Tanggung Jawab Para Pemberi dan Para Penerima Surat Kuasa

QUESTION:  Bagaimana tanggung jawab Para Penerima Kuasa yang abai/lalai terhadap kewenangan maupun urusan yang diberikan kuasa terhadapnya, apakah bersifat tanggung jawab renteng atau dapat dibebankan secara individual salah seorang Penerima Kuasa? Bagaimana juga tanggung jawab sebaliknya, bila jumlah Pemberi Kuasa lebih dari satu pihak?
BRIEF OF ANSWER: Tidak dapat dituntut tanggung jawab apa pun terhadap Para Penerima Kuasa, sebab sifat pemberian kuasa plural (lebih dari satu pihak Penerima Kuasa), mengakibatkan beban pelaksanaan bertitik total / bertumpu pada pihak yang dapat saling melempar tanggung jawab. Kecuali dari sejak awal, dalam Surat Kuasa ditegaskan siapa dari salah seorang dari Para Penerima Kuasa yang menjadi penanggung jawab individual atau dinyatakan seluruhnya bertanggung jawab renteng bila kuasa yang diberikan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

EXPLANATION:
Kuasa diartikan sebagai suatu kewenangan untuk mewakili seseorang, namun dalam praktik hukum, dewasa ini surat kuasa diartikan pula sebagai suatu perjanjian pembebanan perintah yang menimbulkan kewajiban bagi penerima kewenangan. Praktik kebiasaan demikian mengikat pula sebagai hukum menurut Pasal 1339 KUHPerdata.
Pada dasarnya konsekuensi moril maupun hukum dari diterbitkan dan ditandatanganinya suatu Surat Kuasa, berarti pihak Penerima Kuasa telah setuju untuk melaksanakan delegasi kuasa untuk dilaksanakan dengan itikad baik layaknya urusan dan kepentingan dari Pemberi Kuasa sendiri. Abai atau sengajanya kuasa tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, bahkan ditelantarkan, mengakibatkan Penerima Kuasa demikian bertanggung-jawab secara hukum atas kerugian yang diderita Pemberi Kuasa. Kecuali bila seorang atau beberapa Penerima Kuasa menandatangani Surat Kuasa tersebut atas nama suatu kesatuan/anggota lembaga, semisal suatu kantor hukum, bila dikemudian hari seorang Penerima Kuasa tersebut keluar dari anggota lembaga tersebut, maka secara otomatis Kuasa yang diterimanya menjadi gugur, oleh karena ia menandatangani Surat Kuasa atas nama bagian dari suatu lembaga. Semisal bila berbunyi: “...Para lawyer dari Kantor Hukum...”
Bila dalam Surat Kuasa dinyatakan terdapat beberapa Penerima Kuasa, lalainya kuasa yang diberikan untuk dilaksanakan, maka para Penerima Kuasa tersebut tidak dapat dituntut untuk secara renteng/tanggung-menanggung atas suatu kerugian tertentu akibat dari tidak dilaksanakannya hal-hal yang telah dikuasakan, kecuali bila hal demikian telah ditentukan secara tegas dalam Surat Kuasa. Hal demikian terjadinya, oleh karena Pemberi Kuasa tidak secara tegas menunjuk seorang kuasa, sehingga dapat menimbulkan saling lempar tanggung-jawab. Untuk mitigasi yang dapat ditempuh pemberi kuasa, oleh karena Surat Kuasa biasanya menyertakan lebih dari seorang Penerima Kuasa, maka dalam Surat Kuasa perlu dicantumkan, bahwa Para Penerima Kuasa bertanggung-jawab secara tanggung-menanggung.
Jika Penerima Kuasa diangkat oleh lebih dari satu Pemberi Kuasa, maka masing-masing dari Pemberi Kuasa tersebut bertanggung-jawab kepada Penerima kuasa atas segala akibat dari pemberian kuasa tersebut. Lewat pencatuman klausa “...dengan hak retensi” pada batang tubuh Surat Kuasa, diartikan bahwa Para Pemberi Kuasa sepakat dan setuju bilamana Penerima Kuasa menahan hak-hak dari Para Pemberi Kuasa hingga seluruh hak dari Penerima Kuasa yang dapat dituntutnya dari Pemberi atau Para Pemberi Kuasa yang bersangkutan.

Sementara pencantuman klausa “...dengan Hak Substitusi bagi sebagian maupun seluruhnya”, mengindikasikan bahwa suatu hari Penerima Kuasa dapat menerbitkan Surat Kuasa Substitusi, yang isinya tidak lain ialah pelimpahan kuasa yang diterima Penerima Kuasa Awal kepada Penerima Kuasa Substitusi. Hal ini layaknya endorsment dalam terminologi surat berharga, hanya saja hak regres bersifat berjenjang, dalam arti Penerima Kuasa Awal bertanggung jawab atas oang lain yang ditunjuknya sebagai Penerima Kuasa Substitusi (pengganti). Tidak dicantumkannya siapa penerima kuasa substitusi dalam Surat Kuasa, melahirkan hak kepada Penerima Kuasa untuk mengalihkan kuasa kepada pihak ketiga manapun, dengan konsekuensi Penerima Kuasa Awal bersangkutan bertanggung jawab atas setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh Penerima Kuasa Substitusi yang ditunjuknya, dan hal tersebut dilakukan tanpa perlu persetujuan dari Pemberi Kuasa, kecuali dalam Surat Kuasa tidak dicantumkan hak substitusi demikian.
Pasal 1804 KUHPerdata: "Bila dalam satu akta diangkat beberapa penerima kuasa untuk suatu urusan, maka terhadap mereka tidak terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika hal itu ditentukan dengan tegas dalam akta."
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.