ALAS HAK Versus HAK ATAS TANAH

LEGAL OPINION
Question: Bukankah aturan hukum mengatakan jika sudah garap tanah selama puluhan tahun, maka penggarapnya dianggap sebagai pemilik yang sah sehingga tak boleh lagi aparat mengusir penggarap yang sudah lama menempati tanah? Kami punya bukti bayar PBB.
Brief Answer: Inilah salah kaprah yang kerap terjadi di tengah masyarakat. Dalam konsepsi hukum pertanahan nasional, pengusaan fisik dan pengelolaan secara damai dan tenteram, selama dua puluh atau tiga puluh tahun, baru sebatas memberi “alas hak” bagi sang penggarap.
“Alas hak” dengan “hak atas tanah” adalah dua hal yang berbeda. “Alas hak” merupakan salah satu syarat bagi warga negara untuk mengajukan permohonan “hak atas tanah”, seperti jual-beli, hibah, waris, atau penguasaan fisik selama puluhan tahun. Namun “alas hak” itu sendiri bukanlah “hak atas tanah”. Yang disebut “hak atas tanah” ialah pendaftaran hubungan hukum kepemilikan tanah antara subjek hukum dengan objek hukum, yang dicatat pejabat pertanahan pada buku tanah yang menjadi dasar terbitnya sertifikat hak atas tanah, sebagai tanda bukti kepemilikan yang kuat.
Contoh, sekalipun seorang keluarga secara turun-temurun / generasi ke generasi selama puluhan tahun menguasai sebidang tanah negara, namun berdasarkan tata ruang wilayah regional bidang tanah tersebut masuk dalam kawasan ruang terbuka hijau, sampai kapanpun menggarap tanah tersebut tidak akan melahirkan hak atas tanah. Sementara Pajak Bumi dan Bangunan bukanlah tanpa bukti kepemilikan hak atas tanah.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS mengangkat contoh kasus putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sengketa tata usaha negara register Nomor 14/G/2008/PTUN-JKT. tanggal 15 Juli 2008, perkara antara:
- 42 orang warga penggarap tanah, sebagai Penggugat; melawan
- CAMAT CEMPAKA PUTIH, selaku Tergugat.
Yang menjadi Objek Gugatan ialah Surat Perintah Bongkar Camat Cempaka Putih terhadap Bangunan Rumah Tinggal, Kios Rotan dan Kios Keramik di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Terhadap gugatan para penggarap, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa para Penggugat mendalilkan bahwa mereka adalah pemilik tanah yang sah dari Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2008 dengan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan para Penggugat telah memenuhi kewajibannya berupa pembayaran SPPT dan PBB;
“Menimbang, bahwa menurut para Penggugat dengan telah membayar kewajiban-kewajiban tersebut diatas selama 20 tahun maka para Penggugat menganggap mereka berhak dan telah memenuhi syarat sebagai pemilik hak atas tanah yang sah sesuai ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;
“Menimbang, bahwa lebih lanjut para Penggugat mendalilkan walaupun para Penggugat telah memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut diatas namun Tergugat tetap mengeluarkan Surat Keputusan a quo yang menimbulkan kerugian bagi para Penggugat;
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati bukti-bukti P-1 sampai dengan P- 42 maka diperoleh fakta hukum bahwa para Penggugat menempati tanah di kawasan Cempaka Putih sejak Tahun 1969 sampai dengan Tahun 2007 dan para Penggugat menguasai secara fisik tanah tersebut berdasarkan pembayaran Ipeda atau SPPT dan PBB saja;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut Majelis Hakim menemukan fakta hukum berupa pengakuan dari para Penggugat yang menggunakan tanah garapan/tanah Negara yang diperoleh dari penggarap sebelumnya, sehingga para Penggugat dapat dikatakan pihak yang menggarap atau menggunakan tanah diatas tanah milik Negara dan bukti hak kepemilikan atas tanah yang dimiliki para Penggugat hanyalah berupa SPPT dan PBB sedangkan SPPT dan PBB bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah melainkan merupakan kewajiban para Penggugat kepada Negara berupa membayar Pajak Bumi dan Bangunan;
“Menimbang, bahwa lebih lanjut berdasarkan bukti T- 11 A sampai dengan T-61 B Majelis Hakim mencermati bahwa para Penggugat telah menerima uang kerohiman dari Tergugat dan para Penggugat juga telah membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan mencabut kuasa kepada kuasa hukumnya dalam hal ini PALMER SITUMORANG & PARTNERS, dengan dicabutnya pemberian kuasa hukum oleh para Penggugat dan para Penggugat juga menyatakan tidak akan menggugat Tergugat di Pengadilan;
"Menimbang, bahwa dalam surat pernyataan para Penggugat tersebut yang menyatakan bahwa para Penggugat akan membongkar sendiri bangunan/kiosnya dan apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan para Penggugat belum membongkar bangunan/kiosnya maka para Penggugat menyatakan bersedia dibongkar bangunan/kiosnya oleh Tim Penertiban Terpadu dengan segala resikonya;
“Menimbang, bahwa sehingga berdasarkan bukti P-43 sampai dengan P- 45 = T- 8 sampai dengan T-10 berupa obyek sengketa a quo jika dihubungkan dengan bukti T-11 A sampai dengan T-61 B Majelis Hakim tidak melihat adanya unsur kepentingan yang telah berakibat hukum bagi para Penggugat yang dirugikan atas diterbitkannya Surat Keputusan oleh Tergugat tersebut, karena jalan Jendral Ahmad Yani adalah tanah yang difungsikan untuk Ruang Terbuka Hijau atau yang peruntukkannya merupakan jalur hijau, taman dan fasilitas umum, sehingga obyek sengketa a quo yang diterbitkan oleh Tergugat yang memutuskan untuk melakukan Perintah Bongkar atas bangunan/kios disepan jang jalan Jendral Ahmad Yani, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat nyata-nyata tidak berakibat hukum bagi para Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis Hakim menyimpulkan terhadap obyek sengketa a quo yang diterbitkan oleh Tergugat telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ber laku dan karena tidak adanya bukti kepemilikan yang sah yang dimiliki oleh para Penggugat diatas tanah yang tersebut dalam obyek sengketa maka para Penggugat tidak lagi mempunyai kepentingan yang dirugikan atas terbitnya obyek sengketa tersebut atau para Penggugat tidak memiliki kualitas dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas eksepsi Tergugat mengenai para Penggugat tidak mempunyai kualitas dalam mengajukan gugatan perkara a quo dinyatakan diterima, maka terhadap gugatan para Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Tergugat tentang para Penggugat tidak mempunyai kualitas dalam mengajukan gugatan perkara a quo telah diterima, maka terhadap eksepsi Tergugat lainnya tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut;
M E N G A D I L I :
Dalam Eksepsi:
- Menerima eksepsi Tergugat;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.