QUESTION: Apakah sebuah rumah yang berdiri di atas tanah hak milik
pihak lain dapat disewakan oleh pemilik rumah kepada pihak ketiga tanpa seizin
pihak pemilik tanah? Apakah rumah yang sedang dalam sengketa dapat disewakan,
dan jika telah dihuni penyewa, apakah status sewa-menyewa harus diakhiri? Siapa
yang menanggung biaya perbaikan dan perawatan rumah selama masa sewa
berlangsung? Bagaimana status para penyewa bila rumah mengalami bencana alam?
Bagaimana status penyewa bila hak atas rumah beralih pada pihak ketiga?
Siapakah yang berwenang mengadili sengketaa sewa-menyewa rumah dengan
penghuninya?
BRIEF OF ANSWER: Seluruh
uraian jawaban hanya sebatas perihal sewa-menyewa rumah hunian, tidak termasuk
pada sewa-menyewa toko, gudang, perkantoran, dsb. Harus dengan seizin
pemilik tanah bila rumah ingin disewakan kepada pihak ketiga. Menurut
yurisprudensi dan hukum privat yang berlaku di Indonesia, rumah yang disewa
tidak dapat dialih-sewakan kepada pihak ketiga tanpa seizin pemilik objek sewa,
kecuali diatur secara tegas dalam perjanjian sewa-menyewa. Mengenai rumah dalam
status sengketa, sewa-menyewa tidak dapat diberlakukan hingga sengketa
diselesaikan, namun terhadap penyewa yang telah menjadi penghuni sebelum
sengketa timbul, praktik hukum di Indonesia melindungi pihak ketiga
(penghuni/penyewa) yang beritikad baik. Penyewa bertanggung jawab atas segala
biaya perawatan dan perbaikan rumah selama masa sewa, kecuali ditentukan lain
dalam perjanjian. Musnahnya rumah mengakibatkan pengembalian dana sewa kepada
penyewa untuk sisa periode sewa berjalan. Peralihan hak atas rumah tidak
memutuskan perikatan sewa-menyewa. Pada saat ini, Pengadilan Negeri memiliki
yurisdiksi absolut perihal sengketa sewa-menyewa rumah.
EXPLANATION:
Seluruh uraian dari pertanyaan dalam legal opinion ini
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian
Rumah Oleh Bukan Pemilik (selanjutnya disebut PP)
Pasal 4 PP menegaskan,
rumah yang sedang dalam sengketa tidak dapat disewakan. Sementara Pasal 5 PP
menyatakan, dalam hal rumah yang disewakan berada di atas tanah milik orang
lain, maka sewa menyewa sebagaimana dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
dari pemilik hak atas tanah.
Pasal 8 PP mengatur bahwa
penyewa wajib menggunakan dan memelihara rumah yang disewa dengan
sebaik-baiknya, dan bila jangka waktu sewa menyewa telah berakhir, penyewa
wajib mengembalikan rumah kepada pemilik dalam keadaan baik dan kosong dari
penghunian.
Pasal 9 PP menyatakan,
penyewa dengan cara apapun dilarang menyewakan kembali dan atau memindahkan hak
penghunian atas rumah yang disewanya kepada pihak ketiga tanpa izin tertulis
dari pemilik dan juga dilarang mengubah bentuk bangunan rumah tanpa izin
tertulis dari pemilik.
Pasal 10 PP menegaskan,
dalam hal penyewa tidak bersedia meninggalkan dan mengosongkan rumah yang
disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian, penghunian
dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik dapat meminta bantuan
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengosongkannya.
Pasal 11 PP menyebutkan,
bila salah satu pihak tidak mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8, Pasal 9, dan Pasal 10, maka hubungan sewa menyewa dapat diputuskan sebelum
berakhirnya jangka waktu sewa menyewa dengan ketentuan-ketentuan:
· jika yang dirugikan pihak penyewa maka pemilik
berkewajiban mengembalikan uang sewa;
· jika yang dirugikan pihak pemilik, maka penyewa
berkewajiban mengembalikan rumah dengan baik seperti keadaan semula, dan tidak
dapat meminta kembali uang sewa yang telah dibayarkan.
Sementara Pasal 12 PP menjelaskan, bila rumah yang disewakan
sama sekali musnah selama jangka waktu sewa menyewa, maka hubungan sewa menyewa
dinyatakan berakhir; dan bilamana yang disewakan tersebut musnah akibat
kesalahan pemilik, maka pemilik wajib mengembalikan uang sewa rumah kepada
penyewa. Dalam hal rumah yang disewa musnah dan tidak dapat dihuni lagi,
penyewa dapat meminta pengembalian harga sewa sesuai dengan waktu yang tersisa,
dan apabila yang musnah hanya sebagian dari rumah, hubungan sewa menyewa dapat
dilanjutkan berdasarkan musyawarah
Pemindahan hak milik atas rumah yang sedang dalam hubungan
sewa menyewa tidak mengakibatkan hapusnya atau terputusnya hubungan sewa
menyewa rumah, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 PP.
Pasal 22 dengan tegas mengatur, penyelesaian sengketa
penghuni rumah oleh bukan pemilik dilakukan melalui Pengadilan Negeri. Dahulu
permasalahan yang timbul akibat sengketa sewa-menyewa rumah, menjadi yurisdiksi
Kantor Urusan Perumahan. Namun berbagai yurisprudensi yang menyatakan seperti
itu kini tidak memiliki keberlakuannya lagi sejak regulasi mengatur sebaliknya,
sehingga yurisprudensi yang menyatakan yurisdiksi sengketa sewa-menyewa rumah
ialah yurisdiksi Kantor Urusan Perumahan sudah tidak lagi relevan. Hal ini
dipertegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 1982 Tentang Sengketa
Sewa Menyewa Perumahan. Begitupula Pasal 10 PP No.55 Tahun 1981 Tentang
Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan: “Penghentian hubungan sewa-menyewa
perumahan tanpa kata sepakat kedua belah pihak hanya dapat dilakukan dengan
putusan pengadilan negeri.”
Mengenai status penyewa, dapatlah kiranya dipergunakan
yurisprudensi berikut sebagai analogi: Putusan MARI. No. 3201 K/Pdt/1991
tanggal 30 Januari 1996: “Pembeli yang beritikad baik harus dilindungi.”
Pembeli dalam hal ini dapat di-sinonimkan dengan penyewa.
UPDATE 2017: Peraturan Pemerintah tersebut telah dicabut dan diganti oleh terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Kawasan Pemukiman dan Perumahan. Hanya saja, dan sangat disayangkan disamping fatal, pemerintah lalai untuk mengatur kaedah yang serupa dengan Peraturan Pemerintah yang sebelumnya, sehingga praktis terjadi kekosongan hukum karena banyak norma dalam PP No. 44 Tahun 1994 sebagaimana diurai diatas, sama sekali tidak diatur ulang dalam PP No. 14 Tahun 2016. Dari pengalaman ini kita menarik kesimpulan, revisi peraturan perundang-undangan tidak menjamin kualitas suatu regulasi akan menuju ke arah yang lebih baik. Secara garis besar, kualitas pengaturan dalam PP No. 44 Tahun 1994 masih jauh lebih komprehensif ketimbang PP No. 14 Tahun 2016. Suatu fakta yang patut kita sesalkan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak
Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.