KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Penipu Teriak Penipu, Terdakwa dapat Membuktikan bahwa Korban Pelapor (Memang) adalah Penipu, maka Tidak Dipidana

Disebut “Tuduhan” (ISU HUKUM), bila Belum Masuk dalam Tahap Pembuktian. Bila Kemudian Terbukti Benar, maka Bukanlah Lagi “Tuduhan”, namun “FAKTA HUKUM”

Pelapor (Memang) adalah Penipu, maka Terlapor yang Mengatakan bahwa Pelapor adalah Seorang Penipu, Tidak Dipidana

Question: Jika kita menghina seseorang, tapi kita bisa buktikan bahwa hinaan kita itu memang benar adanya. Apakah kita tetap bisa dikriminalisasi ke polisi oleh yang kita hina? Misal kita sebut seseorang bukan dengan namanya, tapi dengan sebutan “si pernah dipenjara”, karena warga di sini benar-benar sudah tahu ia pernah dipenjara (mantan narapidana). Contoh lain, apa tidak boleh, kita sebut seseorang sebagai “hidung-belang” karena dirinya selingkuh dan benar-benar memang telah ber-selingkuh?

Brief Answer: Ada perbedaan prinsipil antara “mencemarkan nama baik” dan “nama baiknya telah tercemar dari sedari awal”. Semestinya hukum pidana di Indonesia hanya mengenal satu delik tunggal kriminalisasi terkait ujaran / ucapan, yakni “FITNAH”. Baik delik penghinaan ataupun pencemaran nama baik, bila dipisahkan dengan delik “fitnah”, maka akan membuat kesan seolah-olah bahwa sekalipun bisa dibuktikan, maka tetap dipidana karena menghina ataupun mencemarkan nama baik pihak pelapor. Aparatur penegak hukum perlu mulai memahami, bahwa “fakta adalah fakta”, sepahit apapun itu faktanya.

Bila faktanya memang bahwa yang bersangkutan ialah seorang mantan terpidana, maka itu bukanlah sebentuk “fitnah”. Perihal tidak boleh merendahkan martabat orang lain, itulah adalah isu “norma sosial”, bukan domain “norma hukum”. Seorang pelamar kerja, bisa jadi dimintakan SKCK (surat keterangan catatan kepolisian) yang merinci rekam-jejak kejahatan sang individu. Seseorang warga tidak dapat dicela karena berbicara fakta, karenanya hukum negara tidak semestinya mengkriminalisasi pernyataan berisi fakta, sepahit apapun fakta tersebut. Seseorang dipuji, karena perbuatan luhurnya. Sebaliknya, seseorang dihina, juga karena perbuatannya, yakni perbuatan yang tercela dan dapat dicela oleh para bijaksanawan.

Sebagai umpama, bila seseorang dijadikan tersangka karena menuding izasah pihak pelapor adalah palsu, maka itu tidak dapat serta-merta disebut “penistaan” bila pihak terlapor tidak diberi kesempatan membuktikan tudingannya demikian. Bila setelah diberi kesempatan baik pihak pelapor maupun terlapor, telah ternyata pihak terlapor / tersangka tidak mampu membuktikan tudingannya, barulah dapat disebut telah pelanggaran hukum pidana berupa melakukan delik “fitnah”. Yang berbahaya ialah bila seorang ditetapkan sebagai tersangka “penghinaan” maupun didakwa “pencemaran nama baik”, sekalipun faktanya ialah sesuai tudingan terlapor, tetap berpotensi dikriminalisasi vonis pemidanaan.

PEMBAHASAN:

Pernah terdapat sebuah kasus nyata yang cukup menarik dan unik, dimana Korban Pelapor melakukan aksi “penipu teriak penipu”, dimana beruntung pengadilan memberi kesempatan kepada pihak Terdakwa untuk membuktikan kebenaran tudingannya (hak untuk membela diri), sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan perkara pidana register Nomor 1682 K/Pid/2015 tanggal 07 Maret 2016, dimana Terdakwa didakwa karena telah berkata, “ngoni pe ko penipu, cuma modal tolor” dalam bahasa Melayu-Manado ke Bahasa Indonesia bermakna, “Majikan kamu penipu, hanya bermodalkan alat kelamin”. Dalam konteks Melayu-Manado, frasa “tolor” adalah “alat kelamin”, sementara klausa “ngoni pe ko penipu” yang dalam Bahasa Indonesia artinya “majikan kamu penipu”.

Terhadap dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Airmadidi Nomor 14/Pid.B/2015/PN.Arm. tanggal 13 Juli 2015, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menyatakan Terdakwa WORANGIAN, S.E., alias Cl DEISY tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum Kesatu Pasal 311 Ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 310 Ayat (1) KUHP;

2. Membebaskan Terdakwa WORANGIAN, S.E., alias Cl DEISY dari dakwaan Pasal 311 Ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 310 Ayat (1) KUHP;

3. Memulihkan hak Terdakwa WORANGIAN, S.E., alias Cl DEISY dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya;”

Pihak JPU mengajukan upaya hukum Kasasi, dengan pokok keberatan bahwa perkataan yang diucapkan oleh Terdakwa kepada Korban dengan mengatakan, “Ngoni pe ko penipu, cuma modal tolor”, dapat dikategorikan sebagai perbuatan fitnah atau pencemaran nama baik. Meski perkataan yang diucapkan oleh Terdakwa tersebut tidak langsung didengar atau disaksikan langsung oleh Korban, namun perbuatan Terdakwa tesebut ada pencemaran nama baiknya, karena apa yang disampaikan oleh pemberi pesan dalam hal ini Terdakwa didengar oleh pembawa pesan (dalam hal ini para saksi-saksi yang mendengar langsung perkataan yang disampaikan oleh Terdakwa) dan disampaikan kepada Korban, bahkan keterangan saksi-saksi tersebut telah diakui oleh Terdakwa yang mengatakan, “ini 2 oto kita punya, ngoni pe ko penipu cuma modal tolor” dan perkataan Terdakwa tersebut memang ditujukan kepada korban serta didengar oleh banyak orang terutama karyawan di PT. Trika Darma Permai.

Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

- Bahwa alasan kasasi Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan, karena putusan Judex Facti / Pengadilan Negeri yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan telah tepat dan tidak salah menerapkan hukum. Putusan Judex Facti telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar, sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di muka sidang. Tidak ternyata Terdakwa menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu supaya diketahui umum.

- Bahwa oleh karena ternyata antara Terdakwa dengan saksi korban Alfrets Rumawas selain ada hubungan bisnis, juga telah terjadi perselingkuhan secara suka sama suka, sehingga saksi korban keberatan dan merasa terhina oleh ucapan Terdakwa yang mengatakan saksi korban sebagai penipu, dengan ucapan kata-kata, “Ini dua mobil kita punya, kamu penipu, cuma modal tolor”. Namun demikian ternyata Terdakwa bisa membuktikan sebaliknya bahwa saksi korban benar-benar telah menipu Terdakwa dalam pembelian beberapa buah truk di Jakarta, dimana dalam kerjasama pembelian truk itu menggunakan uang milik Terdakwa, tetapi oleh saksi korban dalam pengurusan BPKB dibuat atas nama saksi korban. Sekarang saksi korban sedang menjalani pidananya di Rutan Malendeng Manado.

- Bahwa selain itu alasan kasasi Penuntut Umum berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan. Hal tersebut tidak dapat dipertimbangkan pada pemeriksaan tingkat kasasi, karena pemeriksaan tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentua undang-undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 KUHAP.

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut harus ditolak.

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI AIRMADIDI tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.