Question:
Apakah terhadap buruh atau karyawan yang melakukan mogok kerja dapat dikenai
sanksi oleh perusahaan ataupun pemerintah? Apakah perusahaan berhak memotong
gaji atau upah buruh selama hari mogok kerja? Apa yang menjadi prosedur mogok
kerja yang sah oleh hukum sehingga dapat dilindungi oleh hukum di Indonesia? Apakah
Mogok Kerja buruh / pekerja yang sedang bertugas pada rumah sakit, dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah?
Jika iya, maka apakah konsekuensinya?
Brief Answer:
Tidak dapat dikenai sanksi selama telah memberikan pemberitahuan rencana pada pihak Dinas Tenaga Kerja. Buruh atau karyawan perusahaan tetap berhak atas
gaji penuhnya atas hari dilaksanakan mogok kerja. Pasal 138—145 UU No.13
Tahun 2003 adalah panduan secara umum prosedur dilangsungkannya Mogok Kerja
yang sah, dan pelaksanaannya diatur dalam KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 232/MEN/2003 TENTANG AKIBAT HUKUM
MOGOK KERJA YANG TIDAK SAH. Dalam Keputusan Menteri tersebut diatur bahwa, Mogok
Kerja buruh / pekerja yang sedang bertugas pada perusahaan yang melayani
kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan
keselamatan jiwa manusia, dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah,
sehingga dianggap sebagai mangkir, dimana pemanggilan untuk kembali bekerja
bagi pelaku mogok yang dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan
tertulis namun pekerja/buruh tidak memenuhi panggilan tersebut, maka dianggap
sebagai bentuk pengunduran diri secara hukum.
Explanation:
Pasal 138 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), telah mengatur:
(1) Pekerja / buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja
berlangsung dilakukan dengan tidak
melanggar hukum.
(2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan
tersebut.
Khusus untuk tenaga kerja yang hendak
beraspirasi, maka hal ini diatur dalam Pasal 140 UU Ketenagakerjaan:
(1)
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja
sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a.
waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b.
tempat mogok kerja;
c.
alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris
dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh
sebagai penanggung jawab mogok kerja.
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan
oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh,
maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh
perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung
jawab mogok kerja.
(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan alat produksi dan
aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara :
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok
kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang
pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Pasal
141 UU Ketenagakerjaan:
(1) Instansi pemerintah dan pihak
perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda
terima.
(2) Sebelum dan selama mogok kerja
berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib
menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan
dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan
perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan
masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
(5) Dalam hal perundingan tidak
menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), maka atas dasar
perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau
penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan
untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
Pasal
142 UU Ketenagakerjaan:
(1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pa-sal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang
tidak sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal
143 UU Ketenagakerjaan:
(1) Siapapun tidak dapat
menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk
menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
(2) Siapapun dilarang melakukan
penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat
pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan
Pasal 143 Ayat (1): “Yang dimaksud dengan menghalang-halangi dalam ayat ini antara lain dengan cara :
a.
menjatuhkan hukuman;
b.
mengintimidasi dalam bentuk apapun;
atau
c.
melakukan mutasi yang merugikan.
Pasal
144 UU Ketenagakerjaan: “Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang :
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan
pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk
apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama
dan sesudah melakukan mogok kerja.
Pasal
145 UU Ketenagakerjaan: “Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok
kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh
dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan
upah. “
Penjelasan
Pasal 145: “Yang dimaksud dengan sungguh-sungguh
melanggar hak normatif adalah pengusaha secara nyata tidak bersedia memenuhi
kewajibannya sebagaimana dimaksud dan/atau ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan, meskipun sudah ditetapkan dan diperintahkan
oleh pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pembayaran upah
pekerja/buruh yang mogok dalam pasal ini tidak menghilangkan ketentuan
pengenaan sanksi terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan
normatif.”
Dalam KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 232/MEN/2003 TENTANG AKIBAT HUKUM
MOGOK KERJA YANG TIDAK SAH (Kepmen No.232), diatur lebih lanjut bahwa Mogok
Kerja merupakan aksi buruh yang sifatnya direncanakan.
Pasal
3 Keputusan Menteri: “Mogok kerja tidak
sah apabila dilakukan :
a. bukan
akibat gagalnya perundingan; dan/atau
b. tanpa pemberitahuan kepada pengusaha
dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan/atau
c. dengan pemberitahuan kurang dari 7
(tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau d. isi pemberitahuan
tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal
4 Keputusan Menteri: “Gagalnya perundingan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a adalah tidak tercapainya kesepakatan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena
pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat pekerja/serikat
buruh atau pekerja/buruh telah meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 (dua)
kali dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja atau
perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan
oleh para pihak dalam risalah perundingan.
Pasal
5 Keputusan Menteri: “Mogok kerja pada perusahaan yang
melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya
membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang
sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah. “
Pasal
6 Keputusan Menteri:
(1) Mogok kerja yang dilakukan secara
tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikualifikasikan sebagai mangkir.
(2) Pemanggilan untuk kembali bekerja
bagi pelaku mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pengusaha
2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk
pemanggilan secara patut dan tertulis.
(3) Pekerja/buruh yang tidak memenuhi
panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka dianggap mengundurkan diri.
Pasal
7 Keputusan Menteri:
(1) Mogok kerja yang dilakukan secara
tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikualifikasikan sebagai mangkir.
(2) Dalam hal mogok kerja yang dilakukan
secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan
hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya dikualifikasikan
sebagai kesalahan berat.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak
Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.