Hukum, Profesi Seni Pemahat Argumentasi

ARTIKEL HUKUM
Apa itu profesi hukum?
Jika ada pertanyaan demikian, penulis hanya akan menjawab: profesi seniman.
Hukum adalah profesi seni?
Hukum memang adalah profesi seni dan pelakunya dapat dikatakan seorang seniman, dimana pada puncak keterampilannya akan menjelma sebagai sang maestro berkeadilan. Seorang sarjana hukum, ketika menjatuhkan hukuman, menyidik tindak pidana, merancang dan mengesahkan regulasi, menyusun surat gugatan, membuat kontrak, semua itu adalah keterampilan seni.
Betapa tidak, teori hukum cenderung sama, aturan hukum tertulis pun rigid sifatnya, namun mengapa dapat terjadi disparitas kualitas? Itulah yang membuat perbedaan antara sarjana hukum satu dan sarjana hukum lainnya.
Seorang sarjana hukum mungkin akan memandang profesi hukum sekadar tugas administrasi belaka, seperti mengarsip dokumen, mengurus dan memperpanjang perizinan, melaporkan kegiatan usaha pada Badan Koordinasai Penanaman Modal, mencari regulasi, menyusun gugatan, menjatuhkan putusan, menyusun regulasi perusahaan, namun amat minim kualitas dan daya nalar karena mereka hanya memandang peran mereka sebatas administratif dan “tukang” semata.
Lantas, dimana yang salah? Mereka tidak memiliki jiwa “seni” !
Mengapa terdapat sarjana hukum dan profesi hukum yang demikian diakui bahkan menggemparkan? Karena mereka menambahkan keterampilan mereka dengan “sentuhan” seni.
Dalam paradigma penulis, setelah melewati rangkaian praktik di bidang hukum, profesi hukum adalah profesi seni “memahat argumentasi dan nalar, menawarkan citarasa keadilan bagi masyarakat lewat layanan hukum yang diberikannya”.
Amat disayangkan banyak diantara profesi hukum yang dipaksa kerja secara forsir, melampaui jam kerja yang wajar, dimana mereka atau mungkin bahkan atasan mereka tidak menyadari bahwa profesi hukum adalah profesi “seni”. Seorang seniman, perlu menjaga "mood" mereka. Ketika "mood" tidak terbangun, kualitas apa yang dapat diharapkan darinya? Seorang seniman membutuhkan wadah serta fasilitas guna mengoptimalkan keterampilannya serta berkarya. Sekali diamputasi, ia tidak akan produktif sesuai kapasitas kemampuan terbaiknya.
Banyak diantara kalangan hukum, bekerja dari subuh hingga kembali bertemu subuh. Dari pengalaman penulis, cara bekerja demikian tidak efesien juga tidak efektif: merosotnya mood, matinya ide, kolapsnya fisik, dan yang terparah minimnya tingkat akurasi/ketelitian produk hukum.
Seorang praktisi hukum harus memandang diri mereka seperti seorang pekerja seni yang bekerja di perusahaan kreatif bernama “Google”. Google, memperlakukan karyawan mereka dengan sangat kreatif, dalam arti memberikan mereka kebebasan berekspresi, lingkungan kerja yang nyaman, bahkan dimanjakan. Google sangat memahami karakter profesi para pekerjanya yang merupakan para "seniman digital", bahwa yang dibutuhkan dari karyawannya adalah kualitas hasil kerja, bukan kuantitas kerja.
Seorang pemberi kerja atau pemberi proyek pada seorang sarjana hukum ataupun profesi hukum lainnya, yang tidak menyadari profesi hukum adalah profesi seni, sejatinya hanya merugikan diri sendiri karena kontraproduktif terhadap hilir dari produk karya para profesi hukum tersebut.
Sebagai contoh, ketika seorang profesi hukum diminta membuat surat permohonan uji materiil, apa jadinya bila sarjana hukum tersebut merasa tertekan, bad mood, tidak merasa sesuai dengan insentif yang ia dapatkan, tidak dihargai, tidak diberikan lingkungan yang menyenangkan, bahkan tidak diberi ruang untuk berekspresi. Jadilah sarjana hukum tersebut sarjana hukum terkungkung, suatu potensi yang amat sangat sayang tidak dapat bertumbuh karena wadah yang tidak tepat. Fatalnya, bila seorang seniman dapat kembali menorehkan ulang kuasnya pada kanvas yang baru, maka dalam konteks seniman hukum, gugatan yang telah diputus dengan amar "DITOLAK" maka tertutup sudah upaya kedua. Profesi hukum ialah profesi yang tidak mentolerir kesalahan.
Alhasil, sarjana hukum yang mengetahui benar potensi dirinya dan memandang dirinya adalah seorang seniman hukum, dimana sangat menyadari goresan tangannya tidak beda dengan kualitas seni lukis karya pelukis-pelukis ternama, akan memilih untuk bersolo karir dan membuat wadah bagi dirinya sendiri untuk berkarya dan berkembang.
Seorang Seniman Hukum mengetahui benar rahasia dibalik prestasi gemilang profesi hukum: Komposisi !!!
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.