Ketika Sertifikat BPN Tidak dapat Dipercaya dan Tidak
Menjamin Posisi Hukum Pembeli, Sekalipun Otentik dan Diterbitkan oleh BPN
(Negara)
AKAL
SEHAT MERUPAKAN HUKUM & PROSEDUR TERTINGGI.
Lex neminem cigit ad impossibilta.
Undang-Undang Tidak Memaksakan Seseorang untuk Melakukan Sesuatu yang Mustahil.
Question: Secara pribadi, saya heran dengan mereka yang
mengurusi republik ini, pada satu sisi pemerintah mengkritik karena tidak
melakukan prosedur pindah administrasi kependudukan, seperti memohon “surat
pindah asal” dan “surat pindah datang” ke instansi terkait. Namun telah
ternyata, untuk mengurusnya begitu rumit dan berbelit-belit, sekalipun sudah
ada kartu KTP dan nomor KTP sebagai identitas penduduk. Dapat kita bayangkan,
pihak instansi pemerintahan saat mengajukan permohonan pencatatan kependudukan
untuk tujuan “pindah datang” dari tempat asal, meminta agar sang warga yang
sudah mau repot-repot meluangkan waktu untuk melaporkan kepindahannya, dibuat
bolak-balik dimintakan dokumen-dokumen seperti fotokopi KTP, kartu keluarga,
akta lahir, bahkan sampai bukti kepemilikan rumah yang menjadi alamat baru
tempat tinggal kita.
Bagaimana bila, itu rumah
sewaan atau kontrakan, atau bilamana kita menumpang tinggal di kediakan
sanak-keluarga, itu sama artinya pemerintah justru memberikan dis-insentif agar
masyarakat malas untuk repot-repot melaporkan kepindahannya? Sekalipun punya
milik sendiri, justru menjadi riskan ketika salinan sertifikat tanah diberikan
kepada pihak lain, berpotensi disalah-gunakan seperti yang selama ini terjadi.
Kebijakan pemerintah kita seringkali kontra-produktif dan tidak tepat sasaran,
bahkan mendorong rakyatnya agar “kucing-kucingan” disamping “dipaksa tidak
patuh hukum”.