Larangan Masa Percobaan / Evaluasi dalam PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu / Kerja Kontrak)

LEGAL OPINION
Question: Bagaimana jika seandainya pengusaha tiba-tiba memutus hubungan kerja, sementara jangka waktu PKWT dengan pihak pegawai belum berakhir, dengan alasan adanya masa percobaan atau evaluasi dan pekerja dinyatakan tidak lolos masa evaluasi untuk dapat terus bekerja? Adakah resiko hukumnya bagi pihak pemberi kerja untuk seketika dan sepihak memutus hubungan kerja dengan alasan tak lulus masa evaluasi ini?
Brief Answer: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat mengatur mengenai masa percobaan atau istilah lainnya seperti masa evaluasi, dsb. Sekali pemberi kerja mengikat dirinya dengan buruh/pekerja dalam ikatan PKWT, maka baik pihak pemberi kerja maupun pekerja wajib menunaikan kewajibannya dengan itikad baik hingga jangka waktu PKWT berakhir.
PHK sepihak pemberi kerja terhadap pekerja dalam hubungan PKWT, mengakibatkan pemberi kerja diwajibkan membayar kompensasi sebesar masa upah/gaji yang belum dibayar hingga berakhirnya masa berlaku PKWT.
Pihak pekerja/buruh jangan mudah ditakut-takuti oleh pihak pengusaha. Sekalipun PKWT mencantumkan masa percobaan/evaluasi, pekerja yang di-PHK sepihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, dimana SHIETRA & PARTNERS merasa pasti 99,99 % bahwa gugatan pihak pekerja/buruh yang menuntut kompensasi sebesar upah/gaji hingga berakhirnya masa berlaku PKWT, akan diterima dan dikabulkan majelis hakim—selama pihak buruh/pekerja beritikad baik dalam masa kerjanya.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, SHIETRA & PARTNERS akan mengangkat contoh kasus dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat Peninjauan Kembali sengketa hubungan industrial register Nomor 8 PK/Pdt.Sus-PHI/2014 tanggal 27 Maret 2014, sengketa antara:
- PT. MEDIROSSA MITRA INSANI, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Termohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- NS. MARTHA SINAGA, S.Kep., sebagai Termohon Peninjauan Kembali, semula Pemohon Kasasi, dahulu Penggugat.
Penggugat adalah pengelola Rumah Sakit Medirossa (Tergugat), bekerja sejak 02 Januari 2011 atas dasar Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Setelah adanya perjanjian kerja tersebut, Tergugat juga telah membuat Surat Keputusan Pengangkatan Penggugat sebagai Kepala Bidang Perawatan Rumah Sakit Medirossa.
Adapun jangka waktu perjanjian kerja antara Penggugat dengan Tergugat adalah selama 1 (satu) tahun sebagaimana tertuang dalam PKWT. Sejak Penggugat bekerja sesuai dengan standar professional, telah banyak melakukan perubahan demi perbaikan di bidang Keperawatan.
Pada tanggal 11 Mei 2011, Penggugat mendapat Surat Penetapan yang pada pokoknya Tergugat memutus kontrak kerja Penggugat sejak tanggal 01 Juni 2011. Kontrak Kerja yang telah dijalani oleh Penggugat adalah 5 (lima) bulan lamanya, sehingga kontrak yang masih tersisa sejumlah 7 bulan.
Selama Penggugat bekerja pada Tergugat, Penggugat tidak mendapat teguran dalam bentuk apapun dari Tergugat baik karena kinerja Penggugat yang tidak baik atau hal-hal lain yang tidak berkenan bagi Tergugat.
Saat Penggugat menerima surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Penggugat berupaya mempertanyakan alasan Tergugat melakukan PHK. Menurut Tergugat tindakan PHK yang dilakukan semata-mata karena kondisi keuangan dari Tergugat yang tidak stabil. Dalam kesempatan itu Tergugat menawarkan solusi penyelesaian perselisihan Penggugat dan Tergugat dengan menjadikan Penggugat sebagai konsultan bagi Tergugat dengan honor sebesar Rp3.000.000,- setiap bulannya.
Penawaran dari Tergugat tersebut ditolak oleh Penggugat, karena Penggugat merasa penawaran Tergugat bukan solusi yang tepat. Jikalau pun Tergugat ingin mengadakan kerjasama dengan Penggugat sebagai Konsultan, Penggugat tetap menuntut Tergugat agar menyelesaikan hak Penggugat atas adanya PHK.
Penggugat mempertanyakan, jika Penggugat tidak bekerja dengan baik, lantas mengapa Tergugat hendak menjadikan Penggugat sebagai konsultan pada Tergugat?
Berhubung Tergugat telah mengeluarkan pernyataan yang tidak benar tentang Penggugat sebagai bentuk itikad buruk, Penggugat pun tidak ingin memiliki hubungan kerja atau hubungan lain apapun dengan Tergugat, oleh karena itu Penggugat menerima PHK yang dilakukan oleh Tergugat namun disertai kompensasi berupa seluruh hak normatif Penggugat, dengan mengacu pada ketentuan Pasal 62 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur:
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), Pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”
Maka, Tergugat berkewajiban membayar hak atas sisa kontrak Penggugat selama 7 bulan yang seluruhnya 7 X Rp9.000.000,- sebesar Rp63.000.000,- ditambah dengan Tunjangan Hari Raya yang sedianya akan didapat selama masa kerja. Disamping itu, sesuai dengan isi perjanjian Kerja antara Penggugat dengan Tergugat, Penggugat berhak atas tunjangan tetap berupa uang makan untuk setiap hari kerja, serta fasilitas lainnya seperti yang biasa diterima seorang pekerja.
Terhadap gugatan sang pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian menjatuhkan putusan Nomor 124/G/2011/PHI./PN.BDG tanggal 08 Mei 2012, dengan amar sebagai berikut:
“DALAM POKOK PERKARA :
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Adapun terhadap putusan PHI diatas, telah diajukan kasasi dimana yang menjadi pertimbangan hukum serta amar putusan Mahkamah Agung Nomor 646 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 15 Januari 2013, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terlepas dari keberatan-keberatan atau alasan-alasan a quo, PHI telah salah menerapkan hukum atau telah melanggar hukum yang berlaku dalam mempertimbangkan, mengadili dan memutus perkara a quo sebagaimana tertuang dalam putusan PHI yang pada pokoknya menolak seluruh gugatan Penggugat, dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Kasasi sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 61 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tindakan PHK yang dilakukan Tergugat tanggal 1 Juni 2011 terhadap hubungan kerja waktu tertentu yang baru akan berakhir pada tanggal 1 Januari 2012 berdasarkan Perjanjian Kerja Tertentu (PKWT) tertanggal 24 Desember 2010 tidak dapat dibenarkan;
- Bahwa adanya usul/isyarat untuk melakukan PHK oleh Tergugat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PKWT, usul/isyarat mana tidak dapat dibenarkan karena klausul/isyarat PHK dalam PKWT a quo bukan sebagaimana yang dimaksud ketentuan Pasal 61 ayat (1) huruf “d” Undang Undang No.13 Tahun 2003 yang menurut ketentuan ini usul/isyarat PHK a quo adalah yang pada pokoknya berkenaan dengan adanya suatu keadaan memaksa (force majure) seperti adanya bencana alam, kerusuhan social, atau gangguan keamanan, dan bukan adanya hasil penilaian kinerja yang tidak baik selama berlangsungnya hubungan kinerja sebagaimana dalam klausul/isyarat PHK yang dimuat dalam PKWT a quo;
- Bahwa terlepas dari ketentuan Pasal 61 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 di atas, adanya kegagalan atau kesalahan yang dilakukan Penggugat selama berlangsungnya hubungan kerja sebagaimana yang merupakan hasil penilaian kerja oleh Tergugat yang oleh PHI dijadikan alasan yang dapat membenarkan dilakukan tindakan PHK oleh Tergugat a quo, menurut Majelis Hukum Kasasi Tergugat a quo tidak dapat dipersalahkan karena bagaimanapun juga tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Penggugat a quo adalah merupakan upaya upaya Penggugat dalam memperbaiki manajemen kerja untuk Kepentingan Tergugat sekalipun dinilai gagal;
- Bahwa selain itu, meskipun klausul/isyarat sebagaimana dimuat dalam Pasal 2 PKWT a quo dianggap sebagai klausul/isyarat adanya masa percobaan kerja, klausul/isyarat adanya masa percobaan kerja dalam PKWT ini berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tidak dapat dibenarkan, dan adanya masa percobaan dalam PKWT tersebut menjadi batal demi hukum;
“MENGADILI :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: NS. Martha Sinaga, S.Kep. tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung No. 124/G/2011/PHI/PN.Bdg, tanggal 8 Mei 2012;
MENGADILI SENDIRI:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melanggar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tertanggal 24 Desember 2010;
3 Menghukum Tergugat membayar uang ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp63.000.000,- (enam puluh tiga juta rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
Tergugat dalam upaya hukum Peninjauan Kembali yang diajukannya mendalilkan argumentasi yang tidak etis, berupa akrobatik hukum, yakni alasan bahwa Tergugat merupakan badan hukum perseroan terbatas bergerak dibidang medis sehingga jenis pekerjaannya bersifat tetap dan berlanjut, oleh karenanya PKWT antara Penggugat dan Tergugat ditafsirkan dan dimaknai sebagai PKWTT, sementara itu PKWTT membolehkan masa percobaan terhadap karyawan—dalih mana hanya memperlihatkan itikad buruk Tergugat karena menyadari jenis pekerjaan tetap namun mencoba mengecoh pekerjanya sendiri dengan PKWT. Strategi berkelit yang sangat buruk bila tak dapat dikatakan menjadi boomerang bagi Tergugat sendiri.
Atas permohonan Peninjuan Kembali pihak Tergugat, Mahkamah Agung membuat putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa, alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori peninjauan kembali tanggal 30 Juli 2013 dan jawaban/kontra memori peninjauan kembali tanggal 4 Oktober 2013 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Yuris dalam hal ini Majelis Hakim Kasasi tidak salah menerapkan hukum dan tidak terdapat kekhilafan maupun kekeliruan nyata dalam putusan hakim tersebut;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT. MEDIROSSA MITRA INSANI tersebut.”
Ketika pengusaha beritikad baik, sang pemberi kerja dapat menuntut itikad baik pihak pekerja/buruh. Ketika pengusaha beritika buruk, tidak pada tempatnya pihak pengusaha menuntut itikad baik dari buruh/pekerjanya. Inilah yang disebut dengan prinsip kesetimpalan dan timbal-balik resiprokal. Take and give, inilah prinsip mendasar hubungan antara pemberi kerja dan pihak pekerja.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.