We don’t need to be too busy looking for the miracles that are outside of
ourselves,
Sources of miracles are right within ourselves,
Like a spring that is waiting for us to touch and generate.
We don’t need to be too busy looking for the miracles that are outside of
ourselves,
Sources of miracles are right within ourselves,
Like a spring that is waiting for us to touch and generate.
Jangankan Ada Keadilan bagi Korban, Tuhan pun bahkan
Lebih PRO terhadap Pendosa yang Menyakiti, Merugikan, maupun Melukai
Korban-Korbannya
Korban Bukanlah Mayat ataupun Sebongkah Batu yang
Tidak Bisa Merasakan Sakit dan Hanya Bisa Diam Membisu ketika Disakiti.
Menjerit Kesakitan dan Mendapatkan Keadilan merupakan HAK ASASI KORBAN
Orang Baik-Baik Bukanlah MANGSA EMPUK. Hanya Pengecut yang menjadikan Orang Baik-Baik sebagai MANGSA EMPUK
Sesama Penjahat Biasanya Saling Memaklumi, Begitupula
Sesama Pendosa. RUGI, KERUGIAN, & MERUGINYA MENJADI KORBAN
Question: Mengapa ya bisa terjadi, rasanya masyarakat kita
di Indonesia kurang menaruh empati maupun simpatik bila kita jadi korban
kejahatan oleh warga lainnya? Mereka bahkan menyebut korban yang menjerit
kesakitan atau yang memekik akibat kemarahan yang memuncak, ledakan kegeraman
yang menumpuk (terakumulasi) dan selama ini dipendam, maupun karena tidak
terima diperlakukan secara tidak patut oleh warga lainnya, masih juga disakiti
(di-oral bullying) dengan disebut
sebagai sudah “tidak waras”, “orang stress”, dan segala diskredit lainnya.
Namun, disaat bersamaan, masyarakat kita itu yang hanya menonton tanpa menolong ataupun membantu, seakan membela pelaku kejahatan dengan sama sekali tidak mengkritik ataupun mencela perbuatan pelaku yang telah merugikan maupun menyakiti saya selaku korban? Padahal saya ini korban. Sepertinya fenomena sosial semacam ini sudah jadi budaya, yakni kultur tidak pro terhadap korban.
Masuknya Era Gelap Ekonomi Bernama PADAT MODAL
(Robotik Otomatisasi), Menggantikan Era PADAT KARYA (Tenaga Manusia Manual)
Memasuki Era Baru dimana Negara Dipaksa dan Terpaksa Harus
STOP Impor Investor Asing
INVESTOR ASING Vs. TRANSFER PRICING, Pilih yang Mana?
PADAT MODAL Vs. PADAT KARYA, Pilih yang Mana?
Masuknya Era Kebijakan Proteksionsime Modal dan
Investor Lokal dari Pemodal Asing sebagai Pilar Ketahanan Ekonomi Bangsa dan
Negara
Question: Apakah jumlah investasi asing yang masuk ke dalam negeri, berkorelasi lurus dengan terbukanya lapangan pekerjaan baru serta kontribusi bagi perekonomian negara tempat masuk dan berkegiatan usahanya investor asing tersebut?
Ketika Manusia Menghewankan Dirinya Sendiri, seolah-olah Tidak Punya Akal Budi, Selayaknya Hewan, MANUSIA HEWAN
Manusia yang Memanusiakan Dirinya Sendiri, MANUSIA HUMANIS
Manusia yang Mulia dan Bersih dari Kekotoran Batin, MANUSIA DEWA
Terdapat seekor cicak yang setiap harinya kerap mengganggu penulis ketika hendak makan, dengan diam-diam merayap mencuri dan mengotori makanan. Ketika makhluk melata tersebut hendak penulis tangkap untuk dievakuasi, makhluk tersebut lari dengan gesitnya, sebelum kemudian kembali merayap mencuri makanan ketika penulis lengah sejenak saja. Bagai mengejek dan meneror, cicak tersebut bersuara seperti sedang terkekeh-kekeh ketika ia berhasil mempermainkan penulis. Betapa jengkelnya setiap hari harus menghadapi makhluk melata pengganggu demikian, belum lagi berbagai kotorannya yang juga membuat repot untuk dibersihkan.
Menggugat dan Gugatan bisa menjadi Solusi namun juga dapat Menjelma Petaka bila Tidak Dilandasi Rasio yang Sehat
Salah Alamat bila Hendak Mencari dan Mendapatkan Pandangan
Hukum yang Netral dan Objektif dari Kalangan Profesi Pengacara
Kenali serta Pahami “Nature” Profesi Konsultan Hukum Vs. Pengacara, agar Masyarakat Tahu
Harus kemana dan Mencari Siapa
Question: Sebagai klien pengguna jasa hukum, mengapa ya
rasanya ada semacam “conflict of interest”
antara saya selaku klien dan pihak pengacara saya selaku kuasa hukum? Satu-satunya
kepentingan saya ialah, tidak mau mengajukan gugatan yang tidak layak alias
tidak “worthed” atau bahkan bisa
menjadi bumerang bagi kepentingan saya sendiri dikemudian hari. Saya butuh
pendapat hukum yang betul, benar, serta jujur sesuai hukum yang ada dan
berlaku.
Namun, secara implisit saya menyadari dan mendapati adanya ketidak-jujuran pengacara saya ketika memberikan pandangan hukum berupa dorongan maupun desakan agar saya mengajukan gugatan sesegera dan secepat mungkin. Bahkan, yang tidak saya pahami, mereka berupaya menakut-nakuti saya bila tidak segera menggugat maka akan terjadi ini dan itu yang menurut saya pribadi hanya mengada-ngada sang pengacara bersangkutan. Mereka tidak memberi edukasi hukum secara layak dan memadai, yang ada hanya menakut-nakuti dan mengiming-imingi. Yang ingin saya tanyakan, apakah ini hanya perasaan dan sentimentil saya pribadi sendiri saja, ataukah memang ada yang kejanggalan dari pengalaman saya tersebut ketika berurusan dengan kalangan pengacara di Indonesia?
Dosa adalah Aurat dan Ketelanjangan yang Seronok Itu Sendiri, namun Dipertontonkan dan Dikampanyekan secara Vulgar Tanpa Rasa Malu terlebih Ditabukan, kepada Publik / Khalayak Ramai
Aurat Ditutupi dan Ditabukan, Ketelanjangan Disensor
dan Diharamkan, namun mengapa “Dosa dan Penghapusan Dosa” (Satu Paket Bundling) justru Dipamerkan di Ruang
Publik serta Dipromosikan Tanpa Rasa Malu?
Agama SUCI ataukah Agama DOSA, yang Mempromosikan
Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa?
Mentalitas Pengecut, Budaya Pecundang, Gagal Merasa
Malu, dan Anti Bertanggung-Jawab, Kurang Apa Lagi? Apakah Negeri ini Pernah Kekurangan
“Agamais”?
Question: Mengapa orang kita (di Indonesia), begitu tidak tahu malunya, sampai-sampai terkesan sudah putus urat malu mereka? Jangankan malu berbuat jahat, takut dosa pun tidak, padahal negeri ini tidak pernah kekurangan (orang-orang yang) “agamais”. Ada apa sebenarnya, atau apa yang sebenarnya selama ini sedang terjadi?
Lebih Baik Resign, daripada Disuruh Mematikan Hidup Anak
Orang Lain
Membunuh Bukan dalam Rangka Penegakan Hukum Pidana, Bukanlah Melaksanakan Perintah Atasan, namun Merampas Hak Hidup Warga Lainnya—Motif Egoisme Pribadi Itu Sendiri Dibaliknya
Question: Diperintahkan oleh atasan (ataupun majikan) untuk melanggar hukum (semisal perintah untuk membunuh warga lainnya), secara melawan hukum dan main hakim sendiri (bahkan bertentangan dengan tugas dan kewajibannya, semisal bila pelakunya adalah seorang polisi, aparatur penegak hukum namun melanggar hukum maupun melanggar sumpah jabatan), menyalah-gunakan wewenang (ataupun menyalah-gunakan monopolisitk pemidanaan) yang dikuasainya, apakah merupakan “alasan pembenar” ataupun “alasan pemaaf” untuk dilepaskan atau dibebaskan dari vonis hukuman pidana?
Ingin menjadi Orang Baik? Syaratnya Harus Tahan Banting dan Siap Mental. Seorang Pengecut Tidak akan Sanggup menjadi Orang Baik
Hanya Pendosa yang Butuh Penghapusan Dosa, “Agama
DOSA” yang Bersumber dari “Kitab DOSA”—Mengkampanyekan & Mempromosikan
Ideologi Korup Bernama Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa
Agama SUCI (Suciwan), Agama KSATRIA (Ksatria), dan
Agama DOSA (Pendosa), Banyak yang Mana Umatnya?
Topik-topik kajian anthropologi mengenai “orang baik” berhadap-hadapan dengan “orang jahat”, selalu merupakan tema penelitian yang menarik untuk digali dan dibahas, setidaknya bagi pribadi penulis maupun bagi para sosiolog. Singkatnya, orang yang suci, suciwan, adalah makhluk paling langka di Muka Bumi ini, lebih langka daripada logam mulia ataupun batu permata paling mahal manapun. Suciwan, tidak butuh penghapusan dosa, karena senantiasa mawas diri dan penuh perhatian terhadap perbuatan, pikiran, maupun ucapannya.
This world does not always run as ideally as we dream and desire.
On one occasion,
We may get justice,
But not for all situations and all conditions.
Justice is indeed a rare thing in this world,
Equally rare are honest and responsible people.
"If someone takes responsibility without force, that is love." [Radhanath Swami]
Ketika seseorang mengambil tanggung jawab turut menerapkan protokol kesehatan tanpa paksaan dari pihak eksternal diri, itulah cinta. Maka, apakah masyarakat kita benar-benar mencintai bangsa Indonesia ini?
"Loving yourself isn't vanity, it's sanity." [Katrina Mayer]
Mencintai kesehatan dan keselamatan diri sendiri bukanlah sebuah keegoisan, tetapi sebuah kewarasan. Ketika masyarakat bersikap egois terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri dengan menantang dan mencobai Tuhan serta serdadu virus COVID penyebab wabah-Nya, itulah kegilaan.
Dunia ini tidak pernah
kekurangan segala jenis dan segala bentuk kegilaan umat manusia.
Terkadang, yang paling sukar
bukanlah menghadapi kegilaan umat manusia maupun tidak idealnya dunia ini
berjalan,
Namun mempertahankan kewarasan ditengah-tengah ketidakwarasan dunia.
Mengenal Lebih Dekat Spesialisasi Profesi Hukum yang Memadukan Hukum Normatif yang Abstrak dan Realisme yang Konkret, LegalRealis
Surealis “Law in Abstracto” Vs. LegalRealis “Law in
Concreto”
Dalam kesempatan ini penulis selaku penggagas atau pencetus, mencoba memperkenalkan spesialisasi profesi hukum yang saat kini masih langka di Indonesia, ditengah-tengah lautan Sarjana Hukum yang membanjiri dunia praktik hukum. Spesialiasi tersebut penulis sebut sebagai LegalRealis, untuk mencerminkan pembekalan diri seorang Sarjana Hukum dengan ilmu-ilmu empirik diluar ilmu hukum, ilmu hukum mana kita ketahui sangat normatif, abstrak, tidak empirik sifatnya. Ulasan berikut akan sangat bertolak-belakang dengan ajaran-ajaran doktrinal pada bangku pendidikan tinggi hukum di Indonesia, sehingga perlu para pembaca terlebih dahulu pahami latar-belakangnya, sebelum kemudian membuat penlaian secara pribadi.