Harta Bawaan Tidak Tunduk pada Hukum Harta Gono-Gini, alias Bukan Harta Bersama

LEGAL OPINION
Question: Saya memiliki sebidang tanah yang telah saya miliki sebelum saya menikah. Kini, meski status kami masih pasangan suami-istri, apakah saya dapat melakukan jual-beli terhadap aset tanah tersebut tanpa persetujaun istri di notaris PPAT? Pertanyaan kedua, bagaimana jika saat perkawinan berlangsung, saya mendapatkan harta wasiat dari mendiang orang-tua atau saya mendapat hadiah hibah dari seseorang, apakah harta hibah dan warisan jatuh dalam harta gono-gini antara saya dan istri saya? Sebagai gambaran, saya dan istri saya tidak memiliki perjanjian perkawinan yang menyatakan selama perkawinan berlangsung tidak terjadi percampuran harta bersama. Dan sebagai tambahan informasi, tampaknya istri saya tidak kooperatif terhadap rencana saya untuk menjual secara sepihak harta-harta tersebut diatas. Saya pun hendak mengajukan pertanyaan ketiga, apakah semua harta kekayaan yang kemudian tercatat atas nama saya setelah terjadi pernikahan ini, maka semua itu akan dianggap sebagai harta gono-gini?

Seputar Surat Kuasa bagi Kuasa Hukum, yang Ideal dari Segi Yuridis dan Praktik

LEGAL OPINION
Question: Ketika hendak menyewa seorang pengacara, maka kami sebagai kliennya disodori surat kuasa khusus untuk mewakili pemberi kuasa beracara di persidangan. Pertanyaan kami, bila didalamnya terdapat klausul untuk sidang di Pengadilan Negeri, juga untuk tahap banding, kasasi, dan bahkan Peninjauan Kembali, maka apakah kira-kira yang menjadi konsekuensi hukumnya dikemudian hari? Dapatkah kami hanya meminta klausul dalam surat kuasa khusus tersebut hanya benar-benar khusus untuk perkara satu tingkat saja, misal untuk beracara di PN saja, atau Pengadilan Tinggi saja, atau Kasasi saja?

Konsekuensi Hukum Tindakan Hukum Direksi dan/atau Komisaris yang Habis Masa Jabatannya berdasarkan Ketentuan Perseroan dalam Anggaran Dasar

LEGAL OPINION
Question: Ada dua pertanyaan yang hendak saya ajukan terkait pengurus perseroan terbatas. Pertama, bila dari sudut pandang seorang direksi / komisaris, seandainya direksi / komisaris tersebut tidak diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya, meski anggaran dasar perseroan menyatakan masa jabatan telah berakhir saat ini, namun direksi/komisaris tersebut tetap melakukan hubungan hukum dengan pihak di luar perusahaan dengan mengatasnamakan perseroan, apakah konsekuensinya? Pertanyaan kedua, bila dilihat dari sudut pandang pihak diluar perseroan yang melakukan hubungan hukum dengan direksi / komisaris tersebut, apakah memiliki suatu kepastian hukum bagi pihak diluar perseroan yang telah melakukan perikatan perdata dengan sang direksi / komisaris yang ternyata sudah habis masa jabatannya?

Sita Jaminan terhadap Badan Hukum Berbeda dengan Sita Jaminan terhadap Aset Kekayaan Pihak Pengurus

LEGAL OPINION
Question: Apakah dimungkinkan untuk diletakkan sita jaminan terhadap harta kekayaan dari pengurus suatu badan hukum seperti direksi atau komisaris Perseroan Terbatas (PT)? Katakanlah, Mr.X yang merasa dirugikan oleh PT. ABC, lantas mengajukan gugatan ke hadapan pengadilan, dan meminta pengadilan untuk meletakkan sita jaminan terhadap aset kekayaan dari pengurus PT. ABC. Jika pengadilan benar-benar mengabulkan permohonan sita jaminan tersebut, apa langkah hukum yang dapat ditempuh oleh pengurus PT. ABC ?

Undang-Undang Kepailitan hanya Relevan Diterapkan bagi Subjek Hukum Termohon Pailit, sementara Status Hak dan Kewajiban Pemegang Jaminan Kebendaan maupun Status Objek Jaminan Kebendaan secara Yuridis Tunduk Mutlak terhadap Undang-Undang terkait Jaminan Kebendaan

LEGAL OPINION
YANG PAILIT SEBETULNYA DEBITOR (DALAM) PAILIT ATAUKAH KREDITOR SEPARATIS PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN? 
MENGAPA JUGA KURATOR JUSTRU BERSIKAP SEOLAH YANG PAILIT ADALAH SANG KREDITOR? 
INILAH SALAH KAPRAH TERBESAR DARI PENGADILAN NIAGA YANG KERAP DIJUMPAI DALAM PRAKTIK
Question: Apakah saat kepailitan masih dalam proses jangka waktu penundaan (masa stay), kreditor separatis boleh mengajukan permohonan lelang parate eksekusi ?

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Hadapan Pengadilan Niaga, Konteks Sengketa Boedel Kepailitan

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya pengadilan manakah yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa perbuatan melawan hukum? Seorang kurator mengajukan gugatan “perbuatan melawan hukum” kepada kami, sementara gugatan tersebut justru diajukan ke hadapan pengadilan niaga. Menurut pandangan kami selaku kreditor dari debitor pailit, kurator tersebut semestinya mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan negeri, bukan pengadilan niaga. Dengan bahasa lainnya, apakah perkara sengketa perbuatan melawan hukum termasuk dalam ruang lingkup kewenangan Pengadilan Niaga?

Salah Kaprah Badan Pertanahan Nasional terhadap Hukum Agraria mengenai Peralihan Hak atas Tanah. Ketika Institusi yang Membidangi Pertanahan Nasional justru Tidak Memahami Hukum Agraria

LEGAL OPINION
SALAH KAPRAH KEMENTERIAN NEGARA AGRARIA / BPN TERHADAP HUKUM PERTANAHAN MENGENAI PERALIHAN HAK ATAS TANAH
Question: Saat ini saya hendak mengajukan permohonan peralihan hak atas rumah yang kami beli. Kondisi rumah adalah sedang dihuni oleh penyewa dari pihak penjual, dimana kontrak sewa si penyewa masih berlangsung untuk dua tahun kedepan. Anehnya, kami diminta mengisi dan menandatangani formulir pernyataan “telah dikuasai secara fisik” dan “tiada sengketa” oleh kantor pertanahan. Memang bagaimana saya tahu bahwa tanah tersebut tiada sengketa? Bukankah kewajiban itu semestinya dibebankan kepada pihak penjual alih-alih pembeli yang tidak tahu-menahu sejarah rumah yang kami beli? Secara fakta di lapangan (de facto), rumah yang saya beli tersebut masih dihuni oleh penyewa dari pihak penjual. Bagi saya pribadi, penyewaan tersebut tidak menjadi masalah, dimana saya menghormati perjanjian sewa-menyewa tersebut hingga habis masa berlakunya. Apakah dengan berbohong alias saya bersedia menandatangani kedua formulir tersebut, maka tiada resiko bagi saya dikemudian hari? Apakah memang benar terdapat peraturan demikian di kantor pertanahan? Kedengarannya aneh bagi kami yang awam hukum.

Kekuatan Hukum Sertifikat Hak atas Tanah, Hukum Agraria Indonesia Menganut Stelsel Pembuktian Dualistis: Alat Bukti Kuat Belum Tentu Berkekuatan Mutlak

LEGAL OPINION
PRAKTIK HUKUM AGRARIA INDONESIA TERKAIT SENGKETA HAK ATAS TANAH
Question: Kami hendak mengajukan gugatan terhadap pihak yang telah mengambil tanah kami secara melawan hukum. Kronologinya, pihak tersebut mengakui tanah tersebut adalah milik mereka, sehingga mereka membuat sertifikat tanah baru diatas tanah kami, sekitar 7 (tujuh) tahun lampau. Hingga kini keluarga saya masih menempati tanah tersebut yang telah menghuninya selama puluhan tahun. Ternyata masalah kian kompleks, dimana menurut kabar, tanah kami tersebut diagunkan atau telah diperjual-belikan kepada pihak lainnya. Pertanyaan kami, dapatkah kami menggugat pihak tersebut? Mengingat jeda tempo waktu sejauh tujuh tahun tersebut, apakah kini kami masih diperkenankan hukum untuk mengajukan gugatan? Sebetulnya kapankah hak untuk menggugat sertifikat baru dikatakan kadaluarsa?