Tanggung Jawab Pemberi Kuasa Substitusi terhadap Perbuatan yang Dilakukan oleh Penerima Surat Kuasa Substitusi

QUESTION:  Apakah penerima kuasa yang melimpahkan kuasa kepada pihak ketiga dalam kaitan suatu Surat Kuasa (SK) Substitusi, bertanggung jawab atas setiap tindakan, baik kesengajaan atau lalainya, seorang penerima kuasa substitusi? Apa konsekuensi menandatangani SK yang mencantumkan lebih dari seorang penerima kuasa?
BRIEF OF ANSWER: Ya, karena konsep hukum bernama “surat kuasa substitusi” bukan dibentuk untuk melepaskan tanggungjawab pihak penerima kuasa sunstitusi, melainkan untuk mengantisipasi kemungkinan jikalau penerima kuasa tidak mampu hadir/berhalangan. SK dengan lebih dari satu penerima kuasa mengakibatkan "kabur"/biasnya tanggung jawab yang dapat dimintakan oleh pemberi kuasa di kemudian hari. Adalah lebih baik menandatangani SK Substitusi dengan seorang penerima kuasa pada SK awal/semula, daripada menandatangani SK dengan lebih dari seorang penerima kuasa.

EXPLANATION:
Dalam suatu SK, biasanya terdapat klausul yang berbunyi: “Surat Kuasa ini disertai dengan hak substitusi.” Maksud dari istilah “hak substitusi” ialah suatu pemberian hak, oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk juga dapat membuat sebuah SK Substitusi (pengganti) bagi pihak ketiga sebagai ganti penerima kuasa guna mewakili pemberi kuasa. Secara singkat, posisinya menjadi: pemberi kuasaà SKà penerima kuasa à SK Substitusià penerima kuasa substitusi ßmewakili pemberi kuasa sekaligus mewakili pemberi kuasa substitusi (tanpa menghilangkan tanggung jawab pemberi SK Substitusi kepada pemberi kuasa).
Secara lebih sederhana, dapat dianalogikan dengan suatu proyek pengerjaan yang di-subkontrakkan, demikianlah konstruksi suatu SK Substitusi. Sehingga SK Substitusi pada dasarnya bukanlah suatu SK yang berdiri sendiri, ia menginduk pada suatu perjanjian pokoknya, yakni SK asal/semula, dan SK Substitusi hanya berperan sebagai perjanjian turunan yang membawa konsekuensi SK Substitusi menjadi turut gugur pula bila SK asal/semula gugur.
Jika SK Substitusi diberlakukan, penerima kuasa awal/asal/semula tetap bertanggung jawab atas setiap tindakan hukum penerima SK Substitusi, baik sengaja maupun lalai. Logika dibalik konsekuensi demikian adalah wajar, dimana dalam SK awal/semula tidak disebutkan siapakah yang dikemudian hari akan menjadi penerima SK Substitusi, berkompeten ataukah tidak, disukai pemberi kuasa atau tidaknya, atau bahkan penerima SK Substitusi adalah pihak yang tidak berkompeten/tidak cakap/tidak mampu. 
Pada prinsipnya pemberi kuasa dapat memilih, apakah akan memberi hak substitusi tersebut ataukah tidak pada penerima kuasa. Untuk kasus yang sangat terkait keahlian spesifik, seperti melukis atau membuat patung sebagai contoh, maka hasil pengerjaan projek tentulah dapat berbeda dari yang diharapkan bila pengerjaan dialihkan kepada pihak lain.
Untuk SK yang berasal dari luar yurisdiksi Indonesia yang akan digunakan di Indonesia, maka prasyarat yang dibutuhkan adalah dengan melegalisir/dibuat dalam akta notaris SK tersebut pada notaris negara asal, kemudian dilegalisasi oleh keduataan Indonesia (KBRI) yang berada di negara tersebut.
Sementara bila dalam sebuah SK terdapat lebih dari seorang penerima kuasa, maka perlu dipertimbangkan oleh pemberi kuasa mengenai tindak lanjut pokok kuasa di dalamnya, “siapakah yang pada akhirnya akan menjalankan?” mengingat aksi “lempat-melempar dan lepas tangan” dapat saja terjadi tanpa dapat dielakkan.
Jika dalam suatu SK dinyatakan telah ditunjuk dan ditanda-tangani pemberi kuasa dan para penerima kuasa untuk suatu urusan, para penerima kuasa tidak dapat dimintai tanggung jawab secara renteng (tanggung-menanggung) atas suatu kerugian yang ditimbulkan dari tidak dilaksanakan atau diabaikannya hal-hal yang dikuasakan, kecuali jika hal tersebut telah dinyatakan secara tegas dalam SK.
Kerugian akibat tidak dipenuhinya hal-hal yang menjadi pokok SK ditanggung oleh pemberi kuasa karena tidak secara tegas menunjuk seorang kuasa, sehingga membuka kemungkinan saling lempar tanggung-jawab. Untuk itu adalah bijak bila sebuah surat kuasa dapat terdiri dari satu atau banyak pemberi kuasa namun hanya terdapat seorang penerima kuasa. Jikalaupun tetap menandatangani SK dengan banyak penerima kuasa, perlu disebutkan di dalamnya secara tegas bahwa para penerima kuasa masing-masing bertanggung-jawab secara renteng, sebab pada dasarnya SK adalah suatu “perjanjian penyerahan kuasa” dikarenakan para pihak membubuhkan tanda tangan yang menyerupai konsep “makelar” yang bertindak untuk dan atas nama pemberi perintah.
Perihal kuasa yang dialihkan dengan SK, maka kedudukan penerima kuasa ialah serupa dan identik dengan posisi seorang direksi dalam suatu perseroan terbatas, dibebankan suatu fiduciary duty yang membawa konsekuensi dapat digugatnya penerima kuasa karena sengaja atau lalai membawa kerugian bagi pemberi kuasa.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.