KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Mencatut Apakah Merupakan Pidana Penipuan? Siapakah yang Berhak Melaporkan, Calon Korban Penipuan ataukah yang Pemilik Nama yang Dicatut?

ARTIKEL HUKUM

Siapakah yang Berhak Melaporkan Pidana Penipuan, dan apakah Wajib Adanya Kerugian pada Korban Pelapor?

Terdapat sebuah “celah hukum” pengaturan dalam ilmu hukum pidana dan penitensier di Indonesia yang tampaknya dibiarkan terus “menganga” secara demikian lebar, tanpa mendapat sentuhan ataupun penanganan berarti oleh pemerintah ataupun kalangan oleh kalangan akademisi, sekalipun dalam tataran praktik di lapangan terdapat urgensi dimana sangat butuh penanganan segera akibat praktik-praktik penipuan jenis terselubung berikut di bawah ini sudah lama kerap menjadi “momok” di tengah-tengah masyarakat—entah akibat minimnya para “deep thinker” yang berkiprah dibidang hukum maupun pada lembaga pembentuk regulasi (sekalipun sejatinya tidak dibutuhkan seorang “jenius hukum” untuk menyadari, memahami, dan menguraikannya secara lugas), atau akibat salah didik dan salah asuhan dalam metode perkuliahan hukum penuh “omong kosong” alias “buang-buang waktu” (fakta) pada berbagai pendidikan tinggi hukum di Tanah Air?

Memahami Norma Hukum Tidaklah Lengkap Tanpa Memahami Sejarah Negara

LEGAL OPINION

Perihal Konstitusi Negara dan Konteks serta Asusmi Dasar yang Melatar-Belakangi Pembentukannya

Question: Ada beberapa seruan politisi agar Konstitusi atau Undang-Undang Dasar Indonesia dikembalikan kepada UUD Republik Indonesia Tahun 1945 versi awal ketika kemerdekaan Republik Indonesia untuk pertama kalinya diproklamirkan oleh para “Founding Fathers” kita? bagaimana pandangan hukum Konsultan Hukum Hery Shietra, mengenai wacana dikembalikannya Konstitusi Republik Indonesia kepada UUD Republik Indonesia Tahun 1945 pra-amandemen?

Pejabat Presiden Mungkin Dihina dan Terhina, namun Jabatan Presiden Hanya dapat Dikritik dan Terkritik (Mustahil Jabatan Dihina)

ARTIKEL HUKUM

Bukanlah LOCK DOWN adalah PUASA? Mengapa Bangsa Indonesia ANTI Puasa Bernama LOCK DOWN?

Ketika Pengorbanan Diganjar Hukuman Terkurung dalam Rumah, dan Tidak Berpuasa Diberi Hadiah Kebebasan Ruang Gerak serta ber-Ekonomi-Ria

Bila tidak tahan terhadap kritik dimana hinaan seringkali merupakan manifestasi dari kekecewaan (spontanitas, tiada jeritan kesakitan yang patut disebut sebagai “tidak sopan”), maka jangan mencalonkan diri sebagai pejabat jabatan Kepala Negara. Rakyat adalah “bos” atau “majikan” dari seorang Presiden, bukan sebaliknya, terkecuali Raja dalam era Kerajaan dimana rakyat menghamba kepada Raja. Dalam berbisnis, ada resiko usaha. Kita menyebutnya sebagai “high risk, high gain”. Sama halnya, menjabat sebagai seorang Presiden, sama artinya juga berpotensi menghadapi “resiko jabatan” berupa dikritik serta dicaci-maki, sebagai bagian dari apa yang penulis sebut sebagai “high gain, high risk”.

Hak Atas Privasi Individual Vs. Hak Publik untuk Mengetahui Kebenaran

ARTIKEL HUKUM

Antara Norma Hukum dan ASUMSI yang Melatar-Belakanginya, ASUMSI sebagai Dasar Validitas Norma Hukum

Privasi Diakui dan Dilindungi Sepanjang Tidak Membawa Ancaman Merugikan Warga Lainnya sebagai ASUMSI DASAR, yang Mana Bila Asumsi menjadi Tidak Lagi Relevan Maka Privasi Tidak Lagi Dilindungi oleh Hukum

Kita tidak pernah membutuhkan teori penuh “kolesterol” yang gemuk oleh “lemak” bernama “tetek-bengek” untuk memahami ilmu hukum maupun falsafah yang bekerja dibaliknya. Sebagai bukti, artikel singkat ini akan menjabarkan secara ringkas namun padat perihal “Privasi Vs. Hak Publik untuk Mengetahui Kebenaran”, dan sandingkan dengan berbagai buku-buku teks ilmu hukum berbahasa Indonesia di pasaran yang tebal namun materi substansinya hanya dipenuhi oleh “sampah” bernama teori yang “omong kosong” dan abstrak sifatnya—sehingga jangan pernah berharap dapat diimplementasi selain sekadar “pemanis bibir” atau “kegenitan intelektual” belaka.

Kiat agar Membeli Rumah yang Dijual Pengembang / Developer tidak Menyerupai Beli Kucing dalam Karung

LEGAL OPINION

Tips Membeli Rumah dari Developer, Ketika Rumah Belum Benar-Benar Eksis Berdiri (Masih Tanah Kosong)

Developer Properti, Praktik BUNDLING Harga Jual-Beli Tanah Kavling + Biaya Jasa Kontraktor

Question: Apa ada cara yang paling aman, bila hendak membeli rumah dari suatu perusahaan pengembang perumahan dan real estate, dalam rangka menghindari kejadian yang kerap terjadi dimana pembeli telah membayar lunas harga jual-beli rumah, ternyata sertifikat tanah rumah tidak kunjung juga diserahkan oleh pihak pengembang dengan alasan belum dipecah oleh pihak Kantor Pertanahan dan masih terkendala di Kantor Pertanahan?

Neraka adalah Ancaman, Surga adalah Iming-Iming, sementara KARMA adalah Perihal KONSEKUENSI, Domain yang Saling Berlainan

ARTIKEL HUKUM

Hukum Karma adalah Hukum Perihal Konsekuensi, Sebab dan Akibat, Bukan Ancaman, Namun Alamiah dan Natural Bersama Hukum Alam Layaknya Hukum Kimia dan Hukum Fisika

Perhatikan dialog yang terjadi di bawah ini, antara seorang pelaku kejahatan terhadap sang korban, yang bisa jadi tidak asing lagi di telinga kita atau bahkan terdapat diantara pembaca yang pernah mengalaminya sendiri secara langsung yang sifatnya masif terjadi dan dapat kita jumpai di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang konon meng-klaim diri sebagai bangsa “agamais” bersanding dengan kegemaran “menyelesaikan segala sesuatu dengan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, hingga penganiayaan”:

Advokat YUNITA PURNAMA, Kucing Betina yang Melihat Dirinya di Cermin sebagai Seekor Singa Jantan yang Gagah Perkasa, Overestimated yang Over-Irasional

ARTIKEL HUKUM

Overestimated Diri Bukanlah Sumber Kejahatan, Justru Underestimated Diri menjadi Sumber Kejahatan

Apakah bersikap overestimated, merupakan hal tabu dan adalah sebuah kesalahan atau bahkan kejahatan? Banyak orang, melakukan kejahatan seperti pencurian, perampokan, penipuan, dan “pintar dalam hal merancang modus” sekalipun mereka memiliki tubuh yang lengkap, otak lengkap dengan kecerdasan untuk berpikir, alat-alat untuk modal usaha, namun alih-alih memilih untuk bekerja mencari nafkah secara legal, mereka justru mencari makan dengan cara-cara melakukan kejahatan yang merugikan dan menyakiti warga lainnya, akibat underestimated terhadap potensi dan sumber daya peralatan yang dimiliki oleh dirinya sendiri.

Pilih Kesehatan, Ekonomi, atau Pilih PLIN-PLAN (Kebijakan Tidak Tegas serba Berlarut-Larut)

ARTIKEL HUKUM

Bisakah Ekonomi Melaju Normal tanpa Kesehatan? Ekonomi Semacam Apa, Terseok-Seok akibat Mengalami Luka Berdarah-Darah, Sakit, dan Penyakit yang Berlarut-larut?

Saat Wabah Pandemik Virus Menular Mematikan, Pilih Manakah, Ekonomi ataukah Kesehatan? Memilih Ekonomi Sama Artinya Memelihara Wabah, sementara Memilih Kesehatan Ibarat Berakit-Rakit ke Hulu, Berenang-Renang ke Tepian

Bangsa yang berani untuk berkorban “LOCK DOWN” merupakan negara yang OPTIMIS, bahwa kebijakan “LOCK DOWN” adalah opsi yang rasional serta bukanlah kiamat. Hanya bangsa yang PEMISIS dan dan tidak percaya pada Ketuhanan, yang takut dan mati-matian menolak “LOCK DOWN”, memandang “LOCK DOWN” artinya akhir dari segalanya—tipe bangsa yang “egoistik”, mengakibatkan warga yang patuh dan rela berkorban turut terkena dampak. Saat ulasan ini penulis susun, pandemik yang diakibatkan oleh wabah virus menular mematikan Corona Virus 2019 Tipe-2 (COVID-19), telah hampir genap memasuki satu tahun sejak secara resmi untuk pertama-kalinya COVID-19 kemunculan kasus pertamanya diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia.

LAWYERING FEE artinya Tarif untuk KEGAGALAN, karenanya Ada juga SUCCESS FEE untuk KEBERHASILAN

LEGAL OPINION

Ada SUCCESS FEE, Berarti Ada “FEE (untuk) KEGAGALAN”, Kekonyolan Profesi Advokat yang Tidak ingin Disamakan dengan Debt Collector

Question: Sebagai orang awam, terheran-heran saya mendengar kantor pengacara minta “fee” ini dan “fee” itu. Ada “reimbursment fee”, “lawyering fee”, hingga “success fee”, memusingkan saya yang awam praktik dunia (kantor) hukum. Sebenarnya apa maksud kalangan pengacara di Indonesia dengan minta “fee-fee” semacam itu? Jika sampai gagal dan bermasalah ditangani itu pengacara yang kami sewa, apa saja yang menjadi tanggung-jawab mereka dan dapat kami tuntut darinya?

Indonesia Pandai Mencetak Sejarah Kegagalan demi Kegagalan. Ketika Wabah Lain Melanda, Vaksin menjadi Satu-Satunya Tumpuan

ARTIKEL HUKUM

Bola Liar Kampanye Vaksin yang Belum Tersedia dan Masih Terbatas Aksesnya, DEADLY GAME oleh Pemerintah Republik Indonesia Dikala Wabah Pandemik Virus Menular Mematikan Merebak

Saat vaksin asal Tiongkok belum teruji aman secara klinis, pemerintah Republik Indonesia secara prematur telah membeli, mengimpor, serta mempromosikan vaksin yang bahkan tidak dibutuhkan oleh warga Tiongkok itu sendiri, sebagai cara “satu-satunya” untuk menangkal pandemik yang diakibatkan oleh wabah Corona Virus Tipe-2 (COVID-19). Sekalipun kita ketahui, vaksin dibutuhkan oleh orang yang sehat, bukan orang-orang yang sedang sakit seperti di Indonesia. Saat wabah masih terus saja gagal ditangani, pemerintah Indonesia justru menantang maut dengan cara menerbitkan berbagai regulasi yang kontroversial menyulut sentimen negatif publik, yang kini terbukti investor asing tidak menaruh minat masuk berinvestasi ke dalam negara yang “zona merah”—tidak ada investor asing yang sebodoh pemerintah Indonesia yang “naif”.

Apakah Berhasil Merugikan Orang Lain adalah Keuntungan?

ARTIKEL HUKUM

Apakah Berhasil Melakukan Kejahatan merupakan sebuah Keberuntungan bagi Pelakunya? Apakah merupakan Beruntung, Selalu Berhasil Merampas Hak-Hak Milik Orang Lain? Apakah Untung, bila Korban Ternyata Tidak Berdaya, Ahimsa, Tidak Melakukan Perlawanan, Tidak Membalas, Tidak Sadar Diperdaya, dan Tidak Menuntut Ganti-Kerugian?

Entah apa yang terjadi di dalam otak (jika memang ada “otak” di dalam tempurung kepala) masyarakat Indonesia yang notabene mengaku ber-Tuhan dan serba menampilkan sosok “agamais” (klaim bangsa ber-SQ tinggi), ber-delusi ria bahwa seolah-olah dengan berhasil mengambil keuntungan dengan merugikan orang lain, menipu orang lain, menyakiti orang lain, merampas hak-hak orang lain, melukai orang lain, hingga merampok nasi dari piring milik orang lain, adalah sebuah keberuntungan—menanam benih Karma Buruk bagi sendiri dengan cara menyakiti ataupun merugikan orang lain, adalah sebuah “keuntungan” dan “keberuntungan”, bahkan membanggakannya seolah sebagai suatu prestasi?

Apakah KUHP dan KUHPerdata adalah OMNIBUS LAW?

LEGAL OPINION

Jika Kodifikasi Norma Hukum Umum-Generalis (Lex Generalis) seperti Undang-undang Cipta Kerja ialah OMNIBUS LAW, maka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Semestinya) juga adalah OMNIBUS LAW

Question: Undang-Undang tentang Cipta Kerja, yang berisi muatan sekumpulan norma hukum secara umum (general) dan menyerupai kodifikasi, disebut sebagai Omnibus Law dan dianggap sebagai Undang-Undang tertinggi dari hierarkhi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bukankah KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) maupun KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) juga adalah sama-sama kodifikasi norma hukum yang menyerupai Undang-Undang tentang Cipta Kerja, karenanya apakah juga bisa kita sebutkan bahwa KUHP, KUHPerdata, maupun KUHD adalah Omnibus Law?