(DROP DOWN MENU)

Debitor dapat Menggugat Kreditor atau Sebaliknya, Tanpa Turut Menggugat OJK, lewat SMALL CLAIM COURT

Gugatan Sederhana Sengketa Debitor Vs. Kreditor Lembaga Pembiayaan / Keuangan / Asuransi

Question: Bila kita ingin menggugat bank atau leasing, karena ada peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang dilanggar oleh perusahaan tersebut, maka apakah artinya lembaga OJK juga perlu dan harus ikut digugat sebagai turut tergugat?

Brief Answer: Tidak pernah ada Hukum Acara Perdata maupun preseden yang mewajibkan pihak regulator untuk turut digugat. Setiap tahunnya, terdapat ribuan perkara gugat-menggugat “debitor Vs. kreditor” di pengadilan, dimana menjadikan OJK sebagai pihak “Turut Tergugat” sekalipun tidak menjamin OJK akan mengirimkan wakilnya untuk hadir di persidangan sebagaimana BPN (Badan Pertanahan Nasional) kerapkali tidak pernah menghadiri persidangan sekalipun ditarik sebagai “Turut Tergugat”.

Kini, kita memakai “logika pembalik”, yakni bagaimana bila Penggugat tidak turut menjadikan OJK sebagai “Turut Tergugat”, apakah artinya pihak Tergugat tidak dibolehkan merujuk ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam Peraturan OJK sebagai dasar hukum bagi dalilnya untuk membantah gugatan? Logika sederhana kedua, Hukum Acara Perdata dalam “gugatan sederhana” (small claim court) hanya membolehkan sebatas 1 (satu) pihak Tergugat serta berkedudukan pada domisili yang sama dengan domisili Pengadilan Negeri yang menyidangkan perkara, tanpa dibolehkan adanya “Turut Tergugat”, maka apakah artinya pihak Debitor tidak dapat menggugat kreditornya yang notabene Lembaga Perbankan, Perusahaan Asuransi, maupun Perusahaan Leasing karena tidak dimungkinkan menarik OJK sebagai Turut Tergugat?

PEMBAHASAN:

Perihal perlu atau tidaknya OJK turut diposisikan sebagai “Turut Tergugat”, jawabannya secara analogi dapat merujuk norma SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 10 Tahun 2020, tertanggal 18 Desember 2020, tentang “Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2020 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan”, yang ditujukan kepada seluruh pengadilan di Indonesia, dengan kutipan sebagai berikut:

RUMUSAN HUKUM

RAPAT PLENO KAMAR MAHKAMAH AGUNG

TAHUN 2020

B. RUMUSAN HUKUM KARMAR PERDATA.

1. Gugatan Kurang Pihak dalam Perkara Tanah:

d. Kriteria Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus ditarik sebagai pihak dalam hal terdapat sertifikat ganda atas sebagian atau keseluruhan dari luas tanah objek sengketa, antara lain:

1.) Jika ada petitum yang meminta pengadilan menjatuhkan putusan mengenai perbuatan hukum tertentu atas sertifikat, maka BPN harus ditarik sebagai pihak; atau

2.) JIka dalam petitum tidak ada tuntutan mengenai perbuatan hukum tertentu atas sertifikat yang diterbitkan oleh BPN, maka BPN tidak perlu ditarik sebagai pihak.”

Kata kunci yang dapat ditarik dari kaedah SEMA di atas ialah, bila tidak ada pokok tuntutan (petitum) dalam Surat Gugatan yang menuntut agar OJK melakukan perbuatan hukum tertentu, maka untuk apa OJK turut digugat? Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap lembaga pembiayaan, lembaga keuangan, maupun asuransi, diawasi baik oleh OJK maupun juga oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) serta LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), maka apakah artinya setiap kali pihak debitor / nasabah hendak menggugat berbagai perusahaan tersebut, harus juga turut menyertakan OJK, LPS, maupun PPATK sebagai “Turut Tergugat”? Itu merupakan suatu hal yang tidak realistis juga tidak rasional.

Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Sorong sengketa “gugatan sederhana” register Nomor 5/Pdt.G.S/2021/PN.Son tanggal 4 Mei 2021, perkara antara:

- PT. Batavia Prosperindo Finance Cabang Sorong (Papua Barat), dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Perusahaan PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE, sebagai Penggugat; melawan

- Tn. ALAN WAROMI, selaku Tergugat.

Bermula antara Penggugat dan Tergugat mengadakan Perjanjiann (perikatan) Pembiayaan multiguna dengan cara pembelian dengan sistem Pembayaran secara Angsuran atas pembelian satu unit kendaraan roda empat, kemudian didaftarkan sebagai objek Jaminan Fidusia. Selama bekerjasama dengan Penggugat, Tergugat hanya menjalankan prestasinya, yaitu membayar Angsuran sebanyak enam kali yaitu dari angsuran pertama hingga angsuran keenam. Sisa kewajiban tergugat selaku Penerima Kredit, mulai dari angsuran ke-7 gugatan ini dilayangkan ke Pengadilan Negeri Sorong, Tergugat tidak pernah melaksakan kewajibannya selaku debitor alias wanprestasi.

Penggugat juga telah mengirimkan surat Teguran kepada Tergugat agar Tergugat dapat menjalankan kewajibannya selaku Penerima Kredit, atau membayar tunggakan yang tergunggak, namun hasilnya nihil. Tergugat justru seolah menantang serta “pasang badan”, dengan menyatakan : “Jika ingin mengambil objek jaminan, Penggugat wajib menunjukan putusan Pengadilan yang Inkracht, yang isinya memuat tentang debitor telah sah dan menyakinkan menurut hukum telah melakukan perbuatan Wanprestasi (ingkar Janji) dan dapat mengeksekusi objek Jaminan!

Penggugat melalui bagian Penagihan pernah meminta kepada Tergugat agar untuk sementara unit yang menjadi jaminan sengketa diamankan terlebih dahulu ke Penggugat, namun Tergugat tidak bersedia, dengan alasan harus ada Putusan Pengadilan yang inkracht (berkekuatan hukum tetap), barulah Tergugat ingin menyerahkan kendaraan tersebut. Atas permintaan Tergugat yang mana meminta untuk persoalan ini diselesaikan melalui jalur hukum, maka sesuai dengan mekanisme dari aturan perusahaan Penggugat, yang mana jika persoalan mengenai Perjanjian kredit dengan Penerima Kredit diselesaikan melalui jalur hukum, maka hanya dua opsi yang ditawarkan, yaitu Tergugat wajib melakukan pembayaran seluruh tunggakan hingga akhir kontrak (lunas) atau menyerahkan unit jaminan secara suka Rela kepada Penggugat selaku Pemberi Kuasa untuk kemudian di lelang.

Dimana terhadapnya, sekalipun OJK tidak turut digugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut di atas, Tergugat telah mengajukan jawaban yang pada pokoknya sebagai berikut;

Sehubungan dengan Adanya Gugatan Perkara Wanprestasi yang terjadi dalam Kontrak Perjanjian Pembiayaan Pembelian Kendaraan dengan Nomor Kontrak: 05137220004, maka dengan ini saya atas nama ALLAN WAROMI Selaku tergugat meminta untuk dilakukan Peninjauan Kembali Kontrak Pembiayaan serta Relaksasi Pembiayaan Multiguna Pembelian satu unit kendaraan.

(COVID-19), yang ditegaskan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor: 11/POJK.03/2020 Tentang: STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL SEBAGAI KEBIJAKAN COUTERCYL/CAL DAMPAK PENYEBARAN CORONAVIRUS DISEASE 2019.

Maka saya siap untuk melanjutkan pembayaran cicilan pembiayaan sesuai yang tertera pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor: 11/POJK.03/2020 Tentang: STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL SEBAGAI KEBIJAKAN COUTERCYLICAL DAM PAK PENYEBARAN CORONAVIRUS DISEASE 2019. Bab VI: mengenani Masa Berlaku Pemberian Stimulus, pada Pasal 10 Penerapan Kebijakan yang mendukung stimulus perubahan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil dan menengah berlaku sampai dengan tanggal 31 maret 2021.

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA

“Menimbang, bahwa yang menjadi pokok persoalan dalam perkara ini adalah Penggugat sebagai perusahaan yang bergerak dibidang pembiayaan multiguna di Kota Sorong telah melakukan pembiayaan atau mengkreditkan 1 (satu) unit mobil dengan Merek: PIC KUP ISUZU - TRAGA - 4JA1L - M / T kepada Tergugat seharga Rp. Rp. 274.600.000 (dua ratus tujuh puluh empat juta enam ratus ribu rupiah) hal tersebut sebagaimana tertuang didalam Surat Perjanjian Pembiayaan multiguna dengan jaminan penyerahan secara fidusia Nomor: 051372200004, tertanggal 13 Januari 2020 (vide bukti P-1), yang mana kemudian didalam Surat Perjanjian Pembiayaan tersebut telah disebutkan bahwa kewajiban Tergugat untuk melakukan pembayaran pelunasan pembelian 1 (satu) unit mobil pick up tersebut kepada Penggugat dengan cara diangsur/dicicil selama 48 (empat puluh delapan) bulan dengan besar angsuran / cicilan perbulannya sejumlah Rp. 6.254.000,- (enam juta dua ratus lima puluh empat ribu rupiah), akan tetapi sejak Tergugat menerima 1 (satu) unit mobil tersebut dari Penggugat ternyata Tergugat baru melakukan 6 (enam) kali angsuran kepada Penggugat dan sampai dengan saat ini Tergugat sudah tidak melakukan pembayaran lagi, sehingga tagihannya menumpuk, yang mana hingga saat gugatan ini diajukan, total jumlah tagihan yang harus dibayarkan oleh Tergugat kepada Penggugat sebesar Rp. 298.096.910 (dua ratus sembilan puluh delapan juta sembilan puluh enam ribu sembilan ratus sepuluh rupiah);

“Menimbang, bahwa selain itu Penggugat telah pula menerima jaminan fidusia dari Tergugat untuk menjamin pelunasan hutang Tergugat sebagaimana tertuang didalam Sertifikat Jaminan Fidusia Nomor: W31.00002941.AH.05.01 Tahun 2020, tertanggal 5 Februari 2020 (vide bukti P-2);

“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-6 berupa Kartu Tanda Penduduk atas nama Tergugat, maka Terguat secara nyata dan formil bertempat tinggal di Jalan Terong RT.001 RW.002 Kelurahan Malawele Kecamatan Aimas Kabupaten Sorong yang merupakan wilayah hukum Pengadilan Negeri Sorong, sehingga Pengadilan Negeri Sorong memiliki kewenangan mengadili perkara Penggugat tersebut;

“Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut diatas maka Hakim perlu mempertimbangkan terlebih dahulu mengenai ada tidaknya perbuatan wanprestasi yang dilakukan Tergugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat tanda P-1, P-2, P-4, P-7 dan P-8 maupun dari keterangan saksi-saksi yang diajukan Penggugat dipersidangan, nyatalah antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi kesepakatan pembelian 1 (satu) unit mobil dengan Merek : PICKUP ISUZU TRAGA - 4JA1L-M/T, berwarna Putih dengan Nomor Polisi PB 8454 A, seharga Rp. 274.600.000 (dua ratus tujuh puluh empat juta enam ratus ribu rupiah), yang mana dalam kesepakatan tersebut posisi dari Penggugat adalah sebagai pihak yang membiayai pembelian mobil tersebut sedangkan posisi Tergugat adalah sebagai pihak yang menerima mobil tersebut dan selanjutnya setelah Tergugat menerima penyerahan mobil tersebut pada tanggal 13 Januari 2020, maka Tergugat berkewajiban untuk melakukan pembayaran dengan cara diangsur kepada Penggugat, dan selama pembayaran belum selesai dilakukan, maka hal itu diperhitungkan sebagai hutang Tergugat kepada Penggugat;

“Menimbang, bahwa dalam perjalanan perjanjian antara Penggugat dan Tergugat tersebut, ternyata Tergugat mempunyai tunggakan pembayaran kepada Penggugat sebesar Rp. 298.096.910 (dua ratus sembilan puluh delapan juta sembilan puluh enam ribu sembilan ratus sepuluh rupiah;

“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3 berupa Jadwal Angsuran ternyata Tergugat mulai melakukan pembayaran sesuai kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan multiguna (vide bukti P-1) sejumlah Rp6.254.000,- (enam juta dua ratus lima puluh empat ribu rupiah) per bulan sejak tanggal 17 Februari 2020 sampai dengan tanggal 15 Agustus 2020 dengan jumlah pembayaran Tergugat sebanyak 6 (enam) kali dari total 48 (empat puluh delapan kali) pembayaran;

“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat tanda P-5, berupa Surat Peringatan 1, Surat Peringatan 2 dan Surat Peringatan 3, ternyata pihak Penggugat telah memberikan peringatan kepada pihak Tergugat namun Tergugat sudah tidak pernah lagi membayar tunggakan hutang Tergugat tersebut kepada Penggugat;

“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan wanprestasi adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut;

“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, maka haruslah dinyatakan bahwa Tergugat telah melakukan Wanprestasi, karena Tergugat belum memenuhi kewajibannya untuk membayar hutangnya kepada Penggugat sebesar Rp. 298.096.910 (dua ratus sembilan puluh delapan juta sembilan puluh enam ribu sembilan ratus sepuluh rupiah;

“Menimbang, bahwa Tergugat yang telah mengikatkan diri dengan pihak Penggugat dalam Surat Perjanjian Pembiayaan Multiguna dengan jaminan penyerahan secara fidusia ternyata Tergugat tidak memenuhi kewajibannya dikarenakan sampai dengan saat ini Tergugat belum membayar hutangnya kepada Penggugat, maka Tergugat haruslah dihukum untuk membayar tunggakan hutangnya kepada Penggugat sebesar Rp. 298.096.910 (dua ratus sembilan puluh delapan juta sembilan puluh enam ribu sembilan ratus sepuluh rupiah, sehingga dengan demikian petitum ke- 4 (empat) dalam surat gugatan Penggugat patutlah untuk dikabulkan dengan perbaikan redaksional;

“Menimbang, bahwa terhadap petitum ke-6 (enam) yang menyatakan Penggugat dapat melakukan tindakan eksekutorial melalui Pengadilan Sorong atau Penggugat dapat melakukan sendiri tindakan eksekutorial terhadap satu buah kendaraan roda empat atas nama Tergugat, namun oleh karena yang berhak melakukan tindakan eksekutorial hanyalah Pengadilan melalui bantuan alat negara sehingga petitum ke-6 Penggugat tersebut sudah sepatutnya untuk ditolak;

“Menimbang, bahwa terhadap petitum ke-10 (sepuluh) oleh karena dalam gugatan ini menyangkut pembayaran sejumlah uang, maka berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 793/K///SIP/1972) tanggal 26 Februari 1973 uang paksa (dwangsom) dalam pembayaran sejumlah uang tidak dibenarkan, oleh karenanya petitum ke-10 (sepuluh) harusnya dinyatakan diitolak;

“Menimbang, bahwa terhadap dalil bantahan Tergugat yang meminta untuk dilakukan peninjauan kembali kontrak pembiayaan serta relaksasi pembiayaan multiguna pembiayaan 1 (satu) unit kendaraan tersebut tidak dibuktikan dalam persidangan maka terhadap dalil bantahan Tergugat tersebut haruslah dikesampingkan;

“Menimbang, bahwa dengan demikian gugatan yang diajukan oleh Penggugat tersebut telah beralasan dan tidak melawan hukum, oleh karenanya, maka gugatan tersebut dapat diterima dan dikabulkan untuk sebagian serta ditolak untuk yang selebihnya,”

“Mengingat, ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini;

M E N G A D I L I :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan sah dan mengikat demi hukum, perjanjian Kredit antara Penggugat dan Tergugat yang terjadi pada hari Senin tanggal 13 Januari 2020 dengan nomor perjanjian 051372200004 yakni melakukan/mengadakan Perjanjian (perikatan) Pembiayaan multiguna dengan cara pembelian dengan sistem Pembayaran secara Angsuran atas pembelian satu unit kendaraan roda empat dengan data-data sebagai berikut : ...;

3. Menyatakan Sah dan mengikat demi hukum sertifikat Fidusia nomor : W31.00002941.AH.05.01.TAHUN 2020, tertanggal 05 Ferbruari 2020 Jam 12:14:44 oleh Notaris IVAN JOHN HARRIS, S.H, MKN, yang berkedudukan di Banten dan di tandatangi oleh Anthonius M. Ayorbaba, S.H, M.Si selaku Kepala Kantor Wilayah Papua Barat (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia);

4. Menyatakan sah bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji / Wanprestasi dengan tidak dilaksanakan prestasi atas kewajibanya sesuai isi perjanjian kredit nomor 051372200004 tanggal 13 Januari 2020;

5. Menyatakan dan memerintahkan kepada Tergugat untuk menyerahkan Objek Jaminan kendaraan seperti disebut diatas kepada Tergugat atau membayar / melunasi seluruh angsuran yaitu :

Total tenor angsuran = 48 bulan

Angsuran Yang sudah dibayar = 6 bulan

Beban angsuran perbulan = Rp. 6.254.000,-

Denda per bulan maret 2021 = Rp. 35.428.910,-

Jumlah = 48 – 6 = 42 bulan X Rp. 6.254.000,- = Rp. 262.668.000,-

Total = Rp. 262.668.000 + Rp. 35.428.910 =Rp. 298.096.910 (Dua Ratus Sembilan Puluh Delapan Juta Sembilan Puluh Enam Ribu Sembilan Ratus Sepuluh Rupiah)

6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp500.000,- (ima ratus ribu rupiah);

7. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.