Question:
Apakah ketentuan hukum mengenai “Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum”
juga berlaku bagi tulisan atau perkataan di media sosial internet, media massa,
dsb, karena semua itu bersifat umum? Adakah batasan terhadap hak tersebut?
Adakah diperlukan izin dari pihak berwajib atas hal tersebut? Apakah terhadap
pembatalan rencana atas hal tersebut perlu juga dilaporkan? Apakah untuk hak
yang sama yang dilakukan oleh buruh/karyawan menghadapi perusahaannya, berlaku
juga ketentuan yang sama?
Brief Answer:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun I998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum (UU No.9/1998) mengatur bentuk dan tata cara
penyampaian pendapal di muka umum.
dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun
elektronika dan hak mogok bekerja di lingkungan kerjanya. Demi terciptanya
keseimbangan, setiap hak pasti memiliki batasannya yang bernama kewajiban agar
tidak terjadi chaos. Penyampaian
pendapat di muka umum seperti unjuk rasa, demonstrasi, mimbar, maupun pawai, wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, selambat-lambatnya
3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima
oleh Polri setempat hingga diperolehnya surat tanda terirna pemberitahuan. Namun,
pemberitahuan secara tertulis demikian tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di
dalam kampus dan kegiatan keagamaan. Pembatalan pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung
jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu
pelaksanaan. Meski demikian, ketentuan yang mengatur mogok kerja buruh diatur secara terpisah atas dasar
lex spesialis derogat legi generalis
antara UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat terhadap UU Ketenagakerjaan.
Explanation:
Bagi para buruh/karyawan yang hendak
melakukan mogok ataupun demonstrasi, maka ketetentuan hukum mengenai UU
Ketenagakerjaan juga berlaku di sini, dimana dalam suatu peristiwa, pernah
terjadi seluruh karyawan suatu hotel ternama di-PHK secara tidak hormat karena
serikat pekerja atau wakil buruh tidak mendaftarkan rencana demonstrasi mereka
kepada pihak berwajib, sehingga manajemen hotel tempat mereka bekerja
dimenangkan oleh hukum ketika karyawan/buruh yang berdemonstrasi demikian
menggugat langkah menajemen perusahaan. Berangkat dari hal tersebut, ulasan ini
tentunyalah tepat untuk diangkat dan dijadikan sebagai rujukan.
Pasal 138 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
(UU Ketenagakerjaan), telah mengatur:
(1) Pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja
berlangsung dilakukan dengan tidak
melanggar hukum.
(2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan
tersebut.
Khusus untuk tenaga kerja yang hendak
beraspirasi, maka hal ini diatur dalam Pasal 140 UU Ketenagakerjaan:
(1)
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a.
waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b.
tempat mogok kerja;
c.
alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris
dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh
sebagai penanggung jawab mogok kerja.
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan
oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh,
maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh
perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung
jawab mogok kerja.
(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan alat produksi dan
aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara :
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok
kerja berada di lokasi kegiatan proses
produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang
pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi
perusahaan.
Pasal
141 UU Ketenagakerjaan:
(1) Instansi pemerintah dan pihak
perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
(2) Sebelum dan selama mogok kerja
berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib
menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan
dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan
perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan
masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
(5) Dalam hal perundingan tidak
menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), maka atas dasar
perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau
penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan
untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
Pasal
142 UU Ketenagakerjaan:
(1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pa-sal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang
tidak sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal
143 UU Ketenagakerjaan:
(1) Siapapun tidak dapat
menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk
mengguna kan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
(2) Siapapun dilarang melakukan
penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat
pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
144 UU Ketenagakerjaan: “Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang :
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok
kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan
balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat
pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
Pasal
145 UU Ketenagakerjaan: “Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok
kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh
dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah. “
Diluar dari kasus ketenagakerjaan, maka
pada umumnya, kecuali secara spesialis tidak diatur sebaliknya, pada perihal
hak Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, berlakulah ketentuan
sebagai berikut:
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi maupun konvensi
internasional, yang menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan
pendapat di muka umum yang merupakan perwujudan demokrasi, tetap dalam kerangka
bernegara dan bermasyarakat yang aman, tertib, dan damai sehingga penggunaan hak
menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggungjawab sebagai
“koin bersisi dua” sebagai kewajiban dibaliknya.
Pasal 1 UU No.9/1998: “Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan
:
1. Kemerdekaan
menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan
pikiran dengan lisan. tulisan. dan sebagainya secara bebas dan bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Di
muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain tennasuk juga di
tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.
3. Unjuk
rasa atau Demonstrasi adalah
kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan
lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Pasal
2 UU No.9/1998:
(1) Setiap warga negara, secara
perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan
tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
(2) Penyampaian pendapat di muka umum
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
Penjelasan
Pasal 2: “Yang
dimaksud dengan “Penyampaian pendapat di muka umum”, adalah penyampaian
pendapat secara lisan, tulisan. dan sebagainya. “Penyampaian pendapat secara
lisan” antara lain; pidato. dialog, dan diskusi. “Penyampaian pendapat secara
lulisan” antara lain : petisi, gambar, pamflet, poster, brosur, selebaran, dan
spanduk. Adapun yang dimaksud dengan :dan sebagainya" antara lain : sikap,
membisu dan mogok makan.”
Pasal
3 UU No.9/1998: “Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum dilaksanakan berlandaskan pada :
a.
asas keseimbangan antara hak dan
kewajiban;
b.
asas musyawarah dan mufakat;
c.
asas kepastian hukum dan keadilan;
d.
asas profesionalitas; dan
e.
asas manfaat.
Pasal
4 UU No.9/1998: “Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum adalah :
a. mewujudkan kebebasan yang bertanggung
jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. mewujudkan perlindungan hukum yang
konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan
pendapat;
c. mewujudkan iklim yang kondusif bagi
berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan
hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;
d. menempatkan tanggung jawab sosial
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara, tanpa mengabaikan
kepentingan perorangan atau kelompok.
Pasal
5 UU No.9/1998: “Warga ncgara yang menyampaikan pendapat di
muka umum berhak untuk :
a.
mengeluarkan pikiran secara bebas;
b.
memperoleh perlindungan hukum.
Penjelasan
Pasal 5: “Yang dimaksud dengan “mengeluarkan pikiran
secara bebas” adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan
yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan
tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini. Yang dimaksud
dengan “memperoleh perlindungan hukum” termasuk di dalamnya jaminan keamanan.”
Pasal
6 UU No.9/1998: “Warga negara yang menyampaikan pendapat di
muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
a.
menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b.
menghonnati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c.
menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.
menjaga dan menghonnati keamanan dan ketertiban umum; dan
e.
menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Penjelasan
Pasal 6: “Yang dimaksud dengan "menjaga dan
menghormati keamanan dan ketertiban umum” adalah perbuatan yang dapat mencegah
timbulnya bahaya bagi ketenteraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut
orang, barang maupun kesehatan. Yang dimaksud dengan “menjaga keutuhan
persatuan dan kesatuan bangsa" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar
golongan dalam rnasyarakat.”
Pasal
7 UU No.9/1998: “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di
rnuka umurn oleh warga negara. aparatur pernerintah berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk :
a.
melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c.
menghargai prinsjp praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.
Pasal
8 UU No.9/1998: “Masyarakat berhak berperan serta secara
bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat
berlangsung secara aman, tertib, dan damai.”
Pasal
9 UU No.9/1998: “
(1)
Bentuk penyampaian pendapat di muka urnum dapat dilaksanakan dengan:
a.
unjuk rasa atau demonstrasi;
b.
pawai;
c.
rapat umum; dan atau
d.
mimbar bebas.
(2) Penyampaian pendapat di muka umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). dilaksanakan di tempat-tempat terbuka
untuk umum, kecuali :
a. di lingkungan istana kepresidenan,
tempat ibadah. instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun
kereta api. terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional;
b.
pada hari besar nasional.
(3) Pelaku atau peserta penyampaian
pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan
keselamatan umum.
Penjelasan
Pasal 9: “Yang dimaksud dengan pengecualian “di
lingkungan istana kepresidenan" adalah istana presiden dan istana wakil presiden
dengan radius 100 meter dari pagar luar. Pengecualian untuk “instalasi militer”
rneliputi radius 150 meter dari pagar luar. Pengecualian untuk “obyek-obyek
vital nasional” meliputi radius 500 meter dari pagar luar.”
Pasal
l0 UU No.9/1998:
(1) Penyampaian pendapat di muka umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada
Polri.
(2) Pemberitahuan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan. pemimpin,
alau penanggungjawab kelompok.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua
puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.
(4) Pemberitahuan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam
kampus dan kegiatan keagamaan.
Penjelasan
Pasal 10: “Yang dimaksud dengan “Polri setempat”
adalah satuan Polri terdepan dimana kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan
apabila kegiatan dilaksanakan pada :
a. 1 (satu) kecamatan. pemberitahuan ditujukan
kepada Polsek setempat;
b. 2 (dua) kecamatan atau lebih dalam
lingkungan kabupaten/kotamadya. pemberitahuan ditujukan kepada Polres setempat;
c. 2 (dua) kabupaten/kotamadya atau lebih
dalam 1 (satu) propinsi, pemberitahuan ditujukan kepada Polda setempat;
d. 2 (dua) propinsi atau lebih,
pernberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Pasal
11 UU No.9/1998: “Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal l0 ayat (1) memuat :
a.
maksud dan tujuan;
b.
tempat, lokasi, dan rute;
c.
waktu dan lama;
d.
bentuk;
e.
penanggung jawab;
f.
nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
g.
alat peraga yang dipergunakan; dan atau
h.
jumlah peserta.
Pasal
l2 UU No.9/1998:
(1) Penanggungjawab kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 wajib bertanggungjawab agar
kegiatan tersebut terlaksana secara arnan, tertib, dan damai.
(2) Setiap sarnpai 100 (seratus) orang
pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai
dengan 5 (lirna) orang penanggungjawab.
Pasal
13 UU No.9/1998:
(1) Setelah menerima surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalarmPasal 11 Polri wajib :
a. segera rnemberikan surat tanda terima pemberitahuan;
b. berkoordinasi dengan penanggung jawab
penyampaian pendapat di rnuka umum;
c. berkoordinasi dengan pimpinan
instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;
d.
mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi. dan rute.
(2) Dalam pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum. Polri bertanggungjawab memberikan perlindungan keamanan
terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.
(3) Dalam pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan
untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang
berlaku,
Pasal
14 UU No.9/1998: “Pembatalan
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan
langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh
empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.”
Pasal
15 UU No.9/1998: “Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka
umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10, dan Pasal 11.”
Pasal
l6 UU No.9/1998: “Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan
sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Penjelasan
Pasal 16: “Yang dimaksud dengan “sanksi hukurn” adalah
sanksi hukum pidana, sanksj hukurn perdata, atau sanksi administrasi. Yang
dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah ketentuan
peraturan perundang-undangan hukum pidana, hukum perdata, dan hukum
administrasi. “
Pasal
17 UU No.9/1998: “Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 Undang-Undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari
pidana pokok.
Pasal
18 UU No.9/1998:
(1) Barang siapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan
pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-Undang ini dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak
Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut :
1. setiap orang memiliki kewajiban
terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas
dan penuh;
2. dalam pelaksanaan hak dan
kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan
oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan
terhadap hak serta kebebasanorang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang
adil bagi moralitas, ketertiban. serta kesejahteraan umum dalam suatu
masyarakaat yang demokratis;
3. hak dan kebebasan ini sama sekali
tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Penjelasan
Umum: UU No.9/1998 “Undang-Undang ini mengatur bentuk dan
tata cara penyampaian pendapat di muka umum. dan tidak mengatur penyampaian
pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok
bekerja di lingkungan kerjanya.”
Note SHIETRA & PARTNERS: Izin rencana melakukan penyampaikan pendapat di muka umum dari pihak kepolisian berbeda dengan Izin Keramaian semisal guna rencana kegiatan pentas seni dan budaya, kampanye politik, pagelaran, pertunjukkan, dsb yang bersifat mengundang potensi keramaian publik.
Note SHIETRA & PARTNERS: Izin rencana melakukan penyampaikan pendapat di muka umum dari pihak kepolisian berbeda dengan Izin Keramaian semisal guna rencana kegiatan pentas seni dan budaya, kampanye politik, pagelaran, pertunjukkan, dsb yang bersifat mengundang potensi keramaian publik.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak
Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.