KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Spirit of Life and the Courage to Live. Semangat dan Keberanian Hidup

HERY SHIETRA, Spirit of Life and the Courage to Live. Semangat dan Keberanian Hidup

We don’t need to be too busy looking for the miracles that are outside of ourselves,

Sources of miracles are right within ourselves,

Like a spring that is waiting for us to touch and generate.

PERSPEKTIF KORBAN Vs. PERSPEKTIF PELAKU KEJAHATAN, Pilih yang Mana?

Jangankan Ada Keadilan bagi Korban, Tuhan pun bahkan Lebih PRO terhadap Pendosa yang Menyakiti, Merugikan, maupun Melukai Korban-Korbannya

Korban Bukanlah Mayat ataupun Sebongkah Batu yang Tidak Bisa Merasakan Sakit dan Hanya Bisa Diam Membisu ketika Disakiti. Menjerit Kesakitan dan Mendapatkan Keadilan merupakan HAK ASASI KORBAN

Orang Baik-Baik Bukanlah MANGSA EMPUK. Hanya Pengecut yang menjadikan Orang Baik-Baik sebagai MANGSA EMPUK

Sesama Penjahat Biasanya Saling Memaklumi, Begitupula Sesama Pendosa. RUGI, KERUGIAN, & MERUGINYA MENJADI KORBAN

Question: Mengapa ya bisa terjadi, rasanya masyarakat kita di Indonesia kurang menaruh empati maupun simpatik bila kita jadi korban kejahatan oleh warga lainnya? Mereka bahkan menyebut korban yang menjerit kesakitan atau yang memekik akibat kemarahan yang memuncak, ledakan kegeraman yang menumpuk (terakumulasi) dan selama ini dipendam, maupun karena tidak terima diperlakukan secara tidak patut oleh warga lainnya, masih juga disakiti (di-oral bullying) dengan disebut sebagai sudah “tidak waras”, “orang stress”, dan segala diskredit lainnya.

Namun, disaat bersamaan, masyarakat kita itu yang hanya menonton tanpa menolong ataupun membantu, seakan membela pelaku kejahatan dengan sama sekali tidak mengkritik ataupun mencela perbuatan pelaku yang telah merugikan maupun menyakiti saya selaku korban? Padahal saya ini korban. Sepertinya fenomena sosial semacam ini sudah jadi budaya, yakni kultur tidak pro terhadap korban.

PEKERJA ROBOT ASING Vs. PEKERJA MANUSIA LOKAL, Pilih yang Mana?

Masuknya Era Gelap Ekonomi Bernama PADAT MODAL (Robotik Otomatisasi), Menggantikan Era PADAT KARYA (Tenaga Manusia Manual)

Memasuki Era Baru dimana Negara Dipaksa dan Terpaksa Harus STOP Impor Investor Asing

INVESTOR ASING Vs. TRANSFER PRICING, Pilih yang Mana?

PADAT MODAL Vs. PADAT KARYA, Pilih yang Mana?

Masuknya Era Kebijakan Proteksionsime Modal dan Investor Lokal dari Pemodal Asing sebagai Pilar Ketahanan Ekonomi Bangsa dan Negara

Question: Apakah jumlah investasi asing yang masuk ke dalam negeri, berkorelasi lurus dengan terbukanya lapangan pekerjaan baru serta kontribusi bagi perekonomian negara tempat masuk dan berkegiatan usahanya investor asing tersebut?

Mengapa Korban Berhak Marah dan Murka kepada Manusia yang menjadi Pelaku Kejahatan? Karena Manusia Memiliki Akal Budi untuk Berpikir, Menimbang, dan Memutuskan, namun justru Bersikap Seolah-Olah Tidak Punya Akal Budi

Ketika Manusia Menghewankan Dirinya Sendiri, seolah-olah Tidak Punya Akal Budi, Selayaknya Hewan, MANUSIA HEWAN

Manusia yang Memanusiakan Dirinya Sendiri, MANUSIA HUMANIS

Manusia yang Mulia dan Bersih dari Kekotoran Batin, MANUSIA DEWA

Terdapat seekor cicak yang setiap harinya kerap mengganggu penulis ketika hendak makan, dengan diam-diam merayap mencuri dan mengotori makanan. Ketika makhluk melata tersebut hendak penulis tangkap untuk dievakuasi, makhluk tersebut lari dengan gesitnya, sebelum kemudian kembali merayap mencuri makanan ketika penulis lengah sejenak saja. Bagai mengejek dan meneror, cicak tersebut bersuara seperti sedang terkekeh-kekeh ketika ia berhasil mempermainkan penulis. Betapa jengkelnya setiap hari harus menghadapi makhluk melata pengganggu demikian, belum lagi berbagai kotorannya yang juga membuat repot untuk dibersihkan.

Conflict of Interest PENGACARA Vs. KLIEN, Bersifat Abadi, Jarang Disadari Masyarakat Awam Hukum

Menggugat dan Gugatan bisa menjadi Solusi namun juga dapat Menjelma Petaka bila Tidak Dilandasi Rasio yang Sehat

Salah Alamat bila Hendak Mencari dan Mendapatkan Pandangan Hukum yang Netral dan Objektif dari Kalangan Profesi Pengacara

Kenali serta Pahami “Nature” Profesi Konsultan Hukum Vs. Pengacara, agar Masyarakat Tahu Harus kemana dan Mencari Siapa

Question: Sebagai klien pengguna jasa hukum, mengapa ya rasanya ada semacam “conflict of interest” antara saya selaku klien dan pihak pengacara saya selaku kuasa hukum? Satu-satunya kepentingan saya ialah, tidak mau mengajukan gugatan yang tidak layak alias tidak “worthed” atau bahkan bisa menjadi bumerang bagi kepentingan saya sendiri dikemudian hari. Saya butuh pendapat hukum yang betul, benar, serta jujur sesuai hukum yang ada dan berlaku.

Namun, secara implisit saya menyadari dan mendapati adanya ketidak-jujuran pengacara saya ketika memberikan pandangan hukum berupa dorongan maupun desakan agar saya mengajukan gugatan sesegera dan secepat mungkin. Bahkan, yang tidak saya pahami, mereka berupaya menakut-nakuti saya bila tidak segera menggugat maka akan terjadi ini dan itu yang menurut saya pribadi hanya mengada-ngada sang pengacara bersangkutan. Mereka tidak memberi edukasi hukum secara layak dan memadai, yang ada hanya menakut-nakuti dan mengiming-imingi. Yang ingin saya tanyakan, apakah ini hanya perasaan dan sentimentil saya pribadi sendiri saja, ataukah memang ada yang kejanggalan dari pengalaman saya tersebut ketika berurusan dengan kalangan pengacara di Indonesia?

Mengapa Orang Indonesia Tidak Tahu Malu dan Tidak Punya Malu? Ini Penyebab Putusnya Urat Malu seorang Manusia

Dosa adalah Aurat dan Ketelanjangan yang Seronok Itu Sendiri, namun Dipertontonkan dan Dikampanyekan secara Vulgar Tanpa Rasa Malu terlebih Ditabukan, kepada Publik / Khalayak Ramai

Aurat Ditutupi dan Ditabukan, Ketelanjangan Disensor dan Diharamkan, namun mengapa “Dosa dan Penghapusan Dosa” (Satu Paket Bundling) justru Dipamerkan di Ruang Publik serta Dipromosikan Tanpa Rasa Malu?

Agama SUCI ataukah Agama DOSA, yang Mempromosikan Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa?

Mentalitas Pengecut, Budaya Pecundang, Gagal Merasa Malu, dan Anti Bertanggung-Jawab, Kurang Apa Lagi? Apakah Negeri ini Pernah Kekurangan “Agamais”?

Question: Mengapa orang kita (di Indonesia), begitu tidak tahu malunya, sampai-sampai terkesan sudah putus urat malu mereka? Jangankan malu berbuat jahat, takut dosa pun tidak, padahal negeri ini tidak pernah kekurangan (orang-orang yang) “agamais”. Ada apa sebenarnya, atau apa yang sebenarnya selama ini sedang terjadi?

Jangan Bersikap Seolah-Olah Tidak Ada Pilihan Lain dan Jangan Bersikap Seolah-Olah Tidak Punya Pilhan Bebas, KSATRIA Vs. PENGECUT

Lebih Baik Resign, daripada Disuruh Mematikan Hidup Anak Orang Lain

Membunuh Bukan dalam Rangka Penegakan Hukum Pidana, Bukanlah Melaksanakan Perintah Atasan, namun Merampas Hak Hidup Warga Lainnya—Motif Egoisme Pribadi Itu Sendiri Dibaliknya

Question: Diperintahkan oleh atasan (ataupun majikan) untuk melanggar hukum (semisal perintah untuk membunuh warga lainnya), secara melawan hukum dan main hakim sendiri (bahkan bertentangan dengan tugas dan kewajibannya, semisal bila pelakunya adalah seorang polisi, aparatur penegak hukum namun melanggar hukum maupun melanggar sumpah jabatan), menyalah-gunakan wewenang (ataupun menyalah-gunakan monopolisitk pemidanaan) yang dikuasainya, apakah merupakan “alasan pembenar” ataupun “alasan pemaaf” untuk dilepaskan atau dibebaskan dari vonis hukuman pidana?

ORANG BAIK Vs. ORANG JAHAT, Banyak yang Mana?

Ingin menjadi Orang Baik? Syaratnya Harus Tahan Banting dan Siap Mental. Seorang Pengecut Tidak akan Sanggup menjadi Orang Baik

Hanya Pendosa yang Butuh Penghapusan Dosa, “Agama DOSA” yang Bersumber dari “Kitab DOSA”—Mengkampanyekan & Mempromosikan Ideologi Korup Bernama Penghapusan / Pengampunan / Penebusan Dosa

Agama SUCI (Suciwan), Agama KSATRIA (Ksatria), dan Agama DOSA (Pendosa), Banyak yang Mana Umatnya?

Topik-topik kajian anthropologi mengenai “orang baik” berhadap-hadapan dengan “orang jahat”, selalu merupakan tema penelitian yang menarik untuk digali dan dibahas, setidaknya bagi pribadi penulis maupun bagi para sosiolog. Singkatnya, orang yang suci, suciwan, adalah makhluk paling langka di Muka Bumi ini, lebih langka daripada logam mulia ataupun batu permata paling mahal manapun. Suciwan, tidak butuh penghapusan dosa, karena senantiasa mawas diri dan penuh perhatian terhadap perbuatan, pikiran, maupun ucapannya.

Stay Fair in the midst of World Injustice. Tetap Bersikap Adil ditengah-tengah Ketidakadilan Dunia

Hery Shietra, Stay Fair in the midst of World Injustice. Tetap Bersikap Adil ditengah-tengah Ketidakadilan Dunia

This world does not always run as ideally as we dream and desire.

On one occasion,

We may get justice,

But not for all situations and all conditions.

Justice is indeed a rare thing in this world,

Equally rare are honest and responsible people.

ETIKA KETIMURAN Bangsa Sopan Santun disaat Konteks Pandemik Wabah Virus Menular Antar Manusia

"If someone takes responsibility without force, that is love." [Radhanath Swami]

Ketika seseorang mengambil tanggung jawab turut menerapkan protokol kesehatan tanpa paksaan dari pihak eksternal diri, itulah cinta. Maka, apakah masyarakat kita benar-benar mencintai bangsa Indonesia ini?

"Loving yourself isn't vanity, it's sanity." [Katrina Mayer]

Mencintai kesehatan dan keselamatan diri sendiri bukanlah sebuah keegoisan, tetapi sebuah kewarasan. Ketika masyarakat bersikap egois terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri dengan menantang dan mencobai Tuhan serta serdadu virus COVID penyebab wabah-Nya, itulah kegilaan.

Mempertahankan Kewarasan ditengah-tengah Ketidakwarasan Dunia

HERY SHIETRA, Mempertahankan Kewarasan ditengah-tengah Ketidakwarasan Dunia

Dunia ini tidak pernah kekurangan segala jenis dan segala bentuk kegilaan umat manusia.

Terkadang, yang paling sukar bukanlah menghadapi kegilaan umat manusia maupun tidak idealnya dunia ini berjalan,

Namun mempertahankan kewarasan ditengah-tengah ketidakwarasan dunia.

Berkenalan dengan Profesi LegalRealis—Perpaduan Legal & Realis

Mengenal Lebih Dekat Spesialisasi Profesi Hukum yang Memadukan Hukum Normatif yang Abstrak dan Realisme yang Konkret, LegalRealis

Surealis “Law in Abstracto” Vs. LegalRealis “Law in Concreto”

Dalam kesempatan ini penulis selaku penggagas atau pencetus, mencoba memperkenalkan spesialisasi profesi hukum yang saat kini masih langka di Indonesia, ditengah-tengah lautan Sarjana Hukum yang membanjiri dunia praktik hukum. Spesialiasi tersebut penulis sebut sebagai LegalRealis, untuk mencerminkan pembekalan diri seorang Sarjana Hukum dengan ilmu-ilmu empirik diluar ilmu hukum, ilmu hukum mana kita ketahui sangat normatif, abstrak, tidak empirik sifatnya. Ulasan berikut akan sangat bertolak-belakang dengan ajaran-ajaran doktrinal pada bangku pendidikan tinggi hukum di Indonesia, sehingga perlu para pembaca terlebih dahulu pahami latar-belakangnya, sebelum kemudian membuat penlaian secara pribadi.