KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Falsafah Dibalik Pidana Penjara dan Vonis Hukuman Mati yang Paling Valid

Tidak Semua Anggota Masyarakat adalah Orang Baik, Ada yang TOXIC dan Harus Dieliminir, itu Barulah Kebijakan Penalisasi yang REALISTIK

AMDAS (Analisis Mengenai Dampak Sosial) Dibalik Konsep “Keadilan Restoratif”

Question: Apakah ada pijakan filosofis yang sahih dan tahan “uji moril”, terhadap vonis pidana penjara maupun hukuman mati, ditengah-tengah derasnya aliran atau mazhab hukum sebagian besar sarjana hukum kontemporer yang dewasa ini mulai gemar menggaungkan “restorative justice”?

KIAMAT BUMI dalam Ramalan / Penerawangan Sang Buddha, Sepanjang dan Selama apakah Terjadinya KIAMAT?

Planet Bumi TIDAKLAH ISTIMEWA, Kaum “Agamais” di Planet Bumi Seyogianya TIDAK NARSISTIK karena Hidup di Bumi

Para Dewa di Alam Dewata pun masih Menderita dan TIDAK KEKAL

Question: Mengapa dalam Buddhisme, “masuk surga” disebut sebagai bukan jalan keselamatan sejati? Mengapa dimasukkan ke surga sekalipun, menurut Buddhisme, bukanlah sebentuk pertolongan yang sesungguhnya?

Banyaknya Aturan Hukum yang Bersifat MARKETING GIMMICK Penuh TITIPAN KEPENTINGAN

Industri Pangan, Industri Medis, Industri Farmasi, Industri Pendidikan, maupun Industri-Industri Lainnya, Tidak Pernah Memandang Konsumennya sebagai Subjek, namun Selalu sebagai Objek untuk DIEKSPLOITASI

Bersikap KONSERVATIF Ditengah Era KONVENSIONAL, Sekalipun telah Beredar Label-Label “GIMMICK” seperti : “Izin Edar BPOM”, “Diawasi oleh OJK”, maupun Label “HALAL”

Pada suatu hari, di rumah sakit milik pemerintah daerah, ibu dari penulis datang berobat karena mengeluh badan yang terasa sakit (hal wajar, karena telah lanjut usia, lansia), dan dokter memberikan resep berupa “ibuprofen”, alih-alih memberi pemahaman bahwa itu (badan tidak lagi seenak usia muda) merupakan hal yang wajar untuk seseorang “lansia” yang memasuki usia menopause. Setelah meminum obat tersebut, ibu dari penulis merasa itu adalah “obat ajaib” yang “mujarab” nan “ajaib”, karena rasa-rasa sakit di tubuh beliau serasa sirna atau hilang seketika, dan menjadi enak badannya. Telah ternyata, setelah penulis mencari tahu tentang obat “ibuprofen”, obat tersebut sangat berbahaya bagi ginjal pasien, dimana selama ini kondisi ginjal ibu dari penulis justru tidak baik-baik saja, sehingga berpotensi “gagal ginjal”.

Lebih Mudah Syarat menjadi Calon Wakil Presiden daripada Mencalonkan Diri sebagai Pimpinan KPK

Wakil Presiden RI dan MK RI telah Ternyata Sama-Sama INKONSTITUSIONAL

Bukti bahwa Mahkamah Konstitusi RI (MK RI) adalah Murni Lembaga POLITIK, Bukan Lembaga Kehakiman-Yudikatif

Question: Apakah ada argumentasi yang lebih valid, untuk menyebutkan bahwa Wakil Presiden Republik Indonesia yang notabene anak dari Mulyono, dimana sang bapak yang mencarikan pekerjaan untuk sang anak, adalah cacat hukum legitimasinya?

Apakah Suara Majelis Hakim Wajib “BULAT”, Barulah Terdakwa Terbukti Sah dan Meyakinkan Bersalah untuk dapat Dipidana?

Hakim Perkara Pidana Wajib Yakin Seyakin-Yakinnya Sebelum Menjatuhkan Vonis Hukuman / Bersalah atau Tidaknya Seorang Terdakwa, artinya Tanpa “DISSENTING OPINION”?

Question: Katanya dalam perkara pidana, hakim harus yakin seyakin-yakinnya, baru boleh memutus bersalah atau mempidana penjara seorang terdakwa. Apakah artinya, jika ada satu saja anggota majelis hakim dari tiga orang hakim yang memutus perkara yang ternyata menyatakan bahwa terdakwa tidak bersalah, apakah artinya terdakwa harus dinyatakan atau divonis bebas alias dakwaan jaksa penuntut menjadi tidak terbukti atau kesalahan terdakwa adalah menyisakan keraguan (meragukan)?

Lucu dan Konyolnya para Pecandu Jud!. Namun, Telah Ternyata Ada Kaum yang Lebih Konyol

Orang Dungu Tergila-Gila Mengejar Kerugian, Memilih untuk Merugi Lebih Banyak Lagi

Orang Cerdas Memilih untuk Tidak Merugi Lebih Banyak Lagi

Question: Bukankah menggelikan, mengetahui dari pemberitaan ataupun orang-orang yang kita kenal, telah ternyata begitu kecanduan bermain jud!, sampai-sampai pemerintah harus terpaksa turun-tangan melakukan intervensi dengan memblokir berbagai situs permainan jud! online. Sekalipun, tidak pernah ada contoh orang yang jadi kaya karena main jud! online, dimana diri si pemainnya itu sendiri telah kehilangan banyak, namun masih juga tergila-gila untuk bermain jud! online semacam itu. Bukankah tidak ada bisnis industri yang lebih menggiurkan, daripada mengeksploitasi kebodohan masyarakat, entah itu jud!, politik, farmasi, medis, pangan, tidak terkecuali bisnis yang berjualan agama dan pendidikan itu sendiri?

Mahkamah Konstitusi RI ketika Memutus Perkara Uji Materiil, Tidak Pernah Melakukan UJI PUBLIK—Putusan yang Tidak “Meaningfull Participation”

Berikan Contoh Nyata Lewat TELADAN, Bukan Memerintah namun Miskin KETELADANAN

Jika MK RI (Mahkamah Konstitusi RI) itu sendiri tidak menjaring aspirasi rakyat secara luas ketika memutus suatu perkara permohonan uji materiil, maka itu sama artinya otoritarianisme lembaga MK RI yang dikuasai oleh 9 (sembilan) orang yang menjabat sebagai Hakim Konstitusi. Bila telah ternyata MK RI itu sendiri adalah otoritarian, maka atas dasar apakah MK RI menceramahi lembaga pembentuk Undang-Undang agar bersikap “meaningfull participation” saat merancang dan mengesahkan Undang-Undang, mengingat dewasa ini fenomenanya MK RI telah tidak lagi menjadi “Lembaga Yudikatif”, akan tetapi “quasi Legislative” dengan membuat dan membentuk norma-norma hukum baru lewat putusannya.

Terdakwa Bersikap Sopan di Persidangan, namun Ganas terhadap Korban saat Melakukan Aksi Kejahatan

Ketika Melakukan Aksi Kejahatan Ibarat “ISENG-ISENG BERHADIAH” : Jika Ketahuan, maka (Semudah) Kembalikan Kerugian Korban Lalu Disebut “Restorative Justice”. JIka Tidak Ketahuan, Nikmati Hasil Kejahatannya

Semestinya, bersikap jujur dan kooperatif yang dapat menjadi “keadaan yang meringankan kesalahan pidana” seorang terdakwa saat didakwa dan dituntut serta akan dijatuhi vonis hukuman pidana di peradilan, sebagai bentuk insentif ala “reward and punishment”. Sebaliknya, terdakwa yang bersikap berbelit-belit, patut serta layak diberikan dis-insentif berupa “keadaan yang memberatkan kesalahan pidana” sang terdakwa. Akan tetapi, yang selama ini terjadi dalam praktik persidangan perkara pidana di Indonesia, “terdakwa bersikap sopan di persidangan” dikategorikan juga sebagai “keadaan yang meringankan kesalahan pidana” bagi seorang terdakwa—sekalipun, secara falsafah pemidanaan, paradigma berhukum kalangan hakim perkara pidana demikian tidak memiliki landasan sosiologis sebagai basis pijakannya.