Campur Aduk Gugatan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum, Tidak Selamanya Diartikan Gugatan “Kabur”

LEGAL OPINION
Question: Teori dalam teks ilmu hukum memisahkan antara gugatan PMH dan gugatan wanprestasi. Apa yang akan terjadi bila gugatan salah merumuskan konstruksi hukum, dari gugatan wanprestasi menjadi gugatan PMH, apakah akan otomatis gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena obscuure libel?
Brief Answer: Antara tanggung jawab kontraktual (contractual liabilities) dan tanggung jawab perbuatan melawan hukum berdasarkan undang-undang (tortious liabilities), memang tampak seperti dua ranah yang yang saling terpisahkan dalam hubungan hukum keperdataan.
Sebaiknya gugatan dirumuskan secara teliti, mengingat beragam putusan pengadilan bersikap tegas terhadap pemilahan ini. Namun, bisa juga tak selamanya pengadilan akan ambil hirau terhadap kedua perbedaan konsep dalam hubungan perdata tersebut diatas.
Setidaknya penggugat menunjukkan bentuk ketelitian sehingga tidak terbuka bagi pihak lawan mengajukan eksepsi ataupun mengundang antipati majelis hakim yang memeriksa dan memutus—yang mana membuka resiko gugatan akan dinyatakan “tidak diterima”.
PEMBAHASAN:
Sebuah ilustrasi berikut ini menjadi suatu pengecualian yang cukup unik, yakni putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sengketa gugatan perdata register Nomor 211/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst. tanggal 5 Februari 2014, dimana salah satu petitum (pokok permintaan) dalam gugatan Penggugat, menyebutkan agar:
“Menyatakan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad);”
Dimana terhadap gugatan Penggugat maupun sanggahan Tergugat, Majelis Hakim kemudian membuat pertimbangan hukum yang menarik untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa kenyatannya bunga tersebut tidak dibayar, yang dibayar pokoknya saja sebesar Rp. 537.828.900 sehingga tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan dengan bukti ini;
“Menimbang, bahwa meskipun perihal Gugatan Penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum, namun dari Petitum dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan Majelis menyatakan Gugatan tersebut sebagai Wanprestasi dan walaupun gugatan ini adalah gugatan wanprestasi tetapi tidak menghalangi Penggugat untuk mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum karena pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh Tergugat juga merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu ketentuan undang-undang atau suatu perbuatan yang melanggar kepatutan dan kehati-hatian yang harus diperhatikan dalam hubungan antara warga masyarakat dan terhadap benda orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Putusan MA No. 2686 K/Pdt/1985 yang kaidah hukumnya adalah “meskipun dalil gugatan yang dikemukakan dalam gugatan adalah PMH, sedangkan peristiwa hukum yang sebenarnya adalah Wanprestasi, namun gugatan dianggap tidaklah obscuur libel.”
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas maka Penggugat memiliki kualitas untuk mengajukan gugatan dan gugatan Penggugat telah jelas dan tidak kabur;
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI :
- Menolak eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Para Tergugat telah melakukan Wanprestasi;
- Menyatakan sah dan berharga Surat Pernyataan tertanggal 24 Nopember 2012;
- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar kerugian materiil sebesar sebesar Rp. 27.134.867,-;
- Menolak Gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Meski gugatan Penggugat tersebut diatas dikabulkan Pengadilan Negeri, namun dalam tingkat banding atau kasasi di Mahkamah Agung, berpotensi tinggi untuk dibatalkan. Mengapa?
Ciri-ciri karakter gugatan wanprestasi, ialah tidak mengenal konsep mengenai ganti-rugi materiil maupun immateriel, namun dalam praktik (best practice) hanya dikenal konsepsi mengenai denda, bunga, dan segala beban lain yang disepakati dalam hubungan kontraktual perdata antara para pihak yang saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian.
Akhir kata, gugatan wanprestasi dengan wajah jenis gugatan “perbuatan melawan hukum” (PMH), menunjukkan ketidak-cermatan atau ketidak-terampilan pihak penggugat dalam mempostulasikan falsafah pembeda paling mendasar antara gugatan PMH dan wanprestasi.
Meski demikian, cukup menarik juga menyimak pertimbangan hukum Majelis Hakim diatas, yang dirasa cukup rasional dan relevan, walau terdapat kejanggalan dalam amar putusan yang menghukum ganti-rugi materiel.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.