Sertifikat Tanah yang Invalid dapat Diajukan Pembatalan Tanpa Melalui Mekanisme Gugatan di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara

Question: Apakah atas suatu Sertifikat hak atas tanah yang terbit karena suatu sebab yang tidak dapat dibenarkan secara hukum sehingga merugikan pihak lain, pihak yang dirugikan tersebut hanya dapat membatalkannya lewat gugatan ke pengadilan?
Brief Answer: Tidak harus melalui mekanisme gugatan di pengadilan. Atas pihak yang dirugikan demikian, dapat mengajukan permohonan pembatalan Sertifikat hak atas tanah kepada instansi yang berwenang di bidang pertanahan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria (PMNA) / Kepala Badan Pertanahan Nasional (KBPN) Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan.

Explanation:

Pasal 1 ayat (1) PMNA / KBPN Nomor 9 Tahun 1999 mendefinisikan: “pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacad hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Sementara pasal-pasal lainnya dari regulasi di atas mengatur bahwa:

Pasal 3
(1) Pemberian dan pembatalan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri.
(2) Pemberian dan pembatalan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri dapat melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pertanahan dan Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 104
(1) Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertipikat hak atas tanah keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
(2) Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 106
(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.
(2) Permohonan pembatalan hak dapat diajukan atau langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan (kabupaten/kota).

Pasal 107
Cacad hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) adalah:
a. Kesalahan prosedur;
b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
c. Kesalahan subjek hak;
d. Kesalahan objek hak;
e. Kesalahan jenis hak;
f. Kesalahan perhitungan luas;
g. Terdapat tumpang tindis hak atas tanah;
h. Data yuridis atau data fisik tidak benar; atau
i. Kesalahan lainnya yang bersifat hukun administratif.

Pasal 108
(1) Permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan secara tertulis.
(2) Permohonan pembatalan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon:
a. Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya;
b. Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yurisis dan data fisik:
a. Nomor/jenis hak atas tanah;
b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi sebutkan
tanggal dan nomor Surat Ukur);
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian).
3. Lain-lain:
Alasan permohonan pembatalan;
Keterangan lain yang dianggap perlu.

Pasal 109
Alasan pembatalan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) dilampiri dengan:
1. Mengenai pemohon:
a. Jika perorangan: foto copy surat identitas, surat bukti kewarganegaraan;
b. Jika badan hukum: foto copy akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. mengenai tanahnya Nomor/jenis hak atas tanah;
a. foto copy surat keputusan dan atau sertipikat;
b. surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.

Pasal 116
(1) Dalam hal permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan langhsung kepada Menteri, setelah menerima berkas permohonan Menteri memerintahkan kepada Pejabat yang ditunjuk untuk:
1. memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dan apabila belum lengkap segera meminta kepada pemohon untuk melengkapinya;
2. mencatat dalam formulir isian sesuai contoh Lampiran 34.
(2) Menteri meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik serta kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila data yuridis dan data fisik permohonan pembatalan dianggap kurang memenuhi syarat, menterio dapat memerintahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian atau Pejabat yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian atau memerintahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan untuk meneliti kembali data yuridis dan data fisik dan melaporkan hasilnya kepada Menteri.
(4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi dasar pertimbangan untuk memutuskan dapat atau tidaknyadikabulkan permohonan pembatalan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Selanjutnya Menteri memutuskan permohonan tersebut dengan menerbitkan keputusan pembatalan hak atau keputusan penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

Pasal 117
Terhadap permohonan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif yang diajukan langsung kepada Kepala Kantor wilayah diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116.

Pasal 118
Keputusan pembatalan hak atau keputusan penolakan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (3), Pasal 115 ayat (3), Pasal 116 ayat (5) dan Pasal 117 disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak.

Sementara itu, bila Pembatalan Hak Atas Tanah diajukan guna menindaklanjuti Putusan Pengadilan Yang Telah Memperolah Kekuatan Hukum Tetap, berlakulah ketentuan Pasal 124 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, yakni:
(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterbitkan atas permohonan yang berkepentingan.
(2) Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau yang pada intinya sama dengan itu.

Pasal 125
(1) Permohonan pembatalan hak karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan langsung kepada Menteri atau Kepala Kantor Wilayah atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Satu permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya untuk satu atau beberapa hak atas tanah tertentu yang letaknya dalam satu Kabupaten/Kota.

Bila permohonan demikian tidak mendapat tanggapan dari instansi terkait, maka berlakulah ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara:
(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak di terimanya permohonan,Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

Pada dasarnya bagi yang merasa memiliki sengketa hak atas tanah, dimana pihak Anda merasa sebagai pemilik yang sah atas suatu hak atas tanah, secara kasuistik harus dilihat dari karakteristik perkaranya terlebih dahulu. Untuk cacat formil/prosedural yang dilakukan pihak penerbit sertifikat hak atas tanah, maka dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas produk pejabat Tata Usaha Negara (TUN, salah satunya pejabat BPN/Kantor Pertanahan) selama tidak lebih dari 90 hari sejak terbitnya produk pejabat TUN demikian; atau menggunakan mekanisme permohonan sebagaimana diuraikan di atas.

Namun, bila terdapat didalamnya unsur sengketa kepemilikan, semisal terjadi penerbitan oleh BPN atas Sertifikat Hak Milik (SHM) ganda, maka dapat diajukan gugatan ke pengadilan negeri (PN), dimana pihak Kantor Pertanahan penerbit SHM sebagai Turut Tergugat, dimana fungsi “Turut Tergugat” dalam acara perdata ialah guna tunduk pada isi putusan, semisal untuk “Menyatakan SHM No… batal, dan memerintahkan kepada Kantor Pertanahan bantul untuk mencoret SHM No… tersebut dari buku tanah.”

Atas sengketa kepemilikan, merupakan yurisdiksi PN tempat Tergugat berdomisili atau tempat objek sengketa terletak (Pasal 118 HIR), meskipun sengketa tersebut terkait dengan produk Pejabat TUN.  Bila BPN selaku Turut Tergugat dalam Putusan PN yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) tidak melaksanakan isi putusan PN perkara perdata tersebut, barulah tindakan abai dari pejabat TUN demikian dapat menjadi objek sengketa dari yurisdiksi PTUN itu sendiri.

Demikian trick dalam beracara dalam hukum, ibarat bermain biliard, kita harus menargetkan bola di sudut lain untuk lubang di sudut lainnya, tidak harus linear.

Note SHIETRA & PARTNERS: Sebagai update artikel hukum tersebut diatas, regulasi telah diganti oleh Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Baca selengkapnya di MEKANISME ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KASUS PERTANAHAN SELAIN MELALUI JALUR LITIGASI PERADILAN UMUM

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.