Contoh Surat Kuasa Khusus bagi Karyawan yang Hendak Mewakili Perusahaan di Persidangan atau Pengadilan

Question:  Bagaimanakan aspek legal penyusunan sebuah Surat Kuasa (SK) yang baik dan benar menurut hukum dalam teori dan praktiknya? (red: pertanyaan ini mewakili banyaknya permohonan Q & A terkait masalah SK baik dalam konsep hukum maupun praktik di peradilan.)

Brief Answer: Tidak ada satupun konsep SK yang dapat diberlakukan untuk beragam kasus, karena setiap kasus terdapat keunikan dan karakteristiknya sendiri. Namun secara singkat, sebuah SK yang baik harus mengandung, paling tidak 3 aspek: pemberi kuasa, penerima kuasa, masalah/deskripsi spesifik yang dikuasakan/objeknya.

Explanation:

Berikut contoh SK Khusus bila Anda hendak memberikan staf/karyawan guna mewakili badan hukum Anda ketika beracara di pengadilan (dalam contoh ini ialah sebagai tergugat dalam acara pesidangan perdata):

SURAT KUASA KHUSUS
No.       /       -JKT/XI/2013
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Mr ABC, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. XYZ  Selaku Direktur, yang beralamat di Jln. ____________, yang berdiri berdasarkan Akte No. ___________ yang dibuat oleh Notaris _______ , SH., MH., sebagaimana terakhir kalinya diubah dengan Akte No. __________ yang dibuat oleh Notaris ... , SH., MH., disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AH-_______.AH.____ Tahun ____ Tanggal ____,  ……………………….      untuk selanjutnya disebut sebagai PEMBERI KUASA.
Dengan ini memberikan Kuasa sepenuhnya kepada:
Mr. DEF, Warga Negara Indonesia, KTP No.: 317-301-031-085-0006, bertindak untuk dan atas nama PT. XYZ, selaku staf ___ ,berkedudukan hukum di Jln. ___________                                                   untuk selanjutnya disebut sebagai PENERIMA KUASA.
PEMBERI KUASA memberikan Kuasa Khusus kepada PENERIMA KUASA:

---------------------------------------------------KHUSUS------------------------------------------------------

Bertindak untuk dan atas nama PEMBERI KUASA guna mengajukan jawaban atau keterangan baik lisan maupun tertulis di dalam maupun di luar persidangan kepada pejabat terkait, memasukkan prasyarat administrasi, menghadiri/menghadap majelis hakim di persidangan, menerima berkas-berkas perkara, menyampaikan Surat Jawaban, Duplik, Surat Kesimpulan, menerima Surat Gugatan, Replik, Surat Kesimpulan, dan berkas Putusan,  membenarkan atau menyanggah keterangan saksi maupun bukti dan keterangan pihak Penggugat, melakukan negosiasi, memberikan jawaban terhadap pokok perkara, mengajukan eksepsi, penolakan maupun tanggapan terhadap gugatan, menghadirkan saksi dan bukti, melakukan segala tindakan hukum yang dipandang layak dan dibutuhkan kepada para pihak, baik di persidangan maupun di luar persidangan, antara PEMBERI KUASA selaku TERGUGAT I dalam perkara  Perdata  Perbuatan  Melawan  Hukum  Registrasi No. ___/PDt/G/2013/Pn.BDG tanggal ______ 2013, dimana Mr.XXX selaku PENGGUGAT, di Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung, mengenai Objek Sengketa berupa Tanah Objek Hak Tanggungan beserta atau tanpa bangunan di atasnya, yakni:
  • Sebidang tanah berikut bangunan beserta segala turutannya seluas ___ m2, SHM No.___, l. ____ , Kota Bandung;
  • Sebidang tanah berikut bangunan beserta segala turutannya seluas ___m2, SHM No._______ , Kota Bandung;.

Menghadap instansi atau pejabat-pejabat yang berwenang, melakukan permohonan informasi, menerima informasi dan keterangan tertulis maupun lisan, mengajukan dan mendaftarkan segala berkas administrative, menerima segala hasil kesepakatan, negosiasi maupun putusan pengadilan, melakukan sanggahan, keterangan, jawaban, gugatan balik, penolakan, baik lisan maupun tertulis, serta segala tindakan hukum lainnya yang dibutuhkan guna kepentingan PEMBERI KUASA dalam Perkara Perdata sebagaimana disebutkan diatas, di Pengadilan Negeri, baik mediasi maupun dalam pokok perkara, mengajukan eksepsi maupun jawaban terhadap pokok perkara, mengajukan rekonpensi, meminta putusan/penetapan, mengajukan bantahan, mengadakan perdamaian, menyatakan banding maupun kasasi,  menjalankan putusan, meminta salinan putusan dan surat-surat yang perlu, demi dan untuk kepentingan PEMBERI KUASA.
Demikian Surat Kuasa Khusus ini diberikan dengan Hak Substitusi untuk sebagian maupun seluruhnya.
Jakarta, _____  2013

               PEMBERI KUASA                                                       PENERIMA KUASA
                    Materai Rp.6000

                    Mr. ABC                                                                            Mr. DEF
                    Direktur                                                                          Staf ______


Keterangan:
Dalam SK dapat disertakan pula “HAK RETENSI” yang diasanya dipakai oleh para broker, makelar, pialang, maupun pengacara. Hak Retensi memiliki arti, bila klien atau Pemberi Kuasa abai memberikan hak Penerima Kuasa sesuai kesepakatan awal, maka Penerima Kuasa memiliki hak untuk menahan hak Pemberi Kuasa yang ada ditangan Penerima Kuasa.
Sementara yang dimaksud dengan “HAK SUSBTITUSI”, ialah sebuah hak untuk mengalihkan kuasa yang diterima Penerima Kuasa kepada penerima kuasa pihak ketiga yang sebelumnya tidak disebutkan dalam SK.
Aspek legal lain yang perlu diperhatikan, menurut Yurisprudensi (putusan hukum yang telah berkuatan hukum tetap dan diikuti oleh putusan pengadilan selanjutnya), bahwa SK dibentuk dan ditanda-tangani paling lambat 1 (satu) hari sebelum pihak yang mengajukan Surat Gugatan ataupun Surat Jawaban ke hadapan pengadilan, baik perkara perdata maupun pidana.
Yurisprudensi Mahkamah Agung (MA RI) lainnya menyebutkan, untuk mengajukan upaya hukum Kasasi, maka harus dibuat SK Khusus baru secara terpisah, tak bisa menjadi satu dengan SK Khusus untuk perkara tingkat pengadilan awal (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, dsb).
NOTE UPDATE: Kini SK Khusus selama menyebutkan keperluan untuk mengajukan gugatan/jawaban, banding, dan kasasi, maka SK Khusus tersebut dapat digunakan dalam menghadapi upaya hukum banding maupun kasasi tanpa disyaratkan adanya SK Khusus baru terpisah. Kecuali untuk keperluan Upaya Hukum Luar Biasa berupa Peninjauan Kembali, SK Khusus baru perihal upaya hukum PK perlu untuk dibentuk dan diberikan secara terpisah.
Sebuah SK untuk beracara di pengadilan, haruslah berbentuk SK “KHUSUS”, dalam artinya isi/substansi SK bersifat detail tidak multitafsir dan tidak bias. Meski dicantumkan frasa besar “KHUSUS” namun bila ditemukan terdapat unsur yang bersifat tidak spesifik dari kuasa yang dikuasakan pada Penerima Kuasa, maka SK demikian dapat dieksepsi lawan.
Bagi direksi perusahaan yang hendak membuat SK bagi karyawannya, tidak disarankan meniru model SK Khusus ala law firm, karena karakteristik atau modelnya agak berbeda, oleh sebab karyawan perusahaan selaku legal mandatory memiliki keunikan tersendiri dibanding seorang/para advokat.
Dalam menandatangani materai, perlu diingat dan diperhatikan, goresan tanda tangan harus memenuhi sebagian dari materai dan menyambung keluar dari materai. Tidak boleh ttd di dalam materai tanpa menyinggung bidang kertas di samping materai. Karena dapat dianggap tidak sah.

SK Khusus dan Praktiknya di Peradilan
·       Butir (a) dan (b) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No.6 Tahun 1994 menyatakan SK harus terdapat identitas para pihak yang disebutkan secara jelas, OBJEK juga pokok soal harus disebut secara singkat dan konkret.
·       SEMA No.2 Tahun 1959 tertanggal 19 Januari 1959, menggariskan bahwa syarat SK khusus yang dianggap memenuhi ketentuan Pasal 123 ayat (1) HIR, salah satunya ialah menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan antara pihak yang berperkara. Paling tidak, menyebut jenis atau masalah perkaranya.
Bila syarat tersebut tidak dipenuhi mengakibatkan:
-        SK Khusus cacat formil;
-        dengan sendirinya kedudukan kuasa sebagai pihak formil mewakili pemberi kuasa, tidak sah, sehingga gugatan/jawaban yang ditandatangani kuasa tidak sah. Bahkan semua tindakan yang dilakukannya tidak sah, tidak mengikat, dan gugatan/jawaban/bantahan yang diajukan tidak dapat diterima.
·       SEMA No.6 Tahun 1994 tertanggal 14 Oktober Tahun 1994, yang mana salah satu persyaratan didalamnya, yakni: menyebut identitas dan kedudukan para pihak, dan menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.
·       Menurut Yahya Harahap dalam bukunya “Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan” (2008), yang doktrin hukumnya sebagai mantan hakim yang banyak dirujuk oleh para juris, dengan tegas menyatakan bahwa: ”Surat kuasa khusus yang tidak menyebut atau mencantumkan pihak atau subjek yang berperkara maupun objek yang diperkarakan mengakibatkan surat kuasa itu tidak sah. Surat kuasa itu dianggap tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No.01 Tahun 1971. Demikian penegasan yang dikemukakan dalam Putusan MA No.1912 K/Pdt/1984 tanggal 17-10-1985. Dikatakan, surat kuasa yang tidak menyebut subjek dan objek, tidak sah sebagai surat kuasa khusus dalam berperkara. Surat kuasa yang seperti itu, dianggap masih bersifat kuasa umum, sehingga tidak dapat dipergunakan di depan sidang pengadilan untuk menggugat seseorang.”
·       Yurisprudensi MA RI Putusan No. 116 K/Sip/1973 tanggal 16 September 1975 jo Surat Edaran MA RI No. 6 Tahun 1994 tangal 14 Oktober 1994 yang menyebutkan sebagai berikut: Surat kuasa khusus harus memuat secara jelas Para Pihak, Pemberi Kuasa, Penerima Kuasa, Perbuatan hukum yang dikuasakan serta klausula-klausula khusus lainnya.”
·       Yurisprudensi MA RI Putusan No. 551 K/Sip/1976 tanggal 22 Mei 1978 yang menyebutkan sebagai berikut: “Karena surat kuasa PENGGUGAT tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang sehingga formalitas dalam mengajukan gugatan tidak terpenuhi maka gugatan haruslah dinyatakan tidak dapat diterima”.
·        surat kuasa susbtitusi, sebagaimana tertuang dalam buku karangan R. Soeroso, S.H., Praktik Hukum Acara Perdata: Contoh Bentuk-Bentuk Surat di Bidang Kepengacaraan Perdata, Edisi Kedua, (Sinar Grafika: 2008, Jakarta), yang dalam halaman 31, dikutipkan sebagai berikut:
Surat Kuasa Substitusi
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: ....
Pekerjaan:  Pengacara pada kantor Pengacara/Law office ”R. SOEROSO, S.H. & ASSOCIATES”
ALAMAT: Jl. Pintu Besar utara No.6 Jakarta Barat
Bertindak selaku kuasa dari: .... berkedudukan hukum di ..., berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor..., tanggal ... adalah Tegugat (I, II, III) dalam Perkara Perdata (wanprestasi) yang terdaftar di Pengadilan Negeri tanggal ...
Dengan ini memberi Kuasa Substitusi kepada:...
·       Bahwa dari contoh SK Khusus Substitusi diatas tampak terang, betapa pentingnya mencantumkan tanggal dan nomor dari SK Khusus yang menjadi dasar penerbitan Surat Kuasa Substitusi.

Akibat dari cacat formilnya SK Khusus, maka berlakulah Pasal 1797 KUHPerdata yang dengan tegas megnatur ”Si kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya;...”
Tips bagi yang beracara di peradilan dalam menghadapi suatu gugatan, jangan segan dan tidak perlu sungkan untuk meminta hakim untuk diperlihatkan SK Khusus milik lawan, untuk kita potret atau catat kemudian kita lakukan eksepsi atas SK Khusus tersebut bila mengandung cacat formil. Masing-masing yurisdiksi terdapat kebiasaannya masing-masing. Ada Pengadilan Negeri (PN) yang mudah menerima ekseksi atas SK Khusus yang cacat formil, ada pula yang jarang menerima eksepsi tersebut dengan mengedepankan sifat ceroboh seorang jurist.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.