Pekerja yang Kooperatif terhadap Pengusaha yang Solutif, sebagai Prinsip Emas Hubungan Industrial

LEGAL OPINION
Question: Ketika perusahaan sudah bersikap solutif dan memberi toleransi, dengan membatalkan surat PHK para pegawai, namun pegawai kami tidak kooperatif untuk kembali bekerja, maka apa hukumnya?
Brief Answer: Pekerja/buruh yang tidak kooperatif terhadap kebijakan solutif pihak pengusaha, akan dinilai sebagai bentuk itikad tidak baik oleh pengadilan. Dapat kembali masuk kerja semestinya menjadi kepentingan pihak pekerja/buruh, sementara itu produktifitas menjadi kepentingan pengusaha. Oleh karenanya ketika ketimpangan hubungan industrial ini terjadi, pengadilan akan bersikap tegas.
PEMBAHASAN:
Bila merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI perkara hubungan industrial register Nomor 218 K/Pdt.Sus-PHI./2016 tanggal 25 April 2016, sengketa antara:
- 6 (enam) orang pekerja/buruh, sebagai Para Pemohon Kasasi, dahulu Para Tergugat; melawan
- PT IMC TEKNO INDONESIA, sebagai Pembanding, semula Penggugat.
Para Tergugat di-putus hubungan kerja (PHK) karena melakukan aksi mogok kerja spontan sehingga Penggugat mengalami kerugian karena tidak dapat melakukan proses produksi. Sehingga atas mogok kerja yang tidak sah tersebut para pelakunya dikualifikasikan sebagai mangkir.
Para Tergugat selalu datang di halaman depan perusahaan menimbulkan ketidak-nyamanan Penggugat untuk melakukan usaha, sehingga Penggugat mempunyai itikad baik yaitu pada tanggal 25 November 2014 mencabut surat PHK oleh karenanya status hubungan kerja sejak tanggal 25 November 2014 belum terputus. Namun setelah dicabut surat PHK tersebut Para Tergugat tetap tidak masuk bekerja malah pada tanggal 18 Desember 2014 para Terggugat melakukan unjuk rasa di depan perusahaan dengan membawa pekerja dari luar perusahaan dan hal itu dilakukan berulang kali serta meneriaki pekerja lain yang bermaksud untuk bekerja, yang merupakan tindakan menghasut pekerja yang mau bekerja.
Penggugat telah bersikap solutif dengan melakukan pemanggilan kepada para Tergugat sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal 3, 5 dan tanggal 8 Desember 2014 akan tetapi para Tergugat tidak mau hadir, Penggugat berupaya mengajak para Tergugat untuk melakukan bipartit sebanyak 2 kali yaitu melalui surat panggilan tertanggal 2 Desember 2014 dan tanggal 6 Desember 2014 dan oleh karena para Tergugat tidak hadir maka panggilan dilakukan melalui surat kabar sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 13 Maret dan 17 Maret 2015.
Itikad baik Penggugat tidak ditanggapi dengan baik oleh para Tergugat maka berdasarkan pasal 168 ayat 1 UU No 13 tahun 2003 pekerja yang mangkir selama 5 hari kerja/lebih berturut turut tanpa keterangan secara tertulis dan dilengkapi dengan bukti yang sah dan setelah dipanggil oleh Pengusaha dua kali secara patut dan tertulis dapat diputuskan hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri jo. peraturan perusahaan pasal 43 ayat 2 huruf b periode 2014-2015.
Sementara itu Para Tergugat mendalilkan aksi unjuk rasa mereka dilindungi oleh Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat “di muka umum”. Namun lupa mempertimbangkan, bahwa unjuk rasa selama jam kerja merupakan mogok kerja yang juga tunduk terhadap pengaturan dalam UU Ketenagakerjaan.
Tergugat mendalilkan, bahwa Penggugat mendukung aksi unjuk rasa dengan memberikan nasi bungkus untuk makan siang. Terhadap dalil Penggugat maupun sanggahan Tergugat, Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Bandung register Perkara Nomor 152/Pdt.Sus-PHI/2015/PN/BDG.tanggal 16 November 2015 membuat pertimbangan hukum serta amar putus sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa pada tanggal 25 November 2014 tidak pernah ada surat pencabutan pemutusan hubungan kerja yang diberikan kepada para Tergugat, faktanya yang diberikan adalah surat perihal permohonan berunding;
“Menimbang, bahwa dari dalil-dalil gugatan Penggugat serta dalil dalil bantahan para Tergugat sebagaimana yang disebutkan diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Penggugat terhadap Para Tergugat dengan alasan Para Tergugat telah melakukan mogok kerja ilegal pada tanggal 23 April 2012 dan 30 November 2013 sehingga merugikan Penggugat tidaklah relevan lagi untuk dipertimbangkan mengingat pemutusan hubungan kerja tersebut oleh Penggugat telah dicabut sebagaimana terbukti berupa surat pencabutan pemutusaan hubungan kerja (Bukti P/TR-3, P/TR - 4.1 sampai dengan Bukti P/TR- 2.12 yang ditujukan kepada Para Tergugat dan pengumuman No. 18/HRD/P(Int)/IMV/XI/2014 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Perusahaan sudah menerbitkan surat pencabutan PHK terhadap 6 orang yaitu
1. DADANG SARIPUDIN, ( TERGUGAT 1)
2. YUSRI ASHADI, ( TERGUGAT 2 )
3. DENIS SURYASAPUTRA, ( TERGUGAT 3 )
4. DEDI SUPRIADI, ( TERGUGAT 4 )
5. ESA JUARSA, ( TERGUGAT 5 )
6. TOTO SOHAEBUL.T, ( TERGUGAT 6 )
2. Dengan diterbitkannya surat tersebut perusahaan meminta kepada Pekerja tersebut diatas untuk hadir bekerja. Pengumuman ini berlaku sejak tanggal 25 Nopember 2014 apabila ada kekeliruan dikemudian hari maka akan dilakukan perubahan sebagaimana mestinya.
“Menimbang, bahwa sekalipun surat pencabutan pemutusan hubungan kerja tersebut dibantah oleh Para Tergugat yang menyatakan bahwa surat pencabutan pemutusan hubungan kerja tersebut tidak diterima oleh Para Tergugat namun demikian penolakan Para Tergugat untuk menerima surat Pencabutan pemutusan hubungan kerja dengan alasan agar surat tersebut diserahkan kepada Pimpinan cabang SPAMK FSPMI sebagaimana diperkuat keterangan saksi Penggugat Sdr. Karel Parlindungan yang pada pokoknya "membenarkan" Para Tergugat menolak untuk menandatangani surat tanda terima adalah sikap yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum mengingat apabila Para Tergugat masih berkeinginan untuk melanjutkan pekerjaannya seharusnya hal itu dapat diterima dengan baik oleh karenanya dalil Para Tergugat yang mendalilkan bahwa tidak mengetahui adanya pencabutan Pemutusan hubungan kerja harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum;
“Menimbang, bahwa oleh karena pemutusan hubungan kerja telah dinyatakan dicabut sebagaimana diterangkan diatas untuk itu Majelis Hakim akan mempertimbangkan "Apakah setelah pencabutan surat pemutusan hubungan kerja tersebut dapat ditindak lanjuti atau diterima baik oleh para pihak sebagai langkah upaya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja" ?
“Menimbang, bahwa setelah surat pencabutan tersebut sebagaimana telah diumumkan berdasarkan Bukti P/TR- 3 berupa Surat Pengumuman yang dikeluarkan pada tanggal 25 Nopember 2014 dalam point 2 disebutkan bahwa perusahaan meminta kepada Para Tergugat untuk hadir bekerja;
“Menimbang, bahwa terhadap bukti T/PR-19 berupa permohonan perundingan yang ditujukan kepada Pimpinan PT IMC Tekno Indonesia yang ditandatangan pada tanggal 24 Nopember 2014 untuk diadakan perundingan pada hari rabu, tanggal 27 Nopember 2014 guna menyelesaikan permasalahan pemutusan hubungan kerja Majelis Hakim berpendapat bahwa surat permohonan berunding yang ditandatangani pada tanggal 24 Nopember 2014 untuk dilakukan perundingan pada tanggal 27 Nopember 2014 tidaklah relevan lagi, mengingat pada tanggal 25 Nopember 2014 Para Tergugat sudah dicabut surat pemutusan hubungan kerjanya sebagaimana telah Majelis hakim pertimbangkan diatas oleh karenanya yang disikapi oleh Para Tergugat adalah menindak lanjuti himbauan dari Penggugat untuk masuk bekerja kembali bukan dengan cara mengirim surat untuk melakukan perundingan mengenai pemutusan hubungan kerja karena pemutusan hubungan kerja telah dicabut oleh Penggugat oleh karena setelah tanggal pengumuman 25 Nopember 2014 Para Tergugat tidak juga melakukan pekerjaannya bahkan Para Tergugat telah mengabaikan panggilan Penggugat untuk datang pada hari Rabu tanggal 3 Desember 2014 Bukti P/TR - 9.1 s/d Bukti P/TR - 9. 18 dan panggilan kedua pada hari Jumat tanggal 5 Desember 2014 Bukti P/TR - 10.1 s/d Bukti P/TR-10.18 serta panggilan ketiga pada hari Senin tanggal 8 Desember 2014 yang kemudian disikapi oleh Para Tergugat dengan mengirimkan surat permohonan untuk bermusyawarah tertanggal 8 Desember 2014 untuk diadakan pertemuan pada hari selasa tanggal 9 Desember 2014 (Bukti T/PR - 50) dan Surat permohonan bermusyawarah tertanggal 12 Desember 2014 untuk diadakan pertemuan pada hari Selasa tanggal 9 Desember 2014 ( Bukti T/PR - 51);
“Bahwa sikap Para Tergugat yang tidak memenuhi panggilan Penggugat yang kemudian disikapi dengan mengirimkan kembali surat permohonan untuk bermusyawarah adalah sikap yang tidak dibenarkan menurut hukum mengingat pekerja dalam hal ini Para Tergugat merupakan pihak yang berkepentingan terhadap kelangsungan hubungan kerjanya oleh karenanya Para Tergugat-lah yang wajib untuk memenuhi panggilan Penggugat oleh karenanya Para Tergugat tidak memenuhi panggilan Penggugat sebagaimana telah majelis hakim pertimbangkan diatas;
“Menimbang, bahwa pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 25 Nopember 2014 telah dicabut dan para Tergugat setelah dicabutnya surat pemutusan hubungan kerja tidak juga menjalankan kewajibannya untuk bekerja dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan bahwa para Tergugat tidak menunjukkan itikad baiknya sebagaimana ketentuan Pasal 151 ayat (1) UU No.13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat telah pula melakukan pemanggilan sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal 3, 5 dan tanggal 8 Desember 2014 sebagaimana yang telah dipertimbangkan diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa dengan telah dicabutkan surat pemutusan hubungan kerja Para Tergugat tidak menjalankan kewajibannya lebih dari lima hari berturut turut dan juga telah dilakukan pemanggilan sebanyak 3 kali maka berdasarkan ketentuan pasal 168 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 Para Tergugat dikualifikasikan mengundurkan diri, maka dengan dmikian terhadap petitum Nomor 2 haruslah dikabulkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan faktanya hubungan kerja antara Penggugat dengan para Tergugat sudah tidak harmonis lagi, dan apabila tetap dipertahankan justru akan menimbulkan ketidak pastian, maka cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dan para Tergugat dapat dikabulkan dengan kualifikasi mengundurkan diri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 168 ayat (3) UU No. 13 tahum 2003 Para Tergugat yang diputus hubungan kerjanya dengan dikualifikasikan mengundurkan diri berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4 dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
“Menimbang, bahwa sedangkan mengenai uang penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan sebesar 15 % dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat 4 C Majelis Hakim berpendapat bahwa Para Terggugat berhak atas uang penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan sebesar 15 %;
“Menimbang, bahwa mengenai dalil gugatan Penggugat tidak dilengkapi risalah bipartit hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 2 Tahun 2004 yang wajib dilampirkan berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 1 dan wajib mengembalikan berkasnya kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan untuk dilengkapi, oleh karena itu gugatan tidak memenuhi syarat untuk diajukan Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam perkara aquo telah dilakukan perundingan secara bipartit sesuai dengan ketentuan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 3 ayat 1, melalui pemanggilan ajakan bipartit terhadap Para Tergugat dengan melakukan pemanggilan secara tertulis masing–masing tertanggal 2 Desember 2014 untuk bipartit pertama pada tanggal 10 Desember 2014 dan melalui surat masing -masing tertanggal 6 Desember 2014 untuk dilakukan bipartit ke 2 pada tanggal 12 Desember 2014 akan tetapi Para Tergugat tidak pernah hadir dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemanggilan yang dilakukan oleh Penggugat agar Para Tergugat hadir pada tanggal 10 dan 12 Desember 2014 untuk dilakukan perundingan haruslah dinyatakan terbukti kebenarannya mengingat hal itu dalam Kesimpulan Para Tergugat telah diakui bahwa pemanggilan pemanggilan yang dilakukan untuk melakukan bipartit dan Tripartit tidak direspon oleh Para Tergugat dikarenakan pemanggilan ditujukan secara Pribadi kepada masing-masing Para Tergugat tidak ditujukan kepada Serikat Pekerja yang mana dalam hukum acara perdata apabila dalil lawan diakui maka hal itu merupakan bukti yang sempurna oleh karenanya tentang adanya ajakan perundingan bipartit pada tanggal 10 dan 12 desember 2014 sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat haruslah dinyatakan terbukti kebenarannya;
“Menimbang, bahwa oleh karena itu dalil Para Tergugat yang mendalilkan bahwa panggilan harus ditujukan kepada serikat pekerja dengan mendasarkan kepada Pasal 151 ayat 2 UU No. 13 tahun 2003 tidaklah cukup alasan mengingat Pasal 151 ayat 2 haruslah dimaknai bahwa setiap pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh Pengusaha dan serikat pekerja / serikat buruh atau dengan pekerja / buruh apabila pekerja / buruh tidak menjadi anggota serikat pekerja / serikat buruh adalah dalam kontek perundingan, bukan mengenai keabsahan surat panggilan yang ditunjukan langsung kepada Para Tergugat secara Pribadi;
“Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa pemanggilan yang telah dilakukan oleh Penggugat untuk perundingan bipartit dapat dibenarkan menurut hukum mengingat apabila Surat panggilan itu oleh Para Tergugat diterima kemudian Para Tergugat menyerahkan surat panggilan tersebut kepada pengurus serikat pekerja / serikat buruh untuk mewakili kepentingan Para Tergugat dalam melakukan perundingan dengan Penggugat, oleh karena Para Tergugat telah dipanggil secara patut yaitu melalui surat panggilan sebagaimana Bukti P / TR-12.1 s/d P / TR-12.18 dan Bukti P / TR-13. 1 s/d P / TR-13 .18, dengan demikian Majelis hakim berpendapat bahwa Para Tergugat yang tidak memenuhi panggilan untuk bipartit dianggap menolak untuk dilakukan perundingan dengan demikian langkah Penggugat melanjutkan perselisihan dengan mengajukan permintaan mediasi dapat dibenarkan menurut hukum oleh karenanya terhadap dalil Para Tergugat yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat prematur karena tidak ada risalah bipartit harus dinyatakan ditolak;
M E N G A D I L I
DALAM KONVENSI
DALAM EKSEPSI
- Menolak eksepsi para Tergugat untuk seluruhnya.
DALAM POKOK PERKARA
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2) Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Para Tergugat putus yaitu Sdr. Dadang Saripudini terhitung sejak tanggal 13 Januari 2015, Sdr. Yusri Ashadi terhitung sejak tanggal 03 Februari 2015; Sdr.Denis Surya Saputra, terhitung sejak tanggal 03 Februari 2015, Sdr.Dedi Supriadi terhitung sejak tanggal 03 Februari 2013,Sdr.Esa Juarsa terhitung sejak tanggal 13 Januari 2015,Sdr..Toto Sohaebul.T terhitung sejak tanggal 05 Desember 2014 karena dikualifikasikan mengundurkan diri
3) Memerintah kepada Penggugat untuk membayar uang penggantian hak dan atau uang pisah seluruhnya sebesar Rp 34.138.407,- (Tiga puluh empat juta seratus tiga puluh delapan ribu empat ratus tujuh rupiah) kepada masing masing Tergugat dengan perincian sebagai berikut :
1. Dadang Saripudi sebesar Rp. 7.359.378,-;
2. Yusri Ashadi sebesar Rp. 9.887.053,-;
3. Denis Surya Saputra sebesar Rp. 2.195.250,-;
4. Dedi Supriadi sebesar Rp. 3.197.650,-
5. Esa Juarsa, sebesar Rp. 9.303.816,-
6. Toto Sohaebul.T sebesar Rp. 2.195.250,-
4). Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.
DALAM REKONVENSI
- Menolak gugatan para Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya.”
Para Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 15 Januari 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 3 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pemutusan hubungan kerja oleh Termohon Kasasi/Pengusaha terhadap Para Pemohon Kasasi/Para Pekerja akibat melakukan mogok kerja telah dicabut berdasarkan surat pencabutan dan pengumuman pencabutan sebagaimana telah benar dipertimbangkan Judex Facti;
- Bahwa Para Pekerja dipanggil untuk masuk kerja kembali terhitung mulai tanggal 25 November 2014 namun tidak masuk kerja sampai dengan panggilan ketiga tanggal 8 Desember 2014, kemudian baru ditanggapi oleh Para Pekerja untuk bermusyawarah pada tanggal 8 Desember itu juga;
- Bahwa sejak tanggal 25 November 2014 sampai dengan 7 Desember 2014 Para Pekerja tidak menanggapi sama sekali permintaan masuk kerja dari Pengusaha dan telah dipanggil tiga kali yaitu tanggal 3, 5, 8 Desember 2014 sebelum adanya proses bipartit, maka tepat di PHK dengan kualifisir mengundurkan diri sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 168 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: DADANG SARIPUDIN, dan kawan-kawan, tersebut harus ditolak;
MENGADILI:
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. DADANG SARIPUDIN, 2. YUSRI ASHADI, 3. DENIS SURYA SAPUTRA, 4. DEDI SUPRIADI, 5. ESA JUARSA, 6. TOTO SOHAEBUL T, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.