikian?
Answer:  
Berdasarkan ketentuan hukum, pembeda antara pengakuan dan pengesahan anak hanya pada tahapan apakah orang tua kandung anak bersangkutan telah dalam masa perwakinan sah menurut hukum negara atau tidak. Jika orang tua anak hanya sah menikah berdasar hukum agama, maka hanya dapat diangkat sebagai anak yang diakui. Namun bagi orang tua anak bersangkutan yang saat melahirkan anak tersebut telah sah menikah atas hukum agama, lalu dalam perjalanan tumbuh besar sang anak, orang tua kandungnya tersebut kemudian melangsungkan perkawinan resmi secara hukum negara, maka terhadap anak tersebut dapat diangkat statusnya sebagai anak sah.
Konsekuensi dari perbedaan kedua konsep tersebut, bilamana sang anak hanya berstatus “diakui”, maka dalam hukum waris ia dikenal sebagai “anak luar kawin”. Sementara bagi anak yang sah, maka derajatnya lebih tinggi dalam hukum waris.

Penulis secara pribadi menilai bahwa ketentuan demikian memang tidak adil, diskriminasi terhadap anak yang mana sang anak tidak tahu-menahu akan hal tersebut. Sah atau tidaknya orang tua dari anak bersangkutan, secara realitanya anak tersebut pasti dilahirkan oleh orang tua kandungnya. Hukum seyogianya tidak memungkiri hal tersebut, terutama hukum waris yang berlaku di Indonesia masih bersifat diskriminasi terhadap anak diluar nikah.

Pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Kependudukan):

(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pengakuan anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan. (Yang dimaksud dengan "pengakuan anak" merupakan pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama dan disetujui oleh ibu kandung anak tersebut.)

(2) Pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama, tetapi belum sah menurut hukum negara.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengakuan anak dan menerbitkan kutipan akta pengakuan anak.

Pasal 50 UU Perkawinan:

(1) Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. (Yang dimaksud dengan "pengesahan anak" merupakan pengesahan status seorang anak yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama, pada saat pencatatan perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara.)

(2) Pengesahan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengesahan anak dan menerbitkan kutipan akta pengesahan anak.
© SHIETRA & PARTNERS Copyright